Skirpsi Efektivitas Bibliokonseling untuk Mengembangkan Karakter Jujur Siswa Kelas IV di SDN Percobaan 1 Malang

ABSTRAK

Munawaroh, Iin. 2013. Efektivitas Bibliokonseling untuk Mengembangkan Karakter Jujur Siswa Kelas IV di SDN Percobaan 1 Malang. Skripsi, Jurusan Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Dra.Elia Flurentin, M.Pd. (II) Drs. Harmiyanto, M.Pd.

Kata kunci: Bibliokonseling, karakter jujur, siswa SD

Bibliokonseling adalah suatu kegiatan mengintervensi pemikiran individu dengan menggunakan suatu bacaan. Setelah membaca bacaan tersebut, individu dapat mendapatkan informasi baru dan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak sekali manfaat dari bibliokonseling dalam bidang pendidikan, tetapi tidak banyak kalangan tahu mengenai manfaat bibliokonseling tersebut terutama untuk mengembangkan karakter jujur pada siswa sekolah dasar. Berkaitan dengan itu, maka diperlukan pembahasan mengenai bibliokonseling tersebut.

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan mengetahui efektivitas bibliokonseling untuk mengembangkan karakter jujur pada siswa kelas IV di SDN Percobaan 1 Malang.
Metode penelitian menggunakan rancangan penelitian kuantitatif. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan menggunakan one group pre-test post-test. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik penyebaran angket, wawancara dan observasi. Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data adalah angket karakter jujur. Bibliokonseling yang digunakan sebagai treatment, ditulis dan didesain dalam bentuk buku cerita bergambar oleh peneliti sendiri. Peneliti kemudian melaksanakan uji produk kepada tiga ahli yaitu ahli bahasa, ahli isi, dan ahli media. Bibliokonseling berupa buku cerita yang dikembangkan oleh peneliti berjudul: (1)  Aku Anak Jujur, Aku Tidak Mencontek, (2) Aku Anak Jujur, Aku Tidak Mencuri, (3) Aku Anak Jujur, Aku Tidak Berbohong.
Analisis data menggunakan teknik statistik dengan formula persentase change dengan melihat perubahan skor pre-test dan post-test setelah diberikan treatment. Media yang digunakan sebagai treatment adalah cerita pendek tentang kejujuran yang dikembangkan oleh peneliti sendiri.
Berdasarkan hasil analisis data tersebut, diperoleh simpulan hasil penelitian yaitu bibliokonseling efektif untuk mengembangkan karakter jujur siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang. Hal ini ditunjukkan dengan skor angket karakter jujur yang diisi oleh subjek yang rata-rata meningkat lebih dari 50%.
Peneliti mengajukan beberapa saran yang perlu dipertimbangkan sebagai berikut: (1) Dalam mengaplikasikan teknik ini, peneliti harus mempersiapkan bacaan yang sesuai dengan karakteristik siswa kelas IV SD, cerita harus menarik, serta waktu pelaksanaan kegiatan bibliokonseling harus kontinu (2) Diharapkan menggunakan analisis data time series agar pengontrolan kenaikan kesadaran akan kejujuran untuk setiap treatment lebih mudah dilihat, (3) Diharapkan terdapat pemodelan (ilustrasi) cerita yang dilakukan oleh subjek sendiri sehingga treatment yang diberikan melalui bacaan lebih bisa melekat pada subjek, (4) Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya, peneliti menggunakan kelompok kontrol dan menyiapkan pertanyaan refleksi yang lebih mendalam dan kritis sebagai stimulus untuk siswa.




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam Undang-Undang No. 20  Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa, “Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Dari pernyataan yang tercantum dalam Undang-Undang Sisdiknas tersebut sudah sangat jelas menggambarkan bahwa tujuan pendidikan  nasional adalah tercapainya karakter anak bangsa.
Menurut Kemdiknas (2010), saat ini pembangunan karakter anak bangsa memang sedang menjadi fokus di dunia pendidikan khususnya di Indonesia. Keseriusan pemerintah dalam pembangunan karakter itu tercermin dalam rancangan kurikulum yang memuat beberapa nilai karakter. Ada delapan belas nilai karakter yang akan dikembangkan, yaitu: relegius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat atau komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab
Nilai-nilai karakter memang sudah sepatutnya dikembangkan seiring berkembangpesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Meningkatnya kompetensi manusia dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dengan sendirinya disertai oleh peningkatan kebaikan yang ada di hati manusia. Berbagai kasus yang tidak sejalan dengan etika, moralitas, sopan santun, atau perilaku yang menunjukkan rendahnya karakter telah sedemikian marak dalam masyarakat. Lebih memprihatinkan lagi perilaku tersebut tidak sedikit ditunjukkan oleh orang-orang yang terdidik. Seperti kasus korupsi yang dilakukan oleh beberapa pejabat negara yang memiliki latar pendidikan formal yang bagus, pelecehan gerakan solat yang dilakukan oleh beberapa siswa di SMA 2 Toli-toli pada maret 2013 lalu yang vidionya tersebar melalui youtube.com, serta berbagai kasus lain yang membuktikan bahwa pendidikan kurang berhasil dalam membentuk karakter yang baik.
Karakter menurut Kertajaya (dalam Wiyani, 2013) adalah ciri khas yang dimiliki oleh individu. Ciri khas tersebut asli dan mengakar pada kebribadian individu, serta merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu. Menurut kamus psikologi, karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran pada diri individu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, jujur berarti (1) lurus hati; tidak berbohong (berkata apa adanya); (2) tidak curang (misalnya dalam permainan, dengan mengikuti aturan yg berlaku; (3) tulus dan ikhlas.
Dari pengertian tersebut jujur pada diri siswa dapat dilihat dari tiga aspek antara lain suatu sikap tidak mencontek, tidak berbohong, dan tidak mencuri, yang terlihat hasil skor yang dimilikinya dari angket kejujuran yang diisi siswa.
Sebagai contoh suatu kasus yang dapat mengungkapkan pentingnya pengembangan sikap jujur pada siswa adalah kasus yang sempat gempar saat Ujian Nasional tahun 2011 yang dimuat dalam media kompas.com yakni mengenai Nyonya Siami, ibu pelapor contek masal di SDN Gadel II Surabaya. Dalam kasusnya Ny Siami mendapat laporan dari Alif anaknya, bahwa guru di sekolahnya meminta untuk memberikan contekan kepada teman-temannya saat ujian nasional. Kasus ini membuktikan bahwa nilai kejujuran pada diri anak sudah tidak diperhatikan lagi demi kepentingan lembaga. Alhasil banyak anak yang tumbuh tanpa adanya nilai kejujuran.
Karakter jujur berperan penting dalam kehidupan manusia. Jujur menjadi simbol utama berjalannya kehidupan yang teratur dan tenang. Seorang yang jujur tidak akan merugikan orang lain. Jujur juga menjadi sebuah simbol keadilan dalam hukum dan tatanan. Orang jujur bisa dipercaya perkataannya, bersih dari sifat curang dalam perilakunya, dan juga bisa menjaga amanah. Namun pentingnya kejujuran tersebut tidak banyak dikembangkan oleh lembaga pendidikan, hasilnya siswa melakukan segala cara untuk memenuhi ambisinya. Lama kelamaan ambisi yang mulanya hanya berfokus pada hasil nilai yang cemerlang di sekolah, berubah menjadi ambisi yang lebih besar seiring bertambahnya usia anak. Ambisi-ambisi tersebut salah satunya berbentuk korupsi. Korupsi adalah salah satu bentuk kejahatan berbahaya yang mampu merusak kelangsungan hidup masyarakat di masa depan. Langkah antisipasi yang diambil untuk mencegah korupsi salah satunya adalah dengan menanamkan karakter jujur pada diri anak mulai dari usia dini. Peneliti akan mengembangkan nilai karakter jujur pada anak dalam jenjang pendidikan sekolah dasar kelas empat.
Siswa Kelas IV SD adalah siswa dengan usia yang tepat untuk mengembangkan nilai karakter jujur terutama dengan menggunakan bibliokonseling. Menurut Piaget (dalam Slavin, 2008) siswa kelas IV SD adalah siswa denga rentang usia 9-10 tahun berada dalam fase operasional konkret. Pada fase ini anak dapat membentuk konsep, melihat hubungan, dan memecahkan masalah. Dengan demikian, pada siswa kelas IV SD pengembangan karakter jujur dengan menggunakan bacaan sudah sangat tepat.
Selain itu, pada pendidikan sekolah dasar tingkatan kelas dibagi menjadi dua yakni kelas rendah yang mencakup kelas I, II, dan III; dan juga kelas tinggi yang mencakup kelas IV, V, VI. Dilihat dari pembagian itu, siswa kelas IV memiliki posisi strategis sekaligus posisi yang rentan mendapatkan pengaruh. Siswa kelas IV biasanya sudah merasa memiliki kuasa di sekolah, sikap-sikapnya juga mulai berubah pada kelas ini. Keberanian dan rasa berkuasa inipun yang mendorong anak berperilaku tidak jujur. Di kantin-kantin sekolah mereka kerapkali mengambil makanan ringan tanpa membayar, mengkambinghitamkan teman-temannya saat mereka terpojok atau bermasalah, maupun berlaku curang dalam permainan.
Dari paparan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengembangan nilai karakter jujur harus segera dilaksanakan. Layanan-layanan bimbingan yang biasanya diampu oleh konselor pun harus segera diperbaiki. Banyak alternatif metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah kurangnya karakter jujur pada siswa kelas IV SD tersebut. Salah satu alternatif pendekatan yang saat ini mulai dikaji adalah bibliokonseling, yakni pendekatan bimbingan dan konseling dengan menggunakan informasi atau pengetahuan yang terdapat dalam buku pustaka.
Dengan menggunakan buku bacaan sebagai “alat” untuk membantu siswa, guru bimbingan dan konseling punya banyak alternatif bantuan untuk mengembangkan karakter jujur pada siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang. Dengan membaca siswa diajak untuk memahami isi bacaan dan merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu pada masa ini anak sudah memiliki kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang sederhana, sehingga dapat menjadi dasar diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangakan pola pikir atau daya nalarnya, terutama dengan bahan bacaan.
Pada pembahasan ini, peneliti menggunakan buku bacaan yang berisi cerita pendek. Cerita pendek tersebut digunakan sebagai media untuk membantu siswa meningkatkan karakter jujur. Buku bacaan yang digunakan oleh peneliti disesuaikan dengan karakter siswa kelas IV SD yang masih tertarik dengan petualangan dan gambar-gambar lucu. Dengan demikian, setelah membaca buku tersebut, siswa tertarik untuk mengikuti karakter jujur yang ada pada tokoh di dalam cerita tersebut.
Dengan menggunakan buku sebagai media untuk membantu siswa, guru dapat menghindari kemungkinan munculnya kesenjangan yang terjadi. Misalnya siswa mengalami masalah yang berhubungan dengan anatomi tubuhnya seperti kurang cakap berbicara. Kendala bisa timbul bila siswa dan guru BK berjenis kelamin beda. Kendala seperti ini tak perlu muncul dalam bibliokonseling. Dari buku yang diberikan oleh guru BK, siswa terbantu mendapatkan informasi lengkap tanpa harus merasa risih atau malu. Kelebihan lain bibliokonseling adalah siswa merasa lebih aman. Bagi kebanyakan siswa, pemanfaatan buku bacaan untuk mencari alternatif solusi atas masalah yang dihadapi tanpa kawatir masalahnya diketahui oleh orang lain.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, penelitian ini berfokus pada penggunaan bibliokonseling untuk mengembangkan nilai karakter jujur siswa dalam jenjang sekolah dasar kelas IV. Berkenaan dengan hal itu, penelitian ini bermaksud memperoleh jawaban terhadap pertanyaan : “Apakah bibliokonseling efektif untuk mengembangkan karakter jujur pada siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang?”  
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menguji keefektifan bibliokonseling untuk mengembangkan karakter jujur bagi siswa kelas  IV di SDN Percobaan 1 Malang.
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah “Bibliokonseling efektif untuk mengembangkan karakter jujur pada siswa kelas IV di SDN Percobaan 1 Malang”.


E. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti. Manfaat-manfaat yang dimaksud adalah:
1.    Secara teoritis, diharapkan dapat memberikan sumbangsih berupa wawasan ilmu baru mengenai pengembangan karakter jujur pada siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang dengan menggunakan bibliokonseling.
2.    Konselor
     Bagi Konselor diharapkan dapat memberikan pandangan teknik yang tepat bagi segenap konselor dalam upayanya mengembangkan karakter jujur pada siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang yang mereka temui di lapangan. Lebih jauh, dapat dijadikan sebagai upaya meningkatkan optimalisasi kinerja bimbingan dan konseling di sekolah.
3.    Siswa
Bagi siswa diharapkan siswa dapat memiliki karakter jujur dalam setiap aktifitasnya di sekolah, di rumah, maupun di lingkungan sekitarnya, sehingga dapat menjadi calon generasi penerus bangsa yang bisa menjaga amanah di masa depan.
F. Asumsi Penelitian
     Untuk mengetahui anggapan dasar letak persoalan atau masalah yang lebih luas, peneliti merumuskan asumsi dari penelitian ini.
1.      Siswa setaraf kelas IV SDN Percobaan 1 Malang mampu melaksanakan proses bimbingan dengan menggunakan bibliokonseling yang diberikan.
2.      Tingkat kejujuran siswa berbeda-beda, dan banyak faktor yang mempengaruhi tingkatan kejujuran siswa tersebut.
G. Definisi Operasional
Untuk memperjelas makna istilah-istilah yang akan diteliti, maka peneliti menyajikan definisi operasional sebagai berikut:
1.    Bibliokonseling adalah teknik bimbingan yang dilakukan dengan menggunakan cerita pendek (cerpen) yang di dalamnya terdapat ajaran tentang berperilaku jujur dan juga gambar-gambar yang dapat menjadi ilustrasi cerita. Cerpen dibuat dalam bentuk buku bacaan berseri yang masing-masing memuat tema yang berbeda.
2.    Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia dan kebangsaan. Wujud dari karakter dapat berupa perbuatan, perkataan, pikiran, dan sikap yang berdasarkan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
3.    Jujur adalah suatu sikap yang mengerjakan sendiri tugas-tugas akademiknya tanpa meminta bantuan ataupun dibantu orang lain, terutama saat ujian; berkata apa adanya tanpa menambah-nambahi ataupun mengarang perkataan yang tidak benar; mengambil barang orang lain dengan seizin pemiliknya serta membayar barang yang dibeli sesuai dengan barang yang diambil. Jujur dalam pembahasan ini lebih ditekankan pada situasi yang ada hubungannya dengan keseharian anak-anak SD dan diukur berdasarkan skor yang diperoleh individu atas respon terhadap skala kejujuran. Semakin tinggi skor yang diperoleh individu, semakin tinggi tingkat kejujuran yang dimiliki. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh, semakin rendah tingkat kejujuran yang dimiliki.

4.    Siswa kelas IV SD adalah siswa dengan rentang usia antara 9-10 tahun yang berada dalam fase operasional konkrit dimana siswa sudah dapat membentuk konsep, melihat hubungan, dan memecahkan masalah. Siswa dapat membaca, menuliskan pendapat dan mengisi angket secara mandiri dengan dipandu oleh guru kelas/ konselor. Siswa kelas IV berada pada tahun ajaran 2013/2014.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Bibliokonseling dalam Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan Konseling merupakan suatu kegiatan yang melibatkan seorang guru bimbingan dan konseling (guru BK/ konselor) dalam upaya memandirikan peserta didik. Bimbingan dan konseling yang memandirikan mengamanatkan kepada guru BK/ konselor untuk memahami tiap konseli secara utuh (Hogan-Gracia, 2003). Salah satu teknik yang digunakan dalam pelaksanaan layanan Bimbingan dan konseling yang memandirikan adalah menggunakan bibliokonseling.
1.      Hakikat Bibliokonseling
Menurut Brammer dan Shostrom (dalam Lasan, 1997) bibliokonseling merupakan nama lain dan diadaptasi dan biblioterapi yaitu merupakan teknik yang sudah dipraktikkan untuk mengubah tingkah laku manusia. Ide pemanfaatan bahan bacaan sebagai media terapi pada zaman itu tidak dapat dilepaskan. Orang dewasa sebaiknya menyeleksi cerita dan kisah yang diperdengarkan pada anak-anak mereka sebab hal itu dapat menjadi model cara berpikir dan budi pekerti anak di masa-masa selanjutnya.
Bibliokonseling adalah teknik bimbingan yang dilakukan dengan menggunakan buku atau cerita yang di dalamnya terdapat ajaran tentang berperilaku. Buku merupakan media untuk memperoleh wawasan, pengetahuan, informasi, dan hiburan. Selain itu, buku dapat menjadi media terapi atau penyembuhan bagi penderita gangguan mental, seperti gangguan kecemasan, trauma, dan stres. Pemanfaatan buku sebagai media terapi disebut biblioterapi. Jachna (dalam Suparyo, 2010) mengatakan biblioterapi adalah dukungan psikoterapi melalui bahan bacaan untuk membantu seseorang yang mengalami permasalahan personal. Metode terapi ini sangat dianjurkan, terutama bagi para penderita yang sulit mengungkapkan permasalahannya secara verbal (Suparyo, 2010).
Menurut Schrank and Engels (dalam Lasan, 1997), bibliokonseling juga dapat diartikan suatu kegiatan mengintervensi pemikiran individu dengan rnenggunakan suatu bacaan, sehingga setelah membaca bacaan tersebut, individu dapat mendapatkan informasi baru dan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Bibliokonseling adalah bimbingan belajar yang membantu individu secara mandiri untuk memahami diri dan lingkungan, belajar dan lingkungan luar, dan menemukan solusi dan permasalahan.
Melalui bibliokonseling, disajikan informasi yang dibutuhkan atau sesuai dengan permasalahan, yaitu yang berkaitan dengan kesadaran akan kejujuran. Dengan mengetahui informasi yang ada dalam bacaan, individu dapat membentuk tingkah lakunya secara umum, dan secara khusus membentuk sikap dan kesadarannya. Sehingga dengan demikian bibliokonseling atau bimbingan menggunakan bahan bacaan merupakan teknik yang tepat dalam mengembangkan karakter jujur yang mencangkup berbagai segi aspek baik secara intelektual, sosial, perilaku dan emosi karena pengembangan karakter jujur melibatkan seluruh aspek tersebut.


2.      Tujuan Bibliokonseling
Tujuan bibliokonseling pada dasarnya sama dengan tujuan bimbingan yaitu membantu para anggota agar dapat membantu dirinya sendiri. Melalui bibliokonseling, disajikan informasi yang dibutuhkan atau sesuai dengan nilai karakter yang ingin mereka bangun. Dengan mengetahui informasi yang ada dalam bahan bacaan, mereka dapat membentuk tingkah lakunya secara umum, secara khusus membentuk sikap, persepsi, mengubah prasangka sosial dan perubahan lainnya. Tujuan semacam ini sebenarnya sudah tersirat dalam definisi bibliokonseling. Selain itu, tujuan bibliokonseling yaitu mendampingi seseorang yang sedang mengalami emosional yang berkecamuk karena permasalahan yang dihadapi dengan menyediakan bahan-bahan bacaan dengan topik yang tepat dan mengandung nilai-nilai karakter yang ingin dibangun pada din individu yang bersangkutan. Bibliokonseling juga dapat dijadikan sebagai stimulasi pikiran yang memungkinkan para anggota dapat menyilangkan gagasan-gagasan sehingga kesadarannya menjadi meningkat.
3.      Tingkat Intervensi Bibliokonseling
Lewat membaca seseorang bisa mengenali dirinya. Informasi dan pengetahuan yang diperoleh dan kegiatan membaca menjadi masukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi seseorang. Saat membaca, pembaca menginterpretasi isi bacaan, menerjemahkan simbol dan huruf ke dalam kata dan kalimat yang memiliki makna tertentu, seperti rasa haru dan simpati. Perasaan ini dapat ‘membersihkan diri” dan mendorong sesorang untuk berperilaku lebih positif.
Menurut Novitawati (dalam Suparyo, 2010) intervensi bibliokonseling dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan, yaitu intelektual, sosial, perilaku, dan emosional. Pertama, pada tingkat intelektual, individu memperoleh pengetahuan tentang perilaku yang dapat memecahkan masalah, membantu pengertian diri, serta mendapatkan wawasan intelektual. Selanjutnya individu menyadari ada banyak pilihan dalam menghadapi masalah.
Kedua, di tingkat sosial individu dapat mengasah kepekaan sosialnya. Ia dapat melampaui bingkai referensinya sendiri melalui imajinasi orang lain. Teknik ini dapat menguatkan pola-pola sosial, budaya, menyerap nilai kemanusiaan dan saling memiliki.
Ketiga, tingkat perilaku individu akan mendapatkan kepercayaan diri untuk membicarakan masalah-masalah yang sulit didiskusikan akibat takut, malu, dan bersalah. Lewat membaca individu didorong untuk diskusi tanpa rasa malu akibat rahasianya terbongkar.
Keempat, pada tingkat emosional individu dapat terbawa perasaannya dan mengembangkan kesadaran menyangkut wawasan emosional. Teknik-teknik ini dapat menyediakan solusi-solusi terbaik dari rujukan masalah sejenis yang telah dialami orang lain sehingga merangsang kemauan yang kuat pada individu untuk memecahkan masalahnya.
4.      Jenis dan Fungsi Bibliokonseling
Berry (Brammer dan Shostrom, 1982) membagi bibiokonseling menjadi dua yaitu klinis dan pendidikan humanistik. Jenis terapi klinis dijalankan oleh orang- orang yang bergerak dalam profesi kesehatan mental misalnya psikiater, psikolog, konselor, dan pekerja sosial. Jenis pendidikan atau humanistik dilaksanakan oleh konselor, guru, dan petugas pendidikan lain dalam latar pendidikan.
Dalam jenis pendidikan atau humanistik, bibliokonseling dapat memperluas pandangan seseorang tentang perbedaan kondisi manusia. Dengan membaca, mereka dapat memperoleh wawasan tentang keanekaragaman nilai- nilai yang dianggap berharga bagi manusia. Bibliokonseling memiliki kelebihan dibandingkan dengan kontak langsung dengan konselor. Oleh sebab itu, bibliokonselig dapat menjamin kebebasan pribadi dan melindungi rahasia konseli karena biasanya mereka takut dan cemas membuka hal-hal pribadi seperti cinta, takut, benci, kebiasaan buruk dan sebagainya. Kelebihan lain adalah buku atau bacaan yang sudah disiapkan sewaktu-waktu siap pakai dan dapat direvisi lagi jika perlu.
Bibliokonseling dapat disampaikan secara individual maupun kelompok. Pada individual, bahan-bahan yang dibutuhkan untuk bibliokonseling harus bersifat khusus dan rinci. Konseli harus membaca bahan bacaan atau literatur yang sesuai dengan kesukaannya. Kegiatan apa yang akan ditindaklanjuti juga bisa disampaikan secara individual pada konseli. Konseli membahas kisah dalam buku dengan pembimbing, menulis laporan, merekam dalam perekam suara, atau mengungkapkan reaksinya. Melalui proses ini konseli mampu membongkar beban emosi dan meninggalkan tekanan emosional. Selain itu, dengan pemeriksaan dan analisis nilai-nilai moral dan stimulasi pemikiran kritis, konseli bisa mengembangkan kesadaran diri, meningkatkan konsep diri, dan memperbaiki penilaian pribadi dan sosial. Hasilnya ada perbaikan perilaku, kemampuan untuk menangani dan memahami masalah kehidupan yang penting, dan peningkatan empati, toleransi, respect. Semuanya bisa dilakukan melalui identifikasi dengan bahãn bacaan yang sesuai.
Penerapan bibliokonseling seacara kelompok yaitu konseli membaca literatur lisan atau mendengarkan sementara orang lain membacakan untuk mereka. Diskusikan secara kelompok dan konseli akan menyadari bahwa mereka tidak sendirian, masalah-masalah bisa dirasakan oleh orang lain. Meskipun bibliokonseling mendorong perubahan secara individual, hal ini hanya digunakan terbatas pada saat dimana situasi kurang tepat hadir. Bagaimanapun itu bukan obat yang menghilangkan semua masalah psikologis yang telah mengakar secara mendalam. Masalah-masalah mendalam tetap harus dilayani melalui intervensi terapi lebih intensif. Konseli usia remaja dirasa sudah bisa melihat din lewat cermin sastra dan literatur. Konseli usia remaja mungkin cenderung untuk merasionalisasi masalah mereka daripada yang mereka hadapi. Namun orang lain mungkin tidak dapat mentransfer wawasan ke dalam kehidupan nyata.
5.      Tahapan Bibliokonseling
Oslen (dalam Suparyo, 2010) menyarankan lima tahap penerapan bibliokonseling, baik dilakukan secara pribadi maupun kelompok meliputi:
a.    Pertama, awali dengan motivasi. Peneliti atau konselor dapat memberikan kegiatan pendahuluan, seperti permainan atau bermain peran, yang dapat mernotivasi konseli untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan treatment.
b.    Kedua, memberikan waktu yang cukup untuk membaca bahan-bahan bacaan yang telah disiapkan hingga selesai. Sebelumnya, peneliti/konselor sudah memahami benar bahan-bahan bacaan yang disediakan.
c.    Ketiga, Lakukan inkubasi. Peneliti/konselor memberikan waktu pada konseli untuk merenungkan dan merefleksi materi yang baru saja mereka baca.
d.   Keempat, tindak lanjut. Sebaiknya tindak lanjut dilakukan dengan metode diskusi. Melalui diskusi konseli mendapatkan ruang untuk saling bertukar pandangan sehingga memunculkan gagasan baru. Kemudian, peneliti/konselor membantu konseli untuk merealisasikan pengetahuan itu dalam hidupnya.
e.    Kelima, evaluasi. Sebaiknya evaluasi dilakukan secara mandiri oleh konseli. Hal ini dilakukan untuk memancing konseli memperoleh kesimpulan yang tuntas dan memahami arti pengalaman yang dialami.

B.  Karakter Jujur
1.      Hakikat Karekter Jujur
Jujur jika diartikan secara baku adalah mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai dengan kenyataan dan kebenaran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata jujur berarti tidak bohong, lurus hati, dapat dipercaya kata-katanya, tidak khianat. Jika seseorang berkata tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui suatu hal sesuai dengan apa adanya, maka orang tersebut dapat dinilai tidak jujur, menipu, mungkir, berbohong, munafik dan sebagainya. Jujur adalah suatu karakter yang berarti berani menyatakan keyakinan pribadi menunjukkan siapa dirinya.
Pengertian kejujuran menurut Zainuddin (2012:38), kejujuran merupakan perilaku yang dilaksanakan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Berdasarkan pendapat tersebut, menurut penelitian kejujuran adalah sikap yang ditunjukkan seseorang dalam kehidupan sehari-hari agar dapat dipercaya orang lain.Dalam arti lain kejujuran adalah mata uang yang berlaku di mana-mana yang antra lain, kejujuran adalah nilai kebaikan sebagai sifat positif yang akan diterima semua orang di manapun dan kapan pun berada. Jadi kejujuran adalah kebaikan yang bersifat universal (Pusat Bahasa Depdiknas, 2001:479).
Sehingga karakter jujur dapat diartikan sebagai cirikhas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu yang berkaitan dengan sikap benar dalam perkataan, perbuatan, dan respon yang dinampakkannnya. Menurut Kertajaya (dalam Wiyani, 2013), karakter jujur merupakan kepribadian yang dimiliki oleh individu yang ditinjau dari titik tolak etis atau moral. Sehingga orang yang memiliki karakter jujur akan terdorong untuk selalu bertindak, bersikap, berucap, dan merespons sesuatu sesuai dengan nilai-nilai atau prinsip-prinsip kejujuran.

2.      Faktor-faktor pemicu sikap tidak jujur pada anak
Menurut Zusnaini (2013:129) faktor-faktor pemicu ketidak jujuran pada antara lain:
a.       Kekuatan daya imajinasi
Anak memiliki daya imajinasi yang kuat. Seringkali anak menghayalkan kejadian-kejadian yang tidak nyata atau tidak beraturan. Misalkan anak menceritakan sebuah kejadian yang sebenarnya tidak pernah terjadi, dan menjadi realitas yang sesungguhnya. Bagi anak, mungkin cerita ini memberikan kepuasan tersendiri dan sebagai bentuk hiburan bagi dirinya.
b.      Rasa ingin memiliki
Anak seringkali tidak jujur karena adanya rasa ingin memiliki. Misalnya anak ingin memiliki mainan dan pakaian yang bagus sehingga anak mencuri.
c.       Rasa ingin menampakkan dan menarik perhatian
Seringkali anak ingin menjadi pusat perhatian sehingga menceritakan hal-hal yang belum pernah dia lakukan atau melebih-lebihkan cerita tentang suatu hal yang pernah dilakukannya.
d.      Karena tradisi atau panutan
Orang tua seringkali membohongi anak untuk suatu hal. Misalnya orang tua berkata akan mengajak anak jalan-jalan untuk membeli mainan, namun ternyata anak diajak ke dokter gigi. Sikap orang tua yang seperti ini yang akhirnya memunculkan sikap meniru ketidak jujuran pada diri anak.
e.       Menghindari hukuman
Anak seringkali berpura-pura sakit bila dia mendapatkan nilai yang rendah atau sekolah mengirimkan surat kepada orang tua agar dapat hadir ke sekolah karena kenakalannya. Hal ini semata-mata dilakukan oleh anak untuk menghindari hukuman.
f.       Ingin balas dendam
Seorang anak terkadang berbohong hanya karena ingin balas dendam kepada orang lain, misalnya seseorang mencoba untuk melimpahkan berbagai tuduhan kepada orang lain dengan berbagai macam alasan, sekalipun sebenrnya alasan tersebut tidak benar. Hal ini dilakukan anak karena merasa tidak mendapatkan persamaan dalam berinteraksi dengan beberapa temannya, hingga dia terdorong untuk balas dendam.
g.      Egois
Keinginan anak untuk dikabulkan seluruh keinginannya sehingga dia berkata bohong kepada orang tuanya agar dibelikan hal-hal yang diinginkannya.
3.      Cara- cara untuk membangun kejujuran:
Menurut Batubara (2012) ada 5 cara yang dapat dilakukan untuk membangun kejujuran:
a.       Pemahaman makna kejujuran
Proses pembelajaran yang dapat memberikan pemahaman makna kejujuran setidaknya mengandung 3 aspek, yaitu: a) penyampaian indikator kejujuran dengan jelas, b) mengajak peserta didik untuk menghayati makna kejujuran dan memikirkan mengapa ia harus berperilaku jujur, c) melakukan evaluasi dan refleksi kejujuran. Melalui pembelajaran semacam ini diharapkan peseta didik akan menjadi orang yang selalu berpikir setiap melakukan perbuatan apapun.
b.      Menciptakan iklim yang baik terhadap tumbuhnya sikap jujur. Teknik untuk menciptakan iklim yang baik adalah dengan menyediakan sarana pendukung tumbuhnya sikap jujur, seperti; kantin kejujuran, tempat penampung barang temuan, dan memberikan penghargaan yang tinggi kepada setiap orang yang telah beperilaku jujur dalam pengabdiannya.
c.       Keteladanan
Sebagian sifat jujur dan berbohong adalah hasil peniruan dari orang lain. Oleh karena itu, suatu komunitas pengelola pendidikan perlu memberikan pelayanan yang bebas dari benih-benih kebohongan dan menjunjung tinggi azas kejujuran.
d.      Membangun sikap terbuka
Suatu komunitas pendidikan semestinya membangun budaya keterbukaan di lembaga pendidikannya. Baik ia dalam hal laporan pertanggung jawaban anggaran kegiatan, teknik pelayanan sekolah, peraturan-peraturan sekolah, serta jalinan komunikasi antara pendidik, peserta didik, dan tenaga pendidik. Dengan membangun sikap keterbukaan ini diharapkan peserta didik merasa bahwa ia tidak dapat berbuat semaunya sendiri karena keberadaannya telah diikat oleh berbagai peraturan-peraturan tertentu.
e.       Tidak beraksi berlebihan dalam memberikan sanksi
Sanksi/ hukuman pelanggaran kejujuran harus dicantumkan dengan jelas dan rinci di dalam sebuah peraturan sekolah. Setiap sanksi tersebut juga harus disesuaikan dengan moral yang dianut di masyarakat. Selain itu hukuman yang diberikan hasrus setimpal dengan pelanggaran yang ia lakukan.

C.  Siswa Sekolah Dasar
1.      Hakikat Siswa Sekolah Dasar
Menurut Hurlock (2002) dalam psikologi perkembangan, usia peserta didik SD berada dalam periode late childhood (akhir masa kanak-kanak).  Mereka kira-kira berada dalam rentan usia antara enam/ tujuh tahun sampai tiba saatnya anak menjadi matang secara biologisnya pada sekitar usia tiga belas tahun. Periode ini ditandai dengan kondisi yang sangat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak.
Sigmund Freud (dalam Wiyani, 2013) memberi nama fase usia SD dengan nama fase latent. Fase ini terjadi saat dorongan-dorongan seakan-akan mengendap (latent), tidak menggelora seperti masa –masa sebelum dan sesudahnya. Periode SD dapat dirinci menjadi dua fase: (a) periode kelas-kelas rendah SD, yaitu umur 6/7 tahun sampai 9 tahun; (b) periode kelas-kelas tinggi SD, yaitu umur 9/10 tahun sampai 13 tahun.
2.      Perkembangan anak usia SD
Menurut Yusuf (2011:178) fase anak sekolah dasar ditandai denggan beberapa perkembangan baik perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor. Perkembnagan-perkembangan tersebut yaitu:
a.       Perkembangan Intelektual
Pada usia sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif seperti mambaca, menulis dan berhitung. Pada usia ini anak berada dalam masa operasi kongkret yang ditandai dengan tiga kemampuan kecakapan baru yaitu mengklasifikasikan (mengelompokkan), menyusun, dan mengasosiasikan (menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau bilangan. Selain itu pada masa ini anak sudah memiliki kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang sederhana, sehingga dapat menjadi dasar diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangakan pola pikir atau daya nalarnya.
b.      Perkembangan Bahasa
Usia sekolah dasar merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan mengusai perbendaharaan kata (vocabulary). Jumlah kata yang dikuasai anak SD sekitar 2.500 kata sampai 50.000 kata.
c.       Perkembangan Sosial
Pada usia sekolah dasar anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain). Anak dapat berminat dengan kegiatan-kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok (gang), dia tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya.
d.      Perkembangan Emosi
Anak sekolah dasar sudah mulai dapat mengatur emosinya karena mereka sudah mulai sadar bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat.
e.       Perkembangan Moral
Pada usia anak sekolah dasar, anak sudah dapatmengikuti pertautan atau tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan. Di samping itu, anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah atau baik buruk. Misalnya, dia memandang atau menilai bahwa perbuatan nakal, berdusta dan tidak hormat kepada orang tua adalah suatu yang salah dan buruk. Sedangkan perbuatan jujur, adil dan sikap hormat kepada orang tua dan guru merupakan suatu yang benar/ baik.
f.       Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebagai kelanjutan periode sebelumnya. Kualitas keagamaan anak akan sangat dipengaruhi oleh proses pembentukan atau pendidikan yang diterimanya.
g.      Perkembangan Motorik
Perkembnagn motorik pada masa  anak SD ini ditandai dengan gerakan yang terkoordinasi dengan baik, gerakannya selaras dengan kebutuhan atau minatnya, dan anak memiliki gerak yang lebih atau aktivitas motorik yang lincah.
3.      Ciri belajar anak usia SD
Menurut Wiyani (2013) anak usai SD memiliki tiga ciri belajar yang didasarkan pada perkembangan berpikirnya yaitu:
a.       Konkret
Kongkret mengandung makna proses belajar anak beranjak dari hal-hal yang konkret yaitu dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak-atik. Proses belajar dilakukan dengan titik-titik penekanan dan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilakan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai. Sebab, siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami sehingga lebih nyata, faktual, bermakna, dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
b.      Integratif
Pada anak usia SD anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan. Mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu. Hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif, dari hal yang umum ke bagian-bagian.
c.       Hierarkis
Pada tahapan usia SD, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar-materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi.

4.       Karakteristik Siswa Kelas IV SD
Masa anak-anak dapat dibagi menjadi dua, yaitu masa anak-anak awal dan masa anak-anak akhir. Masa anak-anak awal terjadi pada rentang usia antara dua sampai enam tahun, sedangkan masa anak-anak akhir terjadi pada rentang usia antara enam tahun sampai saatnya anak matang secara seksual. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa anak kelas IV SD berada dalam kategori masa anak-anak akhir.
Menurut Piaget (dalam Slavin, 2008) siswa kelas IV SD adalah siswa dengan rentang usia 9-10 tahun berada dalam fase operasional konkret . Pada fase ini anak dapat membentuk konsep, melihat hubungan, dan memecahkan masalah. Dengan demikian, pada siswa kelas IV SD pengembangan karakter jujur dengan menggunakan bacaan sudah sangat tepat.
Siswa kelas IV juga dapat disebut sebagai siswa yang duduk di kelas IV SD dan sudah menyelesaikan pendidikan di kelas I, II, dan III SD. Siswa kelas IV juga berada dalam jenjang SD kelas tinggi. Pada setahun atau dua tahun terakhir masa kanak-kanak (late childhood) ini, terjadi perubahan-perubahan pada pada anak. Perubahan tersebut meliputi perubahan fisik yang menonjol, yang dapat mengakibatkan perubahan sikap, nilai, dan perilaku. Hal ini terjadi karena menjelang berakhirnya periode ini, anak mempersiapkan diri secara fisik dan psikologis untuk memasuki masa remaja.            
Siswa kelas IV SD memiliki beberapa karakteristik yang menonjol baik dari segi fisik, pribadi-sosial maupun emosi. Pada segi fisik anak kelas  IV SD berada dalam periode pertumbuhan yang lambat dan relatif seragam sampai mulai terjadi perubahan-perubahan pubertas, kira-kira dua tahun sebelum anak secara seksual menjadi matang.
Pada segi pribadi-sosial anak memiliki beberapa kategori keterampilan, antara lain: (a) Keterampilan menolong diri yaitu anak sudah dapat melakukan kegiatan-kegiatan seperti mandi, berpakaian, makan, berdandan sendiri; (b) keterampilan menolong orang lain yaitu anak sudah dapat membantu meringankan beban orang lain seperti menyapu, mengosongkan tempat sampah, menghapus papan tulis; (c) keterampilan sekolah yaitu anak sudah mampu menulis, membaca, menggambar, melukis, membuat kerajinan tangan; (d) keterampilan bermain yaitu anak sudah dapat belajar berbagai keterampilan seperti melempar dan menangkap bola, naik sepeda.
Pada segi emosi anak sering mengalami emosi yang hebat. Meningginya emosi pada akhir masa anak-anak dapat disebabkan keadaan fisik dan lingkungan. Kalau anak sakit atau lelah, ia cenderung cepat marah, rewel, dan umumnya sulit dihadapi. Anak juga seringkali meningkat emosinya saat dia menghadapi lingkungan yang baru.
5.      Tugas Perkembangan Siswa Kelas IV SD
Pada masa kanak-kanak akhir, tugas perkembangan bukan lagi menjadi tanggung jawab orang tua seperti pada tahun-tahun prasekolah. Pada masa ini tugas perkembangan menjadi tanggung jawab guru. Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 2002) Pada Masa Kanak-kanak akhir, seorang anak memiliki beberapa tugas perkembangan, yaitu:
a.       Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang sedang tumbuh
b.      Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya
c.       Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari
d.      Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, tata dan tingkatan nilai
Dari beberapa tugas perkembangan yang telah disebutkan, peneliti menganggap bahwa siswa kelas IV SD membutuhkan sebuah intervensi yang tepat yang diberikan oleh guru ataupun konselor untuk membantunya mengembangkan beberapa aspek penting seperti sikap jujur.


BAB III
METODE PENELITIAN

A.      Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan eksperimen semu (Quasi-Experimental Research) tanpa kelas kontrol. Menurut Kardin; Alberto & Troutman; Alberto & Troutman (dalam Harmiyanto:2012) penelitian seperti ini menggunakan kasus tunggal (Single-Case Experimental Design) yang disingkat SCED.
Selain itu dalam penelitian ini digunakan metode one group pretest-post test design terhadap perilaku jujur siswa Kelas IV SDN Percobaan 1 Malang. Rancangan ini bertujuan untuk melihat pengaruh variabel bebas yakni bibliokonseling terhadap variabel terikat yakni karakter jujur dengan membandingkan kecenderungan perubahan skor variabel terikat sebelum dan sesudah pemberian treatment. Secara umum eksperimen dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian


  
Keterangan :
(S)                        = Kelompok yang diberi perlakuan (treatment)
(Y 1)        = Pre-test atau tes awal untuk mengetahui tingkat kejujuran siswa sebelum treatment
(X)           = Treatment ekperimen yang diberikan (pemberian bibliokonseling)
(Y 2)        = Post-test atau tes akhir untuk mengetahui tingkat kejujuran siswa setelah treatment

O1                                           X                                          O2
Model eksperimen pre-test dan post test dapat digambarakan sebagai berikut:
 


Gambar 3.2 Desain eksperimen (before-after). O1 nilai sebelum treatment dan O2 nilai sesudah treatment.

Berdasarkan Gambar 3.2 tersebut dapat diberikan penjelasan sebagai berikut. Eksperimen dilakukan dengan membandingkan hasil observasi O1 dan O2. O1 adalah karakter jujur awal yang dimiliki oleh siswa sebelum diberikan treatment berupa bibliokonseling, dan O2 adalah karakter jujur yang dimiliki oleh siswa setelah diberikan treatment berupa bibliokonseling.
Dalam Single-Case Experimental Design (SCED) mempersyaratkan assesment yang terus-menerus dan observasi terhadap tingkah laku yang diulang dalam beberapa kali dalam satu minggu. SCED menguji pengaruh treatment selama beberapa waktu (Alberto & Troutman; Alberto & Troutman, dalam Harmiyanto:2012).
Alasan peneliti menggunakan metode Single-Case Experimental Design (SCED) ini yaitu: (1) SCED dapat digunakan dalam penelitian yang memiliki jumlah eksperimen kecil; (2) SCED dapat digunakan untuk menguji ada tidaknya pengaruh treatment terhadap perubahan perilaku (Gay, dalam Harmiyanto:2012); (3) SCED dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan desain eksperimen tradisional. Data yang biasanya diuji berupa data kelompok, sedangkan dalam penelitian di bidang Bimbingan dan Konseling ditekankan pada perubahan individu (Legowo, dalam Harmiyanto:2012); (4) Sesuai dengan pekerjaan konselor yaitu menguji pengaruh pemberian layanan Bimbingan dan Konseling terhadap individu (Goldman, dalam Harmiyanto:2012).
B.       Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV-A SDN Percobaan 1 Malang yang memiliki skor karakter jujur yang kurang. Subjek didapatkan dari hasil Pre-test, yakni lima orang siswa dengan skor angket karakter jujur terendah. Kelima siswa tersebut kemudian diberikan treatment dengan menggunakan bibliokonseling berupa buku cerita pendek.  
C.      Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini ada dua variabel, yaitu satu variabel bebas an satu variabel terikat. Karena penelitian ini termasuk eksperimen, maka yang berperan sebagai variabel bebas adalah bibliokonseling, sedangkan untuk variabel terikatnya adalah karakter jujur. Jadi bibliokonseling dirancang dan dimanipulasi (kontrol secara sistematis) untuk meningkatkan karakter jujur siswa kelas IV SD.




D.      Prosedur Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti menggunakan prosedur penelitian yang terbagi dalam tiga tahap, yaitu:
1.      Tahap Persiapan
Tahap persiapan ini, peneliti melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a.       Menentukan subjek penelitian. Subjek dipilih berdasarkan hasil konsultasi peneliti dengan konselor atau pihak sekolah lainnya, serta sesuai dengan hasil pre-test. Atas dasar hasil konsultasi, peneliti menggunakan kelompok siswa dalam kelas IV SD yang sudah ada (tanpa diacak) sebagai subjek penelitian “Efektivitas Bibliokonseling untuk Mengembangkan Karakter Jujur bagi Siswa Kelas IV SDN Percobaan 1 Malang”.
b.      Pembuatan pedoman pelaksanaan treatment bibliokonseling. Setelah menetapkan subjek, peneliti membuat pedoman pelaksanaan treatment sebagai acuan pelaksanaan penelitian. Pedoman bibliokonseling yang dibuat juga bermanfaat sebagai pedoman pelaksanaan bibliokonseling bagi konselor atau guru yang ingin melaksanakan treatment yang serupa.
c.       Mengenali siswa kelas IV SD pada umumnya, dan khususnya pada subjek penelitian. Peneliti datang ke SDN Percobaan 1 lebih awal dari jadwal penelitian yang disepakati dengan pihak sekolah. Penelitian dilaksanakan pada siang hari setelah istirahat. Peneliti memanfaatkan waktu istirahat ini sebagai waktu observasi dan wawancara tidak terstruktur dengan subjek. Peneliti juga mencoba mengamati sikap subjek saat bersosialisasi dengan teman-temannya, terutama yang berkaitan dengan karakter jujur.
2.      Tahap Pelaksanaan
Langkah-langkah konkrit dari prosedur pemberian treatment adalah sebagai berikut:
a.       Menyiapkan ruangan dan perlengkapan yang digunakan dalam pemberian treatment dengan bibliokonseling untuk subjek penelitian.
b.      Peneliti menjelaskan pengertian, maksud, dan tujuan dilaksanakannya bibliokonseling secara singkat dan jelas agar dapat dimengerti oleh subjek.
c.       Peneliti mengajak subjek berdiskusi mengenai pengalaman-pengalaman mereka berkaitan dengan karakter jujur. Diskusi yang dilakukan lebih seperti sharing of experience, hal ini dilakukan untuk mengetahui pengalaman dan pemahaman awal subjek mengenai karakter jujur. Tema diskusi yang dilakukan juga disesuaikan dengan tema buku cerita yang diberikan. Pada treatment pertama hal yang didiskusiakan adalah berkaitan dengan tema tidak mencontek, sedangkan treatment kedua berkaitan dengan tema tidak mencuri, dan treatment yang ketiga mengenai tema tidak berbohong.
d.      Peneliti mengajak subjek membaca buku cerita yang telah dibagikan. Teman buku cerita yang diberikan pada setiap treatment berbeda-beda, hal ini disesuaikan dengan jadwal treatment yang telah dibuat. Pada treatment pertama buku cerita yang diberikan adalah berkaitan dengan tema tidak mencontek, sedangkan treatment kedua berkaitan dengan tema tidak mencuri, dan treatment yang ketiga mengenai tema tidak berbohong.

e.       Diskusi untuk yang kedua kalinya. Berbeda dengan diskusi yang pertama yang ingin mengetahui pengetahuan awal subjek tentang karakter jujur, diskusi yang kedua ini lebih ditekankan pada pembahasan isi cerita, pesan-pesan dalam cerita yang dipahami oleh masing-masing subjek setelah membaca cerita pendek yang ada di dalam buku.
f.       Subjek diminta untuk memerankan tokoh-tokoh dan alur cerita sesuai dengan yang disajikan dalam buku cerita jujur yang dibagikan. Hal ini bertujuan untuk memperdalam pemahan dan sebagai model (contoh) perilaku bagi subjek mengenai karakter jujur.
g.      Subjek diminta untuk mengisi angket refleksi setiap peneliti selesai memberikan treatment. Angket refleksi tersebut berisi tentang pertanyaan-pertanyaan mengenai refleksi isi, refleksi diri dan komitmen subjek setelah mendapatkan treatment bibliokonseling untuk mengembangkan karakter jujur.
h.      Setelah tiga kali treatment dilaksanakan, untuk selanjutnya peneliti membagikan angket post-test. Angket post-test berisi pernyataan-pernyataan mengenai karakter jujur, yang juga terdapat pada angket pre-test yang telah dibagikan sebelum pemberian treatment. Angket post-test ini berfungsi sebagai alat ukur karakter jujur yang dimiliki subjek setelah diberikan treatment. Hasil akhir dari angket post-test ini berupa skor kejujuran yang dimiliki subjek.
i.        Selama semua proses pelaksanaan treatment ini berlangsung, peneliti melakukan observasi proses yang pada akhirnya digunakan sebagai data pendukung berupa deskripsi hasil penelitian.
3.      Tahap Analisis Data
Pada tahap analisa data, peneliti memasukkan data yang diperoleh untuk selanjutnya diperoleh hasil penelitian mengenai efektivitas bibliokonseling untuk mengembangkan karakter jujur bagi siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang. Indikator efektivitas bibliokonseling untuk mengembangkan karakter jujur bagi siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang dengan membandingkan skor pre-test dan post-test.
E.       Instrumen Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan bibliokonseling dalam mengembangkan karakter jujur. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan instrumen penelitian yang sesuai.
1.      Penyusunan Instrumen
Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah angket karakter jujur. Titik tolak penyusunan instrumen adalah variabel yang ditetapkan untuk diteliti. Variabel yang akan diteliti adalah karakter jujur. Dari variabel tersebut diberikan devinsi operasionalnya, dan selanjutnya ditentukan indikator yang akan diukur. Dari indikator, kemudian dijabarkan menjadi butir-butir pernyataan. Untuk lebih jelasnya maka peneliti menyajikan kisi-kisi instrumen yang berisi variabel, indikator dan deskriptor sebagai berikut:

Tabel 3.1 Kisi-kisi jabaran variabel kejujuran siswa kelas IV SD
Variabel
Indikator
Deskriptor
Nomor Butir
Favo-rable
Unfavo-rable
1
2
3
4
5
Karakter Jujur (Honesty Character)
1.Mengerjakan sendiri tugas-tugas akademik-nya tanpa meminta bantuan ataupun dibantu
orang lain, terutama saat ujian. (Not Cheating)
a.    Mengerjakan soal ujian secara mandiri
1, 33
28
b.    Mengumpulkan tugas yang dibuatnya secara mandiri
-
25,
c.    Menghindari sikap meniru sebagian atau seluruhnya
karya orang dengan sama persis dan mengakui sebagai karyanya sendiri
7
16,30
d.  Fokus saat mengerjakan ujian dan tidak melirik jawaban teman
4,
10,13, 19
e.  Tidak menggunakan  catatan yang tidak sah saat ujian
-
22,32
2.  Berkata apa adanya tanpa menambah-nambahi  atau berkata sesuai kenyataan (Not Lying)
a.   Mengakui apa yang sebenarnya sudah/ belum dilakukan tanpa adanya unsur
pembelaan diri (tidak melakukan penyangkalan)

9, 12, 18, 27
b.  Membuat pernyataan yang sesuai dengan  kenyataan tanpa melebih-lebihkan  atau mengurangi  kenyataan
6, 21,24
15
c.  Membicarakan fakta sesuai dengan situasi dan keadaannya tanpa berniat mencari perhatian (tidak mengarang cerita membuat tuduhan palsu)




3,
Lanjutan Tabel 3.1
1
2
3
4
5

3.  Mengambil barang orang lain  dengan seizin pemiliknya serta  membayar barang  yang dibeli sesuai  dengan barang yang  diambil (Not Stealing)
a.    Meminta izin saat ingin  meminjam  atau mengambil barang milik teman
5, 14
17, 29
b.    Makan bekal teman saat sudah dipersilahkan oleh pemiliknya
2
23
c.    Mengambil barang secara benar sesuai dengan uang yang diberikan saat membeli di kantin sekolah
8
26
d.   Menyerahkan barang yang ditemukan di lorong sekolah kepada pusat penemuan barang
11
20

Instrumen karakter jujur berisi 33 butir pernyataan. Acuan yang digunakan dalam menentukan panjang dan pendeknya interval dalam alat ukur tersebut adalah dengan menggunakan Skala Guttman, dimana peneliti meminta jawaban yang tegas dari subjek yaitu “Ya-Tidak”.
2.      Ujicoba Instrumen
a.       Validitas Instrumen
Cara yang digunakan untuk mencari validitas instrumen adalah dengan menggunakan teknik validitas konstruk. Instrumen yang berupa angket karakter jujur yang telah disusun, dikonsultasikan baik dengan dosen pembimbing I maupun dosen pembimbing II. Setelah memperoleh saran dan masukan dari kedua dosen pembimbing, peneliti melakukan revisi sesuai masukan yang ada. Selanjutnya peneliti mengkonsultasikan kembali kepada dosen pembimbing, untuk mengetahui apakah revisi yang telah dilakukan sudah sesuai dengan yang dimaksud oleh kedua dosen pembimbing.
Item awal berjumlah 50 butir, setelah dilaksanakan analisis validasi konstruk, terdapat sebanyak 33 butir item yang dinyatakan valid. Dengan adanya angket karakter jujur yang telah memenuhi validasi konstruk ini, kegiatan eksperimen benar-benar dapat dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan.
b.      Reliabilitas Instrumen
Data skor karakter jujur yang terkumpul menggunakan teknik angket karakter jujur kemungkinan dapat terjadi kesalahan. Untuk meyakinkan apakah data yang terkumpul itu benar reliabel, maka observasi terhadap setiap subjek penelitian dilakukan secara individual.
F.       Validasi Media Bibliokonseling
Media bibliokonseling yang digunakan dalam penelitian ini berupa buku cerita bergambar tentang karakter jujur. Media ini dikembangkan oleh peneliti sendiri dalam bentuk 3 buku seri jujur yang masing-masing berjudul: (1)  Aku Anak Jujur, Aku Tidak Mencontek, (2) Aku Anak Jujur, Aku Tidak Mencuri, (3) Aku Anak Jujur, Aku Tidak Berbohong.
Untuk mengetahui bahwa media yang dikembangkan oleh peneliti ini memenuhi syarat-syarat ketepatan, kegunaan, kelayakan dan kemenarikan maka validasi media bibliokonseling perlu dilaksanakan. Validasi produk ini dilakukan dengan uji coba produk yang dilaksanakan oleh ahli isi, bahasa, dan media.

1.    Validitas Teoritis
Pada validasi teorotis dibagi menjadi dua tahap uji coba, yaitu uji coba tahap pertama (uji ahli) dan uji coba tahap kedua (uji coba calon pengguna produk). Dalam uji coba tahap pertama ini uji coba dilakukan untuk memperoleh penilaian, sasaran, tanggapan, kritik atau masukan dari ahli yang dapat digunakan sebagai dasar perbaikan produk sebelum dilaksanakan uji tahap kedua (uji calon pengguna produk).
2.    Persyaratan Penguji Ahli
a.    Ahli Isi/Materi
Ahli isi atau materi disini adalah orang yang menguasai isi atau materi, umumnya ahli materi ini berasal dari perguruan tinggi juga bisa dari guru BK sendiri dan telah berpengalaman dan mengerti mengenai materi konten yang akan disajikan, biasanya ahli materi telah memiliki pengalaman mengenai BK minimal lima tahun dan minimal telah selesai menempuh pendidikan SI BK. Ahli materi pada penelitian pengembangan ini adalah dari dosen BK Universitas Negeri Malang. Tugas dari ahli materi adalah menilai isi materi yang terdapat di dalam bibliokonseling berupa buku cerita untuk mengembangkan karakter jujur bagi siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang.
b.    Ahli Media
Ahli media disini adalah adalah orang yang memiliki pengalaman dalam membuat media, biasanya telah memiliki pengalaman selama lima tahun atau lebih di bidang media yang dapat digunakan untuk media BK  serta  minimal telah selesai menempuh pendidikan SI pada bidang pendidikan. Ahli media disini adalah dosen Bimbingan dan Konseling yang mengampu mata kuliah media BK Universitas Negeri Malang.
c.    Ahli Bahasa
Ahli bahasa adalah orang yang menguasai pengetahuan mengenai tata bahasa baik secara bentuk penelitian serta penggunaan kosa kata yang sesuai bagi subjek penelitian yaitu siswa kelas IV SD. Ahli bahasa yang dimaksud adalah orang yang telah memiliki pengalaman selama lima tahun atau lebih di bidang bahasa, minimal telah selesai menempuh pendidikan SI pada bidang pendidikan. Ahli bahasa disini adalah dosen Bahasa dan Sastra Indonesia dan  mengampu mata kuliah Sastra Indonesia di  Universitas Negeri Malang.
3.     Aspek Penilaian Uji Ahli
Bibliokonseling yang disusun oleh peneliti memasukkan beberapa aspek, yaitu:
a.    Ketepatan à Memenuhi syarat teoritis
b.    Kegunaan à Dapat meningkatkan karakter jujur siswa
c.    Kelayakan à Kemudahan dan kepraktisan (efisiensi waktu, dana, dan tenaga konselor)
d.   Kemenarikan à Tampilan fisik
Dalam setiap pernyataan pada skala penilaian tersebut mempunyai gradasi skala 1-4. Skala pengukuran yang digunakan adalah Skala Likert berbentuk checklist. Dalam Setiap angka memiliki makna sebagai berikut:

   0 – 1      = Tidak Tepat / Tidak Berguna/ Tidak Layak/ Tidak Menarik
1,1 – 2      = Kurang Tepat/ Kurang Berguna/ Kurang Layak/ Kurang Menarik
2,1 – 3      = Tepat/ Berguna/ Layak/ Menarik
3,1 – 4      = Sangat Tepat/ Sangat Berguna/ Sangat Layak/ Sangat Menarik
4.    Teknik Analisis Data Berdasarkan Beberapa Aspek Produk
Menjumlahkan skor penilaian ketiga ahli (isi, bahasa, dan media) untuk pernyataan-pernyataan pada aspek kegunaan, sehingga diperoleh total skor untuk aspek kegunaan. Skor total kemudian dibagi 3 untuk mengetahui skor rata-rata dan hasilnya diinterpretasikan sesuai kriteria penggolongan skor aspek kegunaan bibliokonseling.
a.   Aspek ketepatan
Pada aspek ketepatan terdapat 6 butir pernyataan yang masing-masing memiliki gradasi 1-4. Untuk menentukan pembuatan kriteria tersebut dilakukan langkah-langkah berikut:
§  Melihat skor makasimal
§  Melihat skor minimal
§  Menghitung beda skor maksimal dan minimal
§  Menentukan interval untuk mendapatkan 4 kriteria
Berdasarkan skor tersebut maka skor minimal 6x1=6, dan maksimal 6x4=24, interval 24-6:4= 18:4= 4,5



Tabel 3.2 Kriteria Penggolongan Skor Aspek Ketepatan Bibliokonseling
Penggolongan Skor
Kriteria
19,6 – 24
15,1 – 19,5
10,6 – 15
6 – 10,5
Sangat Tepat
Tepat
Kurang Tepat
Tidak Tepat

b.   Aspek Kegunaan
Pada aspek kegunaan terdapat 3 butir pernyataan yang masing-masing memiliki gradasi 1-4.
Berdasarkan skor tersebut maka skor minimal adalah 3x1=3, skor maksimal 3x4=12, interval 12-3:4= 9:4= 2,25
Tabel 3.3 Kriteria Penggolongan Skor Aspek Kegunaan Bibliokonseling
Penggolongan Skor
Kriteria
9,76 – 12
7,6 – 9,75
5,26 – 7,5
3 – 5,25
Sangat berguna
Berguna
Kurang Berguna
Tidak Berguna

c.  Aspek Kelayakan
Pada aspek kegunaan terdapat 3 butir pernyataan yang masing-masing memiliki gradasi 1-4. Berdasarkan skor tersebut maka skor minimal adalah 3x1=3, skor maksimal 3x4=12, interval 12-3:4= 9:4= 2,25
Tabel 3.4 Kriteria Penggolongan Skor Aspek Kelayakan Bibliokonseling
Penggolongan Skor
Kriteria
9,76 – 12
7,6 – 9,75
5,26 – 7,5
3 – 5,25
Sangat Layak
Layak
Kurang Layak
Tidak Layak



d.  Aspek kemenarikan
Pada aspek kemenarikan terdapat 3 butir pernyataan yang masing-masing memiliki gradasi 1-4. Berdasarkan skor tersebut maka skor minimal 3x1=3, dan maksimal 3x4=12, interval 12-3:4= 9:4= 2,25
Tabel 3.5 Kriteria Penggolongan Skor Aspek Kemenarikan Bibliokonseling
Penggolongan Skor
Kriteria
9,76 – 12
7,6 – 9,75
5,26 – 7,5
3 – 5,25
Sangat Menarik
Menarik
Kurang Menarik
Tidak Menarik

G.      Pengumpulan Data
1.      Langkah-langkah Pengumpulan data
            Pengumpulan data dilaksanakan melalui tiga tahapan, a) Tahap persiapan, b) Tahap menyeleksi subjek, c) Tahap pelaksanaan eksperimen. Tahap-tahap tersebut diuraikan secara rinci sebagai berikut:
a.       Tahap persiapan
Tahap persiapan dilakukan dengan cara menyiapkan instrumen penelitian dan menyusun RPLBK.
b.      Tahap pemilihan subjek
Subjek dipilih berdasarkan hasil konsultasi peneliti dengan konselor atau pihak sekolah lainnya, serta sesuai dengan hasil pre-test. Atas dasar hasil konsultasi, peneliti menggunakan kelompok siswa dalam kelas IV SD yang sudah ada (tanpa diacak) sebagai subjek penelitian “Efektivitas Bibliokonseling untuk Mengembangkan Karakter Jujur bagi Siswa Kelas IV SDN Percobaan 1 Malang”.
c.       Tahap pelaksanaan eksperimen
Eksperimen diawali dengan penyerahan surat ijin penelitian pada tanggal 01 November 2013 di TU SDN Percobaan 1 Malang. Setelah itu peneliti di terima oleh pihak sekolah dan melakukan observasi sekaligus wawancara dengan calon subjek yakni kelas IV-A yang telah ditunjuk oleh pihak guru dan kepala sekolah pada tanggal 04 November 2013.
Pada tanggal 08 November 2013, peneliti melakukan penyebaran angket pre-test kepada seluruh siswa kelas IV-A SDN Percobaan 1 Malang, sesuai dengan petunjuk guru kelas untuk subjek penelitian. Selanjutnya peneliti menganalisis hasil pre-test tersebut dan mengambil lima orang siswa dengan nilai pre-test kejujuran terendah. Kelima orang siswa tersebut kemudian diberikan treatment berupa buku cerita pendek (bibliokonseling) guna meningkatkan karakter kejujurannya.
Buku cerita yang diberikan antara lain berjudul Farid Kalah Lomba, Menemukan Dompet di Jalan, dan Buah Kebohongan Edo.  Pemberian treatment tersebut berlangsung selama tiga hari yaitu mulai tanggal 12 November 2013 sampai tanggal 14 November 2013. Setiap selesai melakukan treatment peneliti juga memberikan format refleksi isi cerita dan refleksi diri yang harus diisi oleh subjek. Selain itu juga dilaksanakan diskusi dan juga memainkan peran dalam cerita oleh subjek sendiri. Akhirnya Akhirnya untuk mengukur terjadi perubahan atau tidaknya karakter jujur pada kelima siswa tersebut, peneliti memberikan angket post-test.
2.      Jadwal Pengumpulan Data
            Dalam pelaksanaannya, penelitian ini juga memerlukan penyusunan jadwal penelitian yang disesuaikan dengan jadwal kegiatan belajar dan mengajar di sekolah siswa yang dijadikan subjek penelitian. Adapun jadwal penelitian yang telah disusun sebagai berikut:
Tabel 3.6 Jadwal kegiatan penelitian
No
Uraian kegiatan
Waktu Pelaksanaan
1.
Menyerahkan surat ijin penelitian dari Fakultas Ilmu Pendidikan kepada Kepala Sekolah serta menyesuaikan jadwal penelitian dengan jadwal kelas yang bersangkutan
01 November 2013
2.
Masuk kelas yang akan diteli dan mengajukan beberapa wawancara singkat dengan calon responden
04 November 2013
3.
Pre-test
08 November 2013
4.
Pertemuan 1
12 November 2013
5.
Pertemuan 2
13 November 2013
6.
Pertemuan 3
14 November 2013
7.
Post-test
15 November 2013

H.      Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses pengolahan data yang telah terkumpul dari seluruh subjek maupun sumber data lain. Tujuannnya adalah untuk memperoleh hasil penelitian. Berhubung penelitian ini menggunakan Single-Case Experimental Design (SCED), maka analisis data dilakukan secara individual. Data dari masing-masing subjek penelitian direkam secara terpisah.
Adapun teknik analisis data yang digunakan untuk menguji efektivitas bibliokonseling untuk meningkatkan karakter jujur kepada lima siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang yang terpilih berdasarkan fase sebelum treatment dan setelah treatment adalah teknik statistik dengan formula sebagaimana yang dikemukakan oleh Goodwin & Coastes (dalam Harmiyanto, 2012) sebagai berikut:
Besarate – Postrate     x 100%  =  Persentase Change
        Baserate

Gambar 3.3 Formula Statistik untuk menghitung efektivitas bibliokonseling untuk meningkatkan karakter jujur

Interpretasi hasil penelitian digunakan kriteria bahwa pengubahan karakter dinyatakan berhasil jika perilaku jujur siswa naik tidak kurang dari 50% (Goodwin & Coasters, dalam Harmiyanto:2012).
Dalam setiap intepretasi hasil penelitian, peneliti juga menggunakan skala pengukuran Skala Likert. Jumlah skor yang dikumpulkan subjek setelah mengisi angket karakter jujur dikelompokkan dalam 3 kategori, seperti yang tersaji pada tabel berikut ini:Terdapat 33 butir pernyataan yang masing-masing memiliki gradasi 1-3. Berdasarkan skor tersebut maka skor minimal adalah 33x1=33, skor maksimal 33x3=99, interval 99-33:3=22
Tabel 3.7 Kriteria Penggolongan Skor Karakter Jujur
Penggolongan Skor
Kriteria
78 – 99
56 – 77
33 – 55




BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Sajian Data
Tahap lanjutan setelah penetapan metode penelitian adalah pelaksanaan penelitian. Sebelum penjelasan mengenai pelaksanaan penelitian tersebut, peneliti terlebih dahulu menyajikan data hasil uji ahli produk yang dieksperimenkan. Hal tersebut dilakukan karena produk yang dieksperimenkan merupakan hasil karya peneliti sendiri dan harus diketahui ketepatan, kegunaan, kelayakan, kemenarikannya.
1.      Data Hasil Uji Produk
Data hasil uji produk ini dilakukan oleh tiga orang ahli. Masing-masing adalah penguji produk bibliokonseling bidang bahasa yakni oleh  Karkono, S.S., M.A. Penguji produk bibliokonseling bidang isi yakni oleh Dr. Blasius Boli Lasan, M.Pd. Penguji produk bibliokonseling bidang media yakni oleh Dra. Ella Faridati Zen, M.Pd. Data hasil uji produk bibliokonseling, diuraikan sebagai berikut:







Tabel 4.1 Penilaian Uji Ahli Aspek Ketepatan Bibliokonseling
No
Pernyataan-pernyataan
Skor Rata-Rata
Kriteria
1.
Ketepatan serial Bibliokonseling pada siswa kelas IV SD
3,3
Tepat
2.
Ketepatan tujuan Bibliokonseling untuk meningkatkan pemahaman tentang karakter jujur pada siswa kelas IV SD
3
Tepat
3.
Ketepatan uraian konsep yang disajikan di dalam kumpulan cerita bibliokonseling untuk meningkatkan pemahaman tentang karakter jujur siswa kelas IV SD
4
Sangat Tepat
4.
Ketepatan gambar untuk masing-masing seri cerita bibliokonseling untuk meningkatkan pemahaman tentang karakter jujur siswa kelas IV SD
3
Tepat
5.
Kebakuan bahasa yang digunakan dalam seri cerita bibliokonseling
2,67
Kurang Tepat
6.
Ketepatan bahasa dalam seri cerita bibliokonseling untuk meningkatkan pemahaman tentang karakter jujur dengan tingkat perkembangan siswa kelas IV SD
3
Tepat
Jumlah Skor Rata-Rata
18,97
Tepat


Tabel 4.2 Penilaian Uji Ahli Aspek Kegunaan Bibliokonseling
No
Pernyataan-pernyataan
Skor Rata-Rata
Kriteria
1.
Manfaat serial bibliokonseling untuk memenuhi kebutuhan siswa kelas IV SD tentang pemahaman karakter jujur
4
Sangat Bermanfaat
2.
Manfaat serial bibliokonseling untuk menambah wawasan siswa kelas IV SD tentang karakter jujur
4
Sangat Bermanfaat
3.
Manfaat serial bibliokonseling untuk membantu tugas konselor/ guru dalam peningkatan karakter jujur siswa kelas IV SD
3.67
Bermanfaat
Jumlah Skor Rata-Rata
11,67
Sangat Bermanfaat







Tabel 4.3 Penilaian Uji Ahli Aspek Kelayakan Bibliokonseling
No
Pernyataan-pernyataan
Skor Rata-Rata
Kriteria
1.
Kemudahan memahami serial bibliokonseling
3,3
Layak
2.
Efisiensi dana yang diperlukan dalam penggunaan media bibliokonseling
3
Layak
3.
Efisiensi penggunaan tenaga dalam penggunaan media bibliokonseling
3.3
Layak
Jumlah Skor Rata-Rata
9,6
Layak

Tabel 4.4 Penilaian Uji Ahli Aspek Kemenarikan Bibliokonseling
No
Pernyataan-pernyataan
Skor Rata-Rata
Kriteria
1.
Kemenarikan desain buku cerita dalam serial bibliokonseling
3,67
Menarik
2.
Kemenarikan tampilan gambar dan warna dalam serial bibliokonseling
3,3
Menarik
3.
Kemenarikan alur cerita yang disajikan
4
Sangat Menarik
Jumlah Skor Rata-Rata
10,97
Sangat Menarik

Dari sajian data tersebut diatas dapat dinyatakan bahwa Media Bibliokonseling yang telah dikembangkan oleh peneliti sebagai media yang dieksperimenkan telah memenuhi aspek-aspek ketepatan, kegunaan, kelayakan dan kemenarikan.
2.      Hasil Pelaksanaan Penelitian
Setelah melihat hasil uji produk, selanjutnya adalah penyajian data hasil pelaksanaan penelitian. Dalam penelitian ini dapat diperoleh data-data yang diharapkan ataupun yang berhubungan dengan penelitian. Data yang dihasilkan tersebut selanjutnya dapat diolah dan dianalisis sesuai kebutuhan. Berikut diuraikan mengenai penyajian analisis data hasil penelitian.
Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan melalui metode dan instrumen pengumpul data seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Pengumpulan data dilakukan dengan instrumen angket yang terlebih dahulu telah dilakukan pengujian validitas dan reliabilitasnya, yakni angket karakter jujur siswa kelas IV-A SDN Percobaan 1 Malang.
Angket karakter jujur bagi siswa ini diberikan kepada subjek 1 (satu) kelas IV-A SDN Percobaan 1 Malang, Tahun Ajaran 2013-2014. Pemberian angket ini dilakukan dalam dua periode, yakni periode pra treatment (pre-test) yang diberikan kepada siswa seluruh kelas, dan periode paska treatment (post-test) yang diberikan kepada 5 orang siswa yang terpilih sebagai subjek penelitian.
Pengumpulan data pre-test dilakukan pada tanggal 08 November 2013,  pada 39 siswa kelas IV-A di SDN Percobaan 1 Malang. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh data mengenai skor tingkat kejujuran siswa, sehingga selanjutnya dapat diidentifikasi 5 siswa yang memiliki tingkat kejujuran dengan skor terendah. Hasil pengumpulan data pre-test dapat dilihat pada lampiran.
Hasil pre-test menunjukkan fakta bahwa hampir sebagian besar siswa kelas ini memiliki tingkat kejujuran sangat tinggi. Hanya 5 orang siswa yang memiliki skor kejujuran rendah dan 2 siswa lainnya memiliki skor kejujuran tinggi. Hal ini menjadi dilema untuk siswa kelas IV-A tersebut. Jika seluruh kelas bisa mengoptimalkan skor kejujurannya tentu akan lebih baik lagi.


Tabel 4.5 Data siswa dengan skor kejujuran terendah
No
Nama Inisial
Skor
Kategori
1.
ADS
47
Rendah
2.
MWAA
47
Rendah
3.
AZS
45
Rendah
4.
IZ
45
Rendah
5.
MMZ
43
Rendah

Data tersebut pada tahap selanjutnya dijadikan dasar dalam pengambilan subjek penelitian, yaitu sebanyak 5 (lima) siswa yang memiliki tingkat kejujuran sangat terendah. Kelima siswa tersebut adalah subjek yang diberikan treatment bibliokonseling untuk meningkatkan karakter jujur.
Setelah pemberian treatment bibliokonseling untuk meningkatkan karakter jujur, berikutnya dilakukan pengumpulan data kembali periode kedua (post-test). Data post-test ini diperlukan untuk mengetahui kisaran meningkatnya skor tingkat kejujuran siswa, terutama pada lima siswa yang menjadi subjek.
Pengumpulan data post-test yang dilaksanakan pada tanggal 15 November 2013 dilakukan kepada lima orang siswa subjek menghasilkan data skor tingkat kejujuran siswa sebagai berikut:
Tabel 4.6 Data hasil post-test siswa
No.
Nama Inisial
Skor
Kategori
1.
ADS
95
Sangat Tinggi
2.
MWAA
95
Sangat Tinggi
3.
AZS
95
Sangat Tinggi
4.
IZ
91
Sangat Tinggi
5.
MMZ
89
Sangat Tinggi

      Data mengenai hasil pre-test dan post-test diatas berguna untuk mengamati perbedaan skor antara sebelum dengan sesudah pemberian treatment bibliokonseling. Dengan mengamati perbedaan skor tersebut, dapat diketahui perbandingan skor dan perkembangan keberhasilan untuk meningkatkan karakter jujur siswa kelas IV SDN Percobaan Malang.
Tabel 4.7 Perbandingan skor pre-test dan post-test
No.
Nama Inisial
Pre-test
Post-test
Skor
Kategori
Skor
Kategori
1.
ADS
47
Rendah
95
Sangat Tinggi
2.
MWAA
47
Rendah
95
Sangat Tinggi
3.
AZS
45
Rendah
95
Sangat Tinggi
4.
IZ
45
Rendah
91
Sangat Tinggi
5.
MMZ
43
Rendah
89
Sangat Tinggi

B. Analisis Hasil Penelitian
Data-data yang telah disajikan dalam bahasan sebelumnya merupakan hasil pelaksanaan kegiatan pengumpulan data yang telah dilakukan. Data tersebut selanjutnya dianalisis untuk mengetahui hasil-hasil yang ditemukan dalam penelitian. Hal ini dilakukan karena apabila tejadi kealpaan dalam pengumpulan data akan dapat mengakibatkan kesalahan pula dalam penarikan kesimpulan penelitian (hipotesis).
Pengujian terhadap kebenaran hipotesis yang telah ditentukan, seperti telah dikatakan pada bab terdahulu menggunakan teknik analisis Single-Case Experimental Design yang disingkat SCED. Melalui penggunaan tes tanda ini, maka akan dilakukan analisis diantara dua kondisi yang berlainan, yaitu kondisi sebelum pemberian treatment (pre-test) dan kondisi sesudah pemberian treatment (post-test). Berikut uraian analisis tersebut:


  1. Analisis hasil pre-test dan post-test
Seperti telah dikatakan dalam bahasan terdahulu bahwa kegiatan pengumpulan data dilakukan dalam dua kali waktu, yaitu pra pemberian treatment konseling (pre-test) dan pasca pemberian treatment konseling kelompok (post-test). Melalui dua waktu pengumpulan data tersebut diperoleh pula dua hasil data yang berbeda.
Pengumpulan data pre-test yang dilaksanakan pada tanggal 08 November 2013 pada 39 siswa yang menghasilkan fakta bahwa hampir sebagian besar subjek tersebut memiliki tingkat kejujuran yang tinggi. Hal ini didasarkan pada jumlah siswa yang memiliki tingkat kejujuran yang kurang sebanyak 5 siswa serta yang memiliki tingkat kejujuran yang sedang sebanyak 2 siswa. Dari sini peneliti mengambil 5 siswa dengan skor terendah.
Data yang didapatkan dalam pre-test juga mengindikasikan sejumlah siswa sebagai subjek penelitian. Sejumlah lima orang siswa terindikasi memiliki tingkat kejujuran rendah. Fakta ini didasarkan pada hasil skor angket mereka yang berkategori rendah. Siswa yang diinisialkan tersebut adalah ADS, MWAA, AZS, IZ, MMZ.
Pengumpulan data yang kedua dilakukan sesudah pemberian treatment (post-test) dan dilaksanakan pada tanggal 15 November 2013. Berbeda dengan pengumpulan data pre-test, pengumpulan data post-test ini hanya dilakukan kepada lima orang siswa diatas saja sebagai subjek penelitiannya. Hal ini untuk mengetahui perbedaan skor mereka dalam dua kondisi tersebut. (Lihat tabel 4.7)
Didasarkan pada data yang dhasilkan pada pengumpulan data pre-test dan pengumpulan data post-test, maka selanjutnya dapat dilakukan analisis data . Adapun teknik analisis data yang digunakan untuk menguji efektivitas bibliokonseling untuk meningkatkan karakter jujur kepada lima siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang yang terpilih berdasarkan fase sebelum treatment dan setelah treatment adalah teknik statistik dengan formula sebagaimana yang dikemukakan oleh Goodwin & Coastes (dalam Harmiyanto, 2012) sebagai berikut:
Besarate – Postrate     x 100%  =  Persentase Change
        Baserate

Gambar 3.3 Formula Statistik untuk menghitung efektivitas bibliokonseling untuk meningkatkan karakter jujur

Sesuai dengan formula yang disajikan di atas dapat ditampilkan perbandingan hasil analisis data pre-test dan data post test sekaligus sebagai interpretasi hasil penelitian. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, interpretasi menggunakan kriteria pengubahan karakter dinyatakan berhasil jika perilaku jujur siswa naik tidak kurang dari 50% (Goodwin & Coasters, dalam Harmiyanto:2012). Interpretasi hasil penelitian dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut:


Tabel 4.8 Interpretasi Hasil Penelitian Pengembangan Karakter Jujur dengan menggunakan media bibliokonseling
No.
Nama Inisial
Skor  Pre-test
Skor Post-test
Persentase Perubahan
Interpretasi
1.
ADS
47
95
50,5 %
Efektif
2.
MWAA
47
95
50,5 %
Efektif
3.
AZS
45
95
52,6 %
Efektif
4.
IZ
45
91
50,5 %
Efektif
5.
MMZ
43
89
51,6 %
Efektif

Tabel 4.8 diatas menunjukkan bahwa bibliokonseling dapat memberikan perubahan skor karakter jujur. Perubahan skor yang semula masuk dalam kategori rendah menjadi kategori sangat tinggi dengan persentase perubahan rata-rata lebih dari 50%. Interpretasi tersebut sekaligus membuktikan bahwa bibliokonseling efektif digunakan untuk mengembangkan karakter jujur siswa kelas IV di SDN Percobaan 1 Malang.
C.    Pengujian Hipotesis
Mengacu pada kriteria yang dikemukakan oleh (Goodwin & Coasters, dalam Harmiyanto:2012) bahwa bibliokonseling dikatakan berhasil atau efektif jika skor karakter jujur meningkat tidak kurang dari 50%. Berdasarkan perhitungan persentase perubahan skor karakter jujur dari masing-masing subjek penelitian ternyata semuanya meningkat lebih dari 50%. Secara rinci dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.      Subjek ADS
Pada saat pre-test jumlah skor ADS adalah 47,  sedangkan pada post-test meningkat menjadi 95, atau terjadi peningkatan sebanyak 48.  Karena peningkatan skor pre-test ke post-test sebesar 50,5% atau lebih besar dari 50%, maka perlakuan dinyatakan efektif. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa bibliokonseling dengan menggunakan cerita pendek efektif untuk mengembangkan karakter jujur siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang diterima.
2.      Subjek MWAA
Pada saat pre-test jumlah skor MWAA adalah 47,  sedangkan pada post-test meningkat menjadi 95, atau terjadi peningkatan sebanyak 48.  Karena peningkatan skor pre-test ke post-test sebesar 50,5% atau lebih besar dari 50%, maka perlakuan dinyatakan efektif. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa bibliokonseling dengan menggunakan cerita pendek efektif untuk mengembangkan karakter jujur siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang diterima.
3.      Subjek AZS
Pada saat pre-test jumlah skor AZS adalah 45,  sedangkan pada post-test meningkat menjadi 95, atau terjadi peningkatan sebanyak 55.  Karena peningkatan skor pre-test ke post-test sebesar 52,6% atau lebih besar dari 50%, maka perlakuan dinyatakan efektif. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa bibliokonseling dengan menggunakan cerita pendek efektif untuk mengembangkan karakter jujur siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang diterima.
4.      Subjek IZ
Pada saat pre-test jumlah skor IZ adalah 45,  sedangkan pada post-test meningkat menjadi 91, atau terjadi peningkatan sebanyak 46.  Karena peningkatan skor pre-test ke post-test sebesar 50,5% atau lebih besar dari 50%, maka perlakuan dinyatakan efektif. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa bibliokonseling dengan menggunakan cerita pendek efektif untuk mengembangkan karakter jujur siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang diterima.
5.      Subjek MMZ
Pada saat pre-test jumlah skor MMZ adalah 43,  sedangkan pada post-test meningkat menjadi 89, atau terjadi peningkatan sebanyak 46.  Karena peningkatan skor pre-test ke post-test sebesar 51,6% atau lebih besar dari 50%, maka perlakuan dinyatakan efektif. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa bibliokonseling dengan menggunakan cerita pendek efektif untuk mengembangkan karakter jujur siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang diterima.

 BAB V
PEMBAHASAN
A.  Hasil analisis secara individual
Penelitian ini juga tidak dapat mengesampingkan peran serta dari kelima individu siswa yang dijadikan subjek penelitian. Oleh karenanya, perlu juga adanya analisis secara individual terhadap mereka. Berikut disajikan uraian mengenai hasil analisis secara individual tersebut selama pemberian treatment bibliokonseling untuk mengembangkan karakter jujur pada siswa kelas IV di SDN Percobaan 1 Malang:
1.      Subjek berinisial ADS
a.  Cerita Farid Kalah Lomba
§  Saat membaca cerita Farid Kalah Lomba, ADS tampak tenang dan serius. Dia juga nampak meresapi isi cerita sampai akhirnya dia selesai membaca paling terakhir.
§  Saat refleksi berlangsung ADS menjawab beberapa pertanyaan namun tidak seaktif teman-temannya. Dia nampaknya adalah anak pendiam dibanding semua teman-temannya, namun ketika dimintai pendapat ADS menjawabnya dengan bagus.
§  Saat mengisi angket refleksi isi cerita dan refleksi diri ADS mengisinya dengan mandiri. ADS berkomitmen mengerjakan tugas-tugasnya sendiri dan ketika dia mengetahui teman yang mencontek dia tidak akan menjauhi teman itu.

b.  Cerita Menemukan Dompet di Jalan
§  Di hari kedua ini ADS nampak lebih rileks dari hari sebelumnya. ADS membaca cerita Menemukan Dompet di Jalan dengan serius dan antusias. Seperti hari sebelumnya ADS selalu menyelesaikan membaca cerita paling akhir. Dia terlihat begitu menikmati isi ceritanya, beberapa kali matanya mengerjab-ngerjab.
§  Saat diskusi mengenai isi buku, ADS nampak lebih aktif dari hari sebelumnya. ADS menjawab lebih banyak pertanyaan dari sebelumnya dengan tersenyum riang bersama teman-temannya.
§  Selanjutnya saat mengisi Angket refleksi ADS mengerjakan semuanya sendiri dan berkomitmen ingin mencontoh perilaku jujur Dito dan dia akan melaporkan temannya yang ketahuan mengambil barang orang lain tanpa ijin kepada guru. ADS juga ikut serta memerankan tokoh istri pak burhan saat permainan peran sebagai model isi cerita oleh siswa yang diteliti.
c.  Cerita Buah Kebohongan Edo.
§  Di hari terakhir penelitian ADS nampak semakin lebih baik dan rileks. ADS membaca dengan riang dan memberikan pendapat-pendapat serta menjawab dengan tepat.
§  ADS juga mengisi bukunya secara Refleksi dirinya secara mandiri dan berkomitmen untuk tidak berbohong lagi. ADS juga menjelaskan bahwa dia tidak suka dengan anak yang suka berbohong. 

2.      Subjek berinisial MWAA
a.  Cerita Farid Kalah Lomba
§  MWAA termasuk anak yang aktif. Saat membaca cerita Farid Kalah Lomba. Dia beberapa kali membolak balik cerita dan gambar pada buku. MWAA memilih membaca dengan santai dan kadang-kadang tersenyum ketika membaca potongan kalimat cerita.
§  Saat diskusi mengenai isi cerita, MWAA beberapa kali ditertawakan teman-temannya karena salah pengucapan nama tokoh. Namun secara keseluruhan MWAA aktif dalam diskusi dan memberikan pendapatnya.
§  Saat mengisi angket refleksi isi cerita dan refleksi diri, MWAA mengerjakan secara mandiri dan bertanya kepada peneliti jika dia tidak memahami maksud kalimat. Di refleksi ini MWAA berkomitmen akan mengerjakan tugasnya sendiri namun boleh dibantu orang tua kalau tidak bisa. Dia juga menceritakan pengalamannya saat kelas 3 ketika dia malas belajar dan akhirnya mendapatkan nilai jelek.
b.  Cerita Menemukan Dompet di Jalan
§  Di hari kedua MWAA nampak lebih bersemangat dan rileks. Dia sempat melihat cover buku cerita Menemukan Dompet di Jalan dan suka dengan salah satu gambar ekspresi tokoh Ayah saat sedang kaget. Dengan segera MWAA membaca buku tersebut dan menyelesaikan membacanya pada urutan ke empat.
§  Saat diskusi mengenai isi buku dengan lantang MWAA menjawab berebut dengan teman-temannya yang lain yang juga antusias. MWAA memiliki jawaban yang berbeda dari teman-teman yang lainnya namun dia mengungkapkannya dengan agak ragu-ragu. Jawaban-jawaban MWAA sangat logis sesuai dengan kondisi dirinya sendiri.
§  Saat mengisi angket refleksi MWAA mengerjakannya secara mandiri. MWAA berkomitmen untuk berbuat jujur seperti tokoh Dito.
§  MWAA juga sangat meresapi perannya sebagai tokoh Ayah saat kelompok melakukan praktek cerita.
c.  Cerita Buah Kebohongan Edo.
§  Di hari terakhir penelitian MWAA nampak semakin lebih baik dan rileks. MWAA membaca dengan riang dan memberikan pendapat-pendapat serta menjawab dengan tepat.
§  MWAA juga mengisi bukunya secara Refleksi dirinya secara mandiri dan berkomitmen untuk tidak akan berbohong. MWAA memilih untuk membiarkan teman-temannya berbohong namun MWAA sendiri berkomitmen untuk tidak berbohong.
3.      Subjek berinisial AZS
a.  Cerita Farid Kalah Lomba
§  AZS membaca cerita dengan judul Farid Kalah Lomba dengan tekun. Kadang-kadang dia tersenyum dan memanggil temannya untuk melihat gambar-gambar yang menurutnya menarik.
§  Saat diskusi mengenai cerita, AZS nampak aktif dengan menjawab beberapa pertanyaan dan juga bertanya
§  Selanjutnya saat AZS mengisi angket refleksi bacaan dan refleksi diri setelah membaca cerita, dia nampak mengerjakan sendiri pekerjaannya tanpa bertanya kepada teman-temannya. Dari angket refleksi ceita Farid Kalah Lomba ini nampak AZS berkomitmen tidak akan mencontek. Dia juga tidak akan menjauhi temannya yang suka mencontek dan akan membantunya dengan belajar bersama (bukan dalam memberikan contekan saat UTS).
b.  Cerita Menemukan Dompet di Jalan
§  AZS nampak lebih antusias di hari kedua ini. AZS dengan tersenyum membaca cerita Menemukan Dompet di Jalan. Seperti hari sebelumnya AZS selalu selesai pertama kali saat membaca cerita.
§  Disaat berdiskusi mengenai isi buku AZS dengan antusias menjawab pertanyaan yang disajikan dan menyumbangkan pendapat-pendapatnya ketika diminta memberikan pendapat.
§  Saat mengisi angket refleksi AZS mengerjakannya dengan santai. AZS juga nampak beberapa kali bergurau dengan teman-temannya. AZS berkomitmen bahwa dia akan menjadi anak jujur seperti tokoh Dito. AZS juga berkomitmen tidak akan menjauhi temannya yang suka mengambil barang milik orang lain yang bukan haknya atau tanpa seizin pemiliknya dan menegur temannya jika dia mengetahuinya.
§  Disaat AZS diminta memerankan tokoh ibu sebagai pemodelan cerita dia nampak melakukannya dengan baik sesuai dengan isi cerita.
c.  Cerita Buah Kebohongan Edo.
§  Di hari terakhir penelitian AZS nampak semakin lebih baik dan rileks. AZS membaca dengan riang dan memberikan pendapat-pendapat serta menjawab dengan tepat.
§  AZS juga mengisi bukunya secara Refleksi dirinya secara mandiri dan berkomitmen untuk tidak akan membohongi temannya. Ketika menemui teman yang suka berbohong, AZS memilih untuk melaporkannya ke guru dan tidak menjauhi temannya tersebut.
4.      Subjek berinisial IZ
a.  Cerita Farid Kalah Lomba
§  IZ membaca buku cerita dengan wajah datar. Dia tidak tersenyum juga tidak terlihat cemberut atau bosan. Namun matanya tidak lepas dari buku cerita Farid Kalah Lomba. Dia membacanya secara tekun sampai akhir cerita buku.
§  Saat diskusi mengenai isi cerita, IZ menjawab dengan suara pelann dan ragu-ragu. Namun secara keseluruhan IZ selalu menjawab dan memberikan pendapatnya ketika diminta.
§  Saat mengisi angket refleksi, IZ memilih tempat menyendiri dan mengisinya dengan jawaban-jawaban yang sesuai dengan pendapatnya. Di angket refleksi ini IZ menceritakan pengalamannya dulu ketika masih sekolah di Bali, bahwa dia pernah mencontek dan ketahuan gurunya. IZ Berkomitmen mengerjakan semua tugas-tugasnya sendiri.
b.  Cerita Menemukan Dompet di Jalan
§  Di hari kedua IZ nampak lebih rileks dan aktif. IZ membaca cerita Menemukan Dompet di Jalan dengan bersemangat. Beeberapa kali dia tertawa melihat gambar yang tersaji dalam buku cerita.
§  Saat diskusi IZ lebih aktif dari hari sebelumnya. IZ memberikan banyak pendapat dan jawaban.
§  Saat mengisi angket refleksi seperti hari sebelumnya IZ memilih tempat menyendiri. Dia mengerjakan angket tersebut secara mandiri. Terlihat saat dia berfikir matanya melirik ke arah kiri dan bibirnya sedikit menggumam seperti mengingat-ingat sesuatu. Di refleksi ini IZ menuliskan pengalamannya menemukan kartu di Game Zone saat sedang di Nusa Dua Bali. IZ juga berkomitmen akan mengembalikan barang yang ditemukannya.
4.3  Cerita Buah Kebohongan Edo.
§  Di hari terakhir penelitian IZ nampak semakin lebih baik dan rileks. IZ membaca dengan riang dan memberikan pendapat-pendapat serta menjawab dengan tepat.
§  IZ juga mengisi bukunya secara Refleksi dirinya secara mandiri dan berkomitmen untuk tidak berbohong lagi. Namun IZ memilih menjauhi teman yang suka berbohong karena dulunya IZ pernah memiliki pengalaman dibohongi oleh teman-temannya.

5.      Subjek berinisial MMZ
a.  Cerita Farid Kalah Lomba
§  MMZ membuka buku cerita dengan agak malas. Namun ketika MMZ mulai membaca halaman pertama dan melihat gambar-gambarnya dia tampak antusias dengan cerita Farid Kalah Lomba.
§  Saat sesi diskusi MMZ sangat aktif berpendapat. MMZ juga menjawab semua pertanyaan.
§  Ketika mengisi Refleksi isi dan refleksi diri setelah membaca cerita, MMZ memilih mengerjakannya bersama dengan teman-teman yang lainnya. Cukup lama jawabannya kosong. Beberapa kali juga dia melirik jawaban temannya, namun setelah peneliti periksa jawabannya sangat berbeda dengan milik temannya. MMZ berkomitmen akan mengerjakan tugas-tugasnya secara mandiri dan tidak akan menjauhi teman-temannya yang ketahuan mencontek, karena menurut MMZ temannya tersebut pasti akan bisa berubah belajar giat. MMZ juga menceritakan pengalamannya yang pernah mencontek saat ulangan.
b.  Cerita Menemukan Dompet di Jalan
§  Di hari kedua MMZ semakin aktif dari hari sebelumnya. MMZ sangat suka dengan gambar ekspresi tokoh ayah pada cover buku cerita Menemukan Dompet di Jalan. Dengan semangat MMZ buru-buru membaca cerita-ceritanya.
§  Saat diskusi seperti hari sebelumnya MMZ selalu aktif menjawab dan berpendapat. Dia juga menceritakan kemungkinan-kemungkinan akibat mengambil barang milik orang lain tanpa ijin sesuai versinya (tidak ada di buku cerita).
§  Saat mengisi angket refleksi, seperti biasa MMZ mengerjakannya bersama teman-temannya. MMZ menyelesaikan angket refleksinya paling terakhir. Dalam angket refleksi tersebut MMZ berkomitmen akan mengembalikan barang yang bukan miliknya.
c.  Cerita Buah Kebohongan Edo.
§  Di hari terakhir penelitian MMZ nampak semakin lebih baik dan rileks. MMZ membaca dengan riang dan memberikan pendapat-pendapat serta menjawab dengan tepat.
§  MMZ juga mengisi bukunya secara Refleksi dirinya secara mandiri dan berkomitmen untuk tidak berbohong akan berbohong lagi kepada teman-temannya. Dia merasa benci kepada teman yang suka berbohong sehingga MMZ memilih untuk tidak berbohong.

B.   Pembahasan Hasil Penelitian
Pada bahasan terdahulu telah banyak disinggung mengenai tujuan dari penelitian ini yakni menguji keefektifan bibliokonseling untuk mengembangkan karakter jujur siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang. Oleh karenanya, penelitian telah memfokuskan diri pada usaha pencarian jawaban terhadap hasil pengujian-pengujian tersebut.
Hasil-hasil analisis yang terdapat pada penelitian ini dipandang cukup membantu dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai keefektifan bibliokonseling untuk mengembangkan karakter jujur siswa kelas IV-A SDN Percobaan 1 Malang. Analisis penelitian mencoba membandingkan hasil yang diperoleh pada pengumpulan data sebelum (pre-test) dan hasil yang diperoleh pada pengumpulan data sesudah pemberian treatment konseling kelompok kognitif-perilaku tersebut (post-test).
Analisis penelitian menunjukkan data bahwa kondisi awal tingkat kejujuran pada kelompok eskperimen adalah rata-rata rendah. Setelah kelompok eksperimen diberi treatment berupa cerita pendek, terjadi perubahan tingkat kejujurannya. Skor angket karakter jujur siswa kelas IV-A SDN Percobaan 1 Malang, sesudah pemberian treatment lebih tinggi daripada skor angket sebelum pemberian treatment. Data yang berarti terdapat perbedaan skor angket karakter jujur siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang pada masa pre-test dengan masa post-test ini menunjukkan pula mengenai adanya dampak yang diperoleh subjek pasca pemberian treatment menggunakan bibliokonseling.
Bibliokonseling dapat diartikan sebagai suatu kegiatan mengintervensi pemikiran individu dengan menggunakan suatu bacaan, sehingga setelah membaca bacaan tersebut, individu dapat mendapatkan informasi baru dan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Sharck and Engels (dalam Lasan:1997) bibliokonseling adalah bimbingan belajar yang membantu individu secara mandiri untuk memahami diri dan lingkungan, belajar dari lingkungan, dan menemukan solusi dari permasalahan.
Melalui bibliokonseling, disajikan informasi yang dibutuhkan atau sesuai dengan permasalahan, yaitu yang berkaitan dengan kesadaran akan kejujuran. Dengan mengetahui informasi yang ada dalam bacaan, individu dapat membentuk tingkah lakunya secara umum, dan secara khusus membentuk sikap dan kesadarannya.
Bahan bacaan yang diberikan berfungsi mengalihkan orientasi dan memberikan pandangan-pandangan positif sehingga menggugah kesadaran. Dalam penelitian ini, kelompok eksperimen diberikan cerita pendek yang bertema kejujuran, cerita tersebut memberikan poandangan-pandangan dan situasi baru yang dapat membuat pembaca berfikir kritis.
Lewat membaca, individu bisa mengenali dirinya. Informasi dan pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan membaca menjadi masukan untuk masalahnya. Saat membaca pembaca menginterpretasikan jalan pikiran penulis, menerjemahkan symbol dan huruf ke dalam kata dan kalimat yang memiliki makna tertentu. Kelompok eksperimen membaca dan mengkritisi situasi yang terjadi dalam cerita, kemudian merefleksikan situasi tersebut dan mencocokkan dengan kehidupan sehari-hari.
Penggunaan bibliokonseling dianggap efektif dalam pengembangan kesadaran akan kejujuran menutrut Brammer dan Shortrom (1982). Intervensi bibliokonseling dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan, yaitu intelektual, sosial, perilaku, dan emosional.
Pertama pada tingkat intelektual, individu memperoleh pengetahuan tentang perilaku yang dapat memecahkan masalah. Dengan bacaan, individu memperoleh wawasan tentang keanekaragaman manusia dengan berbagai nilai-nilai kehidupan. Melalui bahan bacaan siswa mengidentifikasikan diri dengan karakter yang ada dalam cerita yang dibaca. Siswa dapat menganalisis nilai-nilai moral, mengkritisi kejadian tersebut sehingga muncul pemikiran yang kritis dalam menanggapi situasi yang ada dalam cerita, sehingga terjadi proses pembentukan kesadaran diri, meningkatkan konsep diri dan memperbaiki penilaian pribadi sosial. Hasilnya adalah perbaikan perilaku, kemampuan untuk menangani dan memahami masalah kehidupan yang penting meningkatkan kesdaran kejujuran. Semua dapat dilakukan melalui identifikasi bahan bacaan yang sesuai dengan tema.
Kedua, di tingkat sosial, individu dapat mengasah kepekaan sosialnya. Individu dapat melampaui bingkai referensinya melalui imajinasi orang lain. Teknik ini dapat menguatkan pola-pola sosial, budaya, menyerap nilai kemanusiaan dan saling memiliki. Pada tahap ini siswa dapat merasakan kejadian yang terjadi dalam situasi tertentu, misalnya akibat berbohong, mereka yang ketahuan berbohong mendapatkan hukuman, akan merasa tidak tenang, merasa dikucilkan. Sehingga hal tersebut mendorong keyakinan moral siswa yang berpusat pada kemauan untuk melakukan kejujuran.
Ketiga, tingkat perilaku individu akan mendapatkan kepercayaan diri untuk membicarakan masalah-masalah yang sulit didiskusikan akibat perasaan takut, malu dan bersalah. Lewat membaca, individu di dorong untuk membaca tanpa perasaan malu akibat rahasia telah terbongkar. Pada  tahap ini siswa diajak untuk merefleksikan isi bacaan, baik refleksi diri maupun refleksi diri. Refleksi meliputi pemahaman tentang tokoh, baik tokoh yang berkarakter positif maupun yang negatif, nilai-nilai normal yang dapat dipelajari. Sehingga dengan membaca, dapat meningkatkan kesadaran untuk bersikap jujur.
Keempat, pada tingkatan emosional, individu dapat terbawa perasaannya dan mengembangkan kesadaraan menyangkut wawasan emosional. Melalui tahap ini, siswa menjadi terlibat secara emosional dalam cerita pendek yang dibaca. Pada proses ini, siswa dapat mengeluarkan emosi-emosi yang selama ini dipendam dan dapat meringankan beban pikiran.
Kesimpulan bibliokonseling efektif untuk mengembangkan karakter jujur dapat juga dilihat dalam proses yang dilakukan. Pertama, menyiapkan bacaan yang bertema kejujuran. Persiapan bacaan sangat penting dalam menentukan keberhasilan bibliokonseling. Dalam penelitian ini, proses pemilihan bacaan dilakukan dengan cara mengobservasi dan mempelajari buku pelajaran kelas IV dan mencoba memahami bahasa dan minat siswa kelas IV SD. Bacaan disesuaikan dengan siswa yang diberi treatment. Ada tiga cerita yang digunakan dalam bibliokonseling ini, yaitu: Farid Kalah Lomba, Menemukan Dompet di Jalan, dan Buah Kebohongan Edo.
Bacaan-bacaan tersebut termasuk bacaan imajinatif. Bahan bacaan imajinatif atau kreatif merujuk pada presentasi perilaku manusia dengan cara dramatis. Kategori ini meliputi novel, puisi, cerita pendek, dan sandiwara. Penghayatan atas pengalaman orang lain. Dalam proses penghayatan pembaca secara simultan sekaligus terpisah.
Dalam tiga cerita yang diberikan semua memiliki inti yang sama, yaitu mengembangkan karakter jujur. Dalam setiap cerita, terdapat situasi-situasi atau pembahasan yang berkaitan dengan kejujuran. Sehingga siswa dapat berfikir bagaimana menghadapi situasi tersebut. Siswa mendapatkan pengalaman untuk berfikir secara kritis melalui bacaan yang dibaca. Dalam setiap cerita yang diberikan, terdapat alur dan permasalahan yang berbeda pula. Sehingga penyelesaian dan pemikiran kritis para siswa dapat menanggapi juga akan berbeda antara cerita yang satu dengan cerita lainnya.
Begitu pula dalam mendiskusikan cerita, tanggapan dari kelompk eksperimen antara satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Dalam diskusi mereka memberikan pandangan-pandangan atau tanggapan yang berkaitan dengan isi cerita, selain itu mereka juga memberikan pandangan jika berada dalam situasi tersebut. Dalam diskusi ini kelompok eksperimen saling memberikan pendapat. Peneliti membantu melalui pernyataan reflesksi yang bisa menggali kesadaran akan kejujuran para siswa. Melalui bantuan pertanyaan, diskusi yang dilakukan semakin menghasilkan pandangan-pandangan yang kreatif. Dengan demikian, banyak informasi yang didapat dan dapat menjadi pengalaman baru bagi kelompok eksperimen. Kelompok eksperimen memiliki pengetahuan baru mengenai karakter jujur dalam keseharian. Mereka juga berkomitmen untuk berperilaku jujur.
Dalam pelaksanaan treatment bibliokonseling, subjek secara keseluruhan terlihat menikmati buku bacaan yang disajikan serta rangkaian kegiatan yang disajikan oleh peneliti. Mereka juga terbuka mengenai pengalaman-pengalamannya berkaitan dengan kejujuran. Inti dari pelaksanaan treatment ini anak bisa memperoleh pengetahuan baru yang dapat merubah sikapnya dengan menggunakan buku bacaan.
C.   Kelemahan Penelitian
Dalam penelitian yang dilakukan terdapat beberapa kelemahan yaitu:
1.    Tidak ada kelompok kontrol
Peneliti melakukan pengawasan dan pengontrolan pada saat pemberian treatment. Tetapi tidak menutup kemungkinan di luar pemberian treatment kelompok eksperimen mendapat pengaruh dari variabel lain yang tidak terkontrol dan diluar pengawasan peneliti, karena pemberian treatment dilakukan secara berjangka dalam kurun waktu dua minggu dan peneliti juga tidak mungkin melakukan pengawasan secara terus menerus.
Jadi, dapat disimpulkan peningkatan kesadaran akan kejujuran kemungkinan tidak hanya terjadi karena adanya pemberian treatment, yaitu berupa teknik bibliokonseling dengan menggunakan cerita pendek, tetapi juga bisa terjadi karena adanya faktor lain diluar pengawasan pengontrolan peneliti.
2.    Tidak ada alat/ Skala untuk mengukur kejujuran di setiap pertemuan
Dalam penelitian ini peneliti tidak menggunakan alat ukur untuk melihat adanya peningkatan pada setiap pertemuan. Sehingga peneliti tidak mengetahui adanya perubahan peningkatan perilaku jujur. Pengukuran hanya dilakukan pada awal penelitian dan akhir penelitian, yaitu pretest dan post test.


 BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari penelitian di SDN Percobaan 1 Malang, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Karakter jujur subjek sebelum diberikan treatment menggunakan bibliokonseling dengan cerita pendek masuk dalam kategori rendah. Hal ini terbukti dari hasil skor angket yang telah diisi oleh subjek, yang rata-rata jumlah skornya 45.
2.      Karakter jujur subjek sesudah diberi treatment menggunakan bibliokonseling dengan cerita pendek meningkat. Jumlah hasil skor angket yang telah diisi oleh subjek, yang rata-rata yang semula jumlah skornya 45 menjadi rata-rata 93. Jumlah 93 masuk dalam kategori sangat tinggi.
3.      Teknik bibliokonseling efektif untuk mengembangkan karakter jujur. Hal tersebut dapat dilihat pada pensekoran yang naik rata-rata lebih dari 50%. Sesuai dengan rumus yang telah dijabarkan dalam bab 3, maka interpretasi hasil penelitian dinyatakan berhasil jika perilaku jujur siswa naik lebih dari 50% (Goodwin & Coasters, dalam Harmiyanto:2012).





B.  Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa hal yang sebaiknya ditindak lanjuti:
1.      Dalam mengaplikasikan teknik ini, peneliti harus mempersiapkan bacaan yang sesuai dengan karakteristik siswa kelas IV SD, cerita harus menarik, serta waktu pelaksanaan kegiatan bibliokonseling harus kontinyu.
2.      Diharapkan menggunakan analisis data time series agar pengontrolan kenaikan kesadaran akan kejujuran untuk setiap treatment lebih mudah dilihat.
3.      Diharapkan terdapat pemodelan (ilustrasi) cerita yang dilakukan oleh subjek sendiri sehingga treatment yang diberikan melalui bacaan lebih bisa melekat pada subjek..
4.      Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya, peneliti menggunakan kelompok kontrol dan menyiapkan pertanyaan refleksi yang lebih mendalam dan kritis sebagai stimulus untuk siswa.





Comments

Popular Posts