Skirpsi Efektivitas Bibliokonseling untuk Mengembangkan Karakter Jujur Siswa Kelas IV di SDN Percobaan 1 Malang
ABSTRAK
Munawaroh, Iin.
2013.
Efektivitas
Bibliokonseling untuk Mengembangkan Karakter Jujur Siswa Kelas IV di SDN
Percobaan 1 Malang. Skripsi, Jurusan Bimbingan
dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Dra.Elia Flurentin, M.Pd. (II)
Drs. Harmiyanto,
M.Pd.
Kata
kunci: Bibliokonseling,
karakter jujur, siswa SD
Bibliokonseling adalah
suatu kegiatan mengintervensi pemikiran individu dengan menggunakan suatu
bacaan. Setelah membaca bacaan tersebut, individu dapat mendapatkan informasi
baru dan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak sekali
manfaat dari bibliokonseling dalam bidang pendidikan, tetapi tidak banyak
kalangan tahu mengenai manfaat bibliokonseling tersebut terutama untuk
mengembangkan karakter jujur pada siswa sekolah dasar. Berkaitan dengan itu,
maka diperlukan pembahasan mengenai bibliokonseling tersebut.
Penelitian ini
dilaksanakan dengan tujuan mengetahui efektivitas bibliokonseling untuk mengembangkan
karakter jujur pada siswa kelas IV di SDN Percobaan 1 Malang.
Metode penelitian
menggunakan rancangan penelitian kuantitatif. Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan menggunakan one
group pre-test post-test. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan teknik penyebaran angket, wawancara dan observasi. Instrumen yang
digunakan untuk pengumpulan data adalah angket karakter jujur. Bibliokonseling
yang digunakan sebagai treatment, ditulis dan didesain dalam bentuk buku
cerita bergambar oleh peneliti sendiri. Peneliti kemudian melaksanakan uji
produk kepada tiga ahli yaitu ahli bahasa, ahli isi, dan ahli media.
Bibliokonseling berupa buku cerita yang dikembangkan oleh peneliti berjudul:
(1) Aku Anak Jujur, Aku Tidak Mencontek,
(2) Aku Anak Jujur, Aku Tidak Mencuri, (3) Aku Anak Jujur, Aku Tidak Berbohong.
Analisis
data menggunakan teknik statistik dengan formula persentase change
dengan melihat perubahan skor pre-test dan post-test setelah
diberikan treatment. Media yang digunakan sebagai treatment adalah
cerita pendek tentang kejujuran yang dikembangkan oleh peneliti sendiri.
Berdasarkan
hasil analisis data tersebut, diperoleh simpulan hasil penelitian yaitu bibliokonseling
efektif untuk mengembangkan karakter jujur siswa kelas IV SDN Percobaan 1
Malang. Hal ini ditunjukkan dengan skor angket karakter jujur yang diisi oleh
subjek yang rata-rata meningkat lebih dari 50%.
Peneliti
mengajukan beberapa saran yang perlu dipertimbangkan sebagai berikut: (1) Dalam
mengaplikasikan teknik ini, peneliti harus mempersiapkan bacaan yang sesuai
dengan karakteristik siswa kelas IV SD, cerita harus menarik, serta waktu
pelaksanaan kegiatan bibliokonseling harus kontinu (2) Diharapkan menggunakan
analisis data time series agar pengontrolan kenaikan kesadaran akan
kejujuran untuk setiap treatment lebih mudah dilihat, (3) Diharapkan
terdapat pemodelan (ilustrasi) cerita yang dilakukan oleh subjek sendiri
sehingga treatment yang diberikan melalui bacaan lebih bisa melekat pada
subjek, (4) Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya, peneliti menggunakan
kelompok kontrol dan menyiapkan pertanyaan refleksi yang lebih mendalam dan
kritis sebagai stimulus untuk siswa.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
mengenai Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa, “Pendidikan nasional
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”. Dari pernyataan yang tercantum dalam Undang-Undang Sisdiknas tersebut
sudah sangat jelas menggambarkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah tercapainya karakter anak
bangsa.
Menurut Kemdiknas (2010), saat ini pembangunan karakter anak bangsa memang
sedang menjadi fokus di dunia pendidikan khususnya di Indonesia. Keseriusan
pemerintah dalam pembangunan karakter itu tercermin dalam rancangan kurikulum
yang memuat beberapa nilai karakter. Ada delapan belas nilai karakter yang akan
dikembangkan, yaitu:
relegius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai
prestasi, bersahabat atau komunikatif,
cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab
Nilai-nilai karakter memang sudah sepatutnya dikembangkan
seiring berkembangpesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Meningkatnya
kompetensi manusia dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dengan
sendirinya disertai oleh peningkatan kebaikan yang ada di hati manusia. Berbagai kasus yang tidak sejalan dengan etika, moralitas,
sopan santun, atau perilaku yang menunjukkan rendahnya karakter telah
sedemikian marak dalam masyarakat. Lebih memprihatinkan lagi perilaku tersebut
tidak sedikit ditunjukkan oleh orang-orang yang terdidik. Seperti kasus korupsi
yang dilakukan oleh beberapa pejabat negara yang memiliki latar pendidikan
formal yang bagus, pelecehan gerakan solat yang dilakukan oleh beberapa siswa
di SMA 2 Toli-toli pada maret 2013 lalu yang vidionya tersebar melalui
youtube.com, serta berbagai kasus lain yang membuktikan bahwa pendidikan kurang
berhasil dalam membentuk karakter yang baik.
Karakter menurut Kertajaya (dalam Wiyani, 2013) adalah
ciri khas yang dimiliki oleh individu. Ciri khas tersebut asli dan mengakar
pada kebribadian individu, serta merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana
seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu. Menurut kamus
psikologi, karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau
moral, misalnya kejujuran pada diri individu.
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, jujur berarti (1) lurus hati; tidak berbohong (berkata apa adanya);
(2) tidak curang (misalnya dalam permainan, dengan mengikuti aturan yg berlaku;
(3) tulus dan ikhlas.
Dari pengertian tersebut jujur pada diri siswa dapat
dilihat dari tiga aspek antara lain suatu sikap tidak mencontek, tidak
berbohong, dan tidak mencuri, yang terlihat hasil skor yang dimilikinya dari
angket kejujuran yang diisi siswa.
Sebagai contoh suatu kasus yang dapat mengungkapkan
pentingnya pengembangan sikap jujur pada siswa adalah kasus yang sempat gempar
saat Ujian Nasional tahun 2011 yang dimuat dalam media kompas.com yakni
mengenai Nyonya Siami, ibu pelapor contek masal di SDN Gadel II Surabaya. Dalam
kasusnya Ny Siami mendapat laporan dari Alif anaknya, bahwa guru di sekolahnya
meminta untuk memberikan contekan kepada teman-temannya saat ujian nasional.
Kasus ini membuktikan bahwa nilai kejujuran pada diri anak sudah tidak
diperhatikan lagi demi kepentingan lembaga. Alhasil banyak anak yang tumbuh
tanpa adanya nilai kejujuran.
Karakter jujur berperan penting dalam kehidupan manusia.
Jujur menjadi simbol utama berjalannya kehidupan yang teratur dan tenang.
Seorang yang jujur tidak akan merugikan orang lain. Jujur juga menjadi sebuah
simbol keadilan dalam hukum dan tatanan. Orang jujur bisa dipercaya perkataannya,
bersih dari sifat curang dalam perilakunya, dan juga bisa menjaga amanah. Namun
pentingnya kejujuran tersebut tidak banyak dikembangkan oleh lembaga pendidikan,
hasilnya siswa melakukan segala cara untuk memenuhi ambisinya. Lama kelamaan
ambisi yang mulanya hanya berfokus pada hasil nilai yang cemerlang di sekolah, berubah
menjadi ambisi yang lebih besar seiring bertambahnya usia anak. Ambisi-ambisi
tersebut salah satunya berbentuk korupsi. Korupsi adalah salah satu bentuk
kejahatan berbahaya yang mampu merusak kelangsungan hidup masyarakat di masa
depan. Langkah antisipasi yang diambil untuk mencegah korupsi salah satunya
adalah dengan menanamkan karakter jujur pada diri anak mulai dari usia dini. Peneliti
akan mengembangkan nilai karakter jujur pada anak dalam jenjang pendidikan
sekolah dasar kelas empat.
Siswa Kelas IV SD adalah siswa dengan usia yang tepat
untuk mengembangkan nilai karakter jujur terutama dengan menggunakan
bibliokonseling. Menurut Piaget (dalam Slavin, 2008) siswa kelas IV SD adalah
siswa denga rentang usia 9-10 tahun berada dalam fase operasional konkret. Pada
fase ini anak dapat membentuk konsep, melihat hubungan, dan memecahkan masalah.
Dengan demikian, pada siswa kelas IV SD pengembangan karakter jujur dengan
menggunakan bacaan sudah sangat tepat.
Selain itu, pada pendidikan sekolah dasar tingkatan kelas
dibagi menjadi dua yakni kelas rendah yang mencakup kelas I, II, dan III; dan
juga kelas tinggi yang mencakup kelas IV, V, VI. Dilihat dari pembagian itu,
siswa kelas IV memiliki posisi strategis sekaligus posisi yang rentan
mendapatkan pengaruh. Siswa kelas IV biasanya sudah merasa memiliki kuasa di
sekolah, sikap-sikapnya juga mulai berubah pada kelas ini. Keberanian dan rasa
berkuasa inipun yang mendorong anak berperilaku tidak jujur. Di kantin-kantin
sekolah mereka kerapkali mengambil makanan ringan tanpa membayar,
mengkambinghitamkan teman-temannya saat mereka terpojok atau bermasalah, maupun
berlaku curang dalam permainan.
Dari paparan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
pengembangan nilai karakter jujur harus segera dilaksanakan. Layanan-layanan
bimbingan yang biasanya diampu oleh konselor pun harus segera diperbaiki. Banyak alternatif
metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah kurangnya karakter jujur
pada siswa kelas IV SD tersebut. Salah satu alternatif pendekatan yang saat ini mulai dikaji adalah
bibliokonseling,
yakni pendekatan
bimbingan dan konseling dengan menggunakan informasi atau pengetahuan yang
terdapat dalam buku pustaka.
Dengan menggunakan buku bacaan
sebagai “alat” untuk membantu siswa, guru bimbingan dan konseling punya banyak
alternatif bantuan untuk mengembangkan karakter jujur pada siswa kelas IV SDN
Percobaan 1 Malang. Dengan membaca siswa diajak untuk memahami isi bacaan dan
merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu pada masa ini anak
sudah memiliki kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang
sederhana, sehingga dapat menjadi dasar diberikannya berbagai kecakapan yang
dapat mengembangakan pola pikir atau daya nalarnya, terutama dengan bahan
bacaan.
Pada pembahasan ini, peneliti
menggunakan buku bacaan yang berisi cerita pendek. Cerita pendek tersebut
digunakan sebagai media untuk membantu siswa meningkatkan karakter jujur. Buku
bacaan yang digunakan oleh peneliti disesuaikan dengan karakter siswa kelas IV
SD yang masih tertarik dengan petualangan dan gambar-gambar lucu. Dengan
demikian, setelah membaca buku tersebut, siswa tertarik untuk mengikuti
karakter jujur yang ada pada tokoh di dalam cerita tersebut.
Dengan menggunakan buku
sebagai media untuk membantu siswa, guru dapat menghindari kemungkinan
munculnya kesenjangan yang terjadi. Misalnya siswa mengalami masalah yang
berhubungan dengan anatomi tubuhnya
seperti kurang cakap berbicara. Kendala bisa timbul
bila siswa dan guru BK berjenis kelamin beda. Kendala seperti ini tak perlu
muncul dalam bibliokonseling. Dari buku yang diberikan oleh guru BK, siswa
terbantu mendapatkan informasi lengkap tanpa harus merasa risih atau malu. Kelebihan lain bibliokonseling adalah
siswa merasa lebih aman. Bagi kebanyakan siswa, pemanfaatan buku bacaan untuk
mencari alternatif solusi atas masalah yang dihadapi tanpa kawatir
masalahnya diketahui oleh orang lain.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, penelitian ini
berfokus pada penggunaan bibliokonseling untuk mengembangkan nilai karakter
jujur siswa dalam jenjang sekolah dasar kelas IV. Berkenaan dengan hal itu,
penelitian ini bermaksud memperoleh jawaban terhadap pertanyaan : “Apakah bibliokonseling
efektif untuk mengembangkan karakter jujur pada siswa kelas IV SDN Percobaan 1
Malang?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan
masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menguji keefektifan
bibliokonseling untuk mengembangkan karakter jujur bagi siswa kelas IV di SDN Percobaan 1 Malang.
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah “Bibliokonseling
efektif untuk mengembangkan karakter jujur pada siswa kelas IV di SDN Percobaan
1 Malang”.
E. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan
manfaat yang berarti. Manfaat-manfaat yang dimaksud adalah:
1.
Secara teoritis,
diharapkan dapat memberikan sumbangsih berupa wawasan ilmu baru mengenai
pengembangan karakter jujur pada siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang dengan
menggunakan bibliokonseling.
2.
Konselor
Bagi Konselor diharapkan dapat memberikan pandangan teknik yang
tepat bagi segenap konselor dalam upayanya mengembangkan karakter jujur pada
siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang yang mereka temui di lapangan. Lebih
jauh, dapat dijadikan sebagai upaya meningkatkan optimalisasi kinerja bimbingan
dan konseling di sekolah.
3.
Siswa
Bagi siswa diharapkan
siswa dapat memiliki karakter jujur
dalam setiap aktifitasnya di sekolah, di rumah, maupun di lingkungan sekitarnya,
sehingga dapat menjadi calon generasi penerus bangsa yang bisa menjaga amanah
di masa depan.
F. Asumsi Penelitian
Untuk mengetahui
anggapan dasar letak persoalan atau masalah yang lebih luas, peneliti merumuskan asumsi dari penelitian ini.
1.
Siswa setaraf kelas IV SDN
Percobaan 1 Malang mampu melaksanakan proses bimbingan dengan menggunakan
bibliokonseling yang diberikan.
2.
Tingkat kejujuran siswa berbeda-beda,
dan banyak faktor yang mempengaruhi tingkatan kejujuran siswa tersebut.
G. Definisi Operasional
Untuk memperjelas makna
istilah-istilah yang akan diteliti, maka peneliti menyajikan definisi
operasional sebagai berikut:
1.
Bibliokonseling adalah teknik bimbingan yang dilakukan dengan menggunakan cerita pendek (cerpen)
yang di dalamnya
terdapat ajaran tentang berperilaku jujur
dan juga gambar-gambar yang dapat menjadi ilustrasi cerita. Cerpen
dibuat dalam bentuk buku bacaan berseri yang masing-masing memuat tema yang
berbeda.
2.
Karakter merupakan
nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama manusia dan kebangsaan. Wujud dari karakter dapat berupa
perbuatan, perkataan, pikiran, dan sikap yang berdasarkan norma-norma yang
berlaku di masyarakat.
3.
Jujur adalah suatu sikap yang
mengerjakan sendiri tugas-tugas akademiknya tanpa meminta bantuan ataupun
dibantu orang lain, terutama saat ujian; berkata apa adanya tanpa
menambah-nambahi ataupun mengarang perkataan yang tidak benar; mengambil barang
orang lain dengan seizin pemiliknya serta membayar barang yang dibeli sesuai
dengan barang yang diambil. Jujur dalam pembahasan ini lebih ditekankan pada
situasi yang ada hubungannya dengan keseharian anak-anak SD dan diukur
berdasarkan skor yang diperoleh individu atas respon terhadap skala kejujuran. Semakin
tinggi skor yang diperoleh individu, semakin tinggi tingkat kejujuran yang
dimiliki. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh, semakin rendah tingkat kejujuran yang
dimiliki.
4.
Siswa kelas IV SD adalah
siswa dengan rentang usia antara 9-10 tahun yang berada dalam fase operasional
konkrit dimana siswa sudah dapat membentuk konsep, melihat hubungan, dan memecahkan
masalah. Siswa dapat membaca, menuliskan pendapat dan mengisi angket secara
mandiri dengan dipandu oleh guru kelas/ konselor. Siswa kelas IV berada pada
tahun ajaran 2013/2014.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Bibliokonseling dalam Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan Konseling merupakan suatu kegiatan yang melibatkan seorang
guru bimbingan dan konseling (guru BK/ konselor) dalam upaya memandirikan
peserta didik. Bimbingan dan konseling yang memandirikan mengamanatkan kepada
guru BK/ konselor untuk memahami tiap konseli secara utuh (Hogan-Gracia, 2003).
Salah satu teknik yang digunakan dalam pelaksanaan layanan Bimbingan dan
konseling yang memandirikan adalah menggunakan bibliokonseling.
1. Hakikat Bibliokonseling
Menurut Brammer dan
Shostrom (dalam Lasan, 1997) bibliokonseling merupakan nama lain dan diadaptasi
dan biblioterapi yaitu merupakan teknik yang sudah dipraktikkan untuk mengubah
tingkah laku manusia. Ide pemanfaatan bahan bacaan sebagai media terapi pada
zaman itu tidak dapat dilepaskan. Orang dewasa sebaiknya menyeleksi cerita dan
kisah yang diperdengarkan pada anak-anak mereka sebab hal itu dapat menjadi
model cara berpikir dan budi pekerti anak di masa-masa selanjutnya.
Bibliokonseling adalah
teknik bimbingan yang dilakukan dengan menggunakan buku atau cerita yang di
dalamnya terdapat ajaran tentang berperilaku. Buku merupakan media untuk
memperoleh wawasan, pengetahuan, informasi, dan hiburan. Selain itu, buku dapat
menjadi media terapi atau penyembuhan bagi penderita gangguan mental, seperti
gangguan kecemasan, trauma, dan stres. Pemanfaatan buku sebagai media terapi
disebut biblioterapi. Jachna (dalam Suparyo, 2010) mengatakan biblioterapi
adalah dukungan psikoterapi melalui bahan bacaan untuk membantu seseorang yang
mengalami permasalahan personal. Metode terapi ini sangat dianjurkan, terutama
bagi para penderita yang sulit mengungkapkan permasalahannya secara verbal
(Suparyo, 2010).
Menurut Schrank and
Engels (dalam Lasan, 1997), bibliokonseling juga dapat diartikan suatu kegiatan
mengintervensi pemikiran individu dengan rnenggunakan suatu bacaan, sehingga
setelah membaca bacaan tersebut, individu dapat mendapatkan informasi baru dan
dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Bibliokonseling adalah
bimbingan belajar yang membantu individu secara mandiri untuk memahami diri dan
lingkungan, belajar dan lingkungan luar, dan menemukan solusi dan permasalahan.
Melalui
bibliokonseling, disajikan informasi yang dibutuhkan atau sesuai dengan
permasalahan, yaitu yang berkaitan dengan kesadaran akan kejujuran. Dengan
mengetahui informasi yang ada dalam bacaan, individu dapat membentuk tingkah
lakunya secara umum, dan secara khusus membentuk sikap dan kesadarannya. Sehingga
dengan demikian bibliokonseling atau bimbingan menggunakan bahan bacaan
merupakan teknik yang tepat dalam mengembangkan karakter jujur yang mencangkup
berbagai segi aspek baik secara intelektual, sosial, perilaku dan emosi karena
pengembangan karakter jujur melibatkan seluruh aspek tersebut.
2. Tujuan Bibliokonseling
Tujuan bibliokonseling
pada dasarnya sama dengan tujuan bimbingan yaitu membantu para anggota agar
dapat membantu dirinya sendiri. Melalui bibliokonseling, disajikan informasi
yang dibutuhkan atau sesuai dengan nilai karakter yang ingin mereka bangun.
Dengan mengetahui informasi yang ada dalam bahan bacaan, mereka dapat membentuk
tingkah lakunya secara umum, secara khusus membentuk sikap, persepsi, mengubah
prasangka sosial dan perubahan lainnya. Tujuan semacam ini sebenarnya sudah
tersirat dalam definisi bibliokonseling. Selain itu, tujuan bibliokonseling yaitu
mendampingi seseorang yang sedang mengalami emosional yang berkecamuk karena
permasalahan yang dihadapi dengan menyediakan bahan-bahan bacaan dengan topik
yang tepat dan mengandung nilai-nilai karakter yang ingin dibangun pada din
individu yang bersangkutan. Bibliokonseling juga dapat dijadikan sebagai
stimulasi pikiran yang memungkinkan para anggota dapat menyilangkan gagasan-gagasan
sehingga kesadarannya menjadi meningkat.
3. Tingkat Intervensi Bibliokonseling
Lewat membaca seseorang
bisa mengenali dirinya. Informasi dan pengetahuan yang diperoleh dan kegiatan
membaca menjadi masukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi seseorang. Saat
membaca, pembaca menginterpretasi isi bacaan, menerjemahkan simbol dan huruf ke
dalam kata dan kalimat yang memiliki makna tertentu, seperti rasa haru dan
simpati. Perasaan ini dapat ‘membersihkan diri” dan mendorong sesorang untuk
berperilaku lebih positif.
Menurut Novitawati (dalam
Suparyo, 2010) intervensi bibliokonseling dapat dikelompokkan dalam empat
tingkatan, yaitu intelektual, sosial, perilaku, dan emosional. Pertama, pada
tingkat intelektual, individu memperoleh pengetahuan tentang perilaku yang
dapat memecahkan masalah, membantu pengertian diri, serta mendapatkan wawasan
intelektual. Selanjutnya individu menyadari ada banyak pilihan dalam menghadapi
masalah.
Kedua, di tingkat
sosial individu dapat mengasah kepekaan sosialnya. Ia dapat melampaui bingkai
referensinya sendiri melalui imajinasi orang lain. Teknik ini dapat menguatkan
pola-pola sosial, budaya, menyerap nilai kemanusiaan dan saling memiliki.
Ketiga, tingkat
perilaku individu akan mendapatkan kepercayaan diri untuk membicarakan
masalah-masalah yang sulit didiskusikan akibat takut, malu, dan bersalah. Lewat
membaca individu didorong untuk diskusi tanpa rasa malu akibat rahasianya
terbongkar.
Keempat, pada tingkat
emosional individu dapat terbawa perasaannya dan mengembangkan kesadaran
menyangkut wawasan emosional. Teknik-teknik ini dapat menyediakan solusi-solusi
terbaik dari rujukan masalah sejenis yang telah dialami orang lain sehingga merangsang
kemauan yang kuat pada individu untuk memecahkan masalahnya.
4. Jenis dan Fungsi Bibliokonseling
Berry (Brammer dan
Shostrom, 1982) membagi bibiokonseling menjadi dua yaitu klinis dan pendidikan humanistik.
Jenis terapi klinis dijalankan oleh orang- orang yang bergerak dalam profesi
kesehatan mental misalnya psikiater, psikolog, konselor, dan pekerja sosial.
Jenis pendidikan atau humanistik dilaksanakan oleh konselor, guru, dan petugas
pendidikan lain dalam latar pendidikan.
Dalam jenis pendidikan
atau humanistik, bibliokonseling dapat memperluas pandangan seseorang tentang
perbedaan kondisi manusia. Dengan membaca, mereka dapat memperoleh wawasan
tentang keanekaragaman nilai- nilai yang dianggap berharga bagi manusia.
Bibliokonseling memiliki kelebihan dibandingkan dengan kontak langsung dengan
konselor. Oleh sebab itu, bibliokonselig dapat menjamin kebebasan pribadi dan melindungi
rahasia konseli karena biasanya mereka takut dan cemas membuka hal-hal pribadi
seperti cinta, takut, benci, kebiasaan buruk dan sebagainya. Kelebihan lain
adalah buku atau bacaan yang sudah disiapkan sewaktu-waktu siap pakai dan dapat
direvisi lagi jika perlu.
Bibliokonseling dapat
disampaikan secara individual maupun kelompok. Pada individual, bahan-bahan
yang dibutuhkan untuk bibliokonseling harus bersifat khusus dan rinci. Konseli
harus membaca bahan bacaan atau literatur yang sesuai dengan kesukaannya.
Kegiatan apa yang akan ditindaklanjuti juga bisa disampaikan secara individual
pada konseli. Konseli membahas kisah dalam buku dengan pembimbing, menulis
laporan, merekam dalam perekam suara, atau mengungkapkan reaksinya. Melalui
proses ini konseli mampu membongkar beban emosi dan meninggalkan tekanan
emosional. Selain itu, dengan pemeriksaan dan analisis nilai-nilai moral dan
stimulasi pemikiran kritis, konseli bisa mengembangkan kesadaran diri,
meningkatkan konsep diri, dan memperbaiki penilaian pribadi dan sosial.
Hasilnya ada perbaikan perilaku, kemampuan untuk menangani dan memahami masalah
kehidupan yang penting, dan peningkatan empati, toleransi, respect.
Semuanya bisa dilakukan melalui identifikasi dengan bahãn bacaan yang sesuai.
Penerapan
bibliokonseling seacara kelompok yaitu konseli membaca literatur lisan atau
mendengarkan sementara orang lain membacakan untuk mereka. Diskusikan secara
kelompok dan konseli akan menyadari bahwa mereka tidak sendirian,
masalah-masalah bisa dirasakan oleh orang lain. Meskipun bibliokonseling
mendorong perubahan secara individual, hal ini hanya digunakan terbatas pada
saat dimana situasi kurang tepat hadir. Bagaimanapun itu bukan obat yang
menghilangkan semua masalah psikologis yang telah mengakar secara mendalam.
Masalah-masalah mendalam tetap harus dilayani melalui intervensi terapi lebih
intensif. Konseli usia remaja dirasa sudah bisa melihat din lewat cermin sastra
dan literatur. Konseli usia remaja mungkin cenderung untuk merasionalisasi
masalah mereka daripada yang mereka hadapi. Namun orang lain mungkin tidak
dapat mentransfer wawasan ke dalam kehidupan nyata.
5. Tahapan Bibliokonseling
Oslen (dalam Suparyo,
2010) menyarankan lima tahap penerapan bibliokonseling, baik dilakukan secara pribadi
maupun kelompok meliputi:
a. Pertama, awali dengan motivasi. Peneliti atau konselor dapat memberikan
kegiatan pendahuluan, seperti permainan atau bermain peran, yang dapat
mernotivasi konseli untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan treatment.
b. Kedua, memberikan waktu yang cukup untuk membaca bahan-bahan bacaan yang
telah disiapkan hingga selesai. Sebelumnya, peneliti/konselor sudah memahami
benar bahan-bahan bacaan yang disediakan.
c. Ketiga, Lakukan inkubasi. Peneliti/konselor memberikan waktu pada konseli
untuk merenungkan dan merefleksi materi yang baru saja mereka baca.
d. Keempat, tindak lanjut. Sebaiknya tindak lanjut dilakukan dengan metode
diskusi. Melalui diskusi konseli mendapatkan ruang untuk saling bertukar
pandangan sehingga memunculkan gagasan baru. Kemudian, peneliti/konselor
membantu konseli untuk merealisasikan pengetahuan itu dalam hidupnya.
e. Kelima, evaluasi. Sebaiknya evaluasi dilakukan secara mandiri oleh konseli.
Hal ini dilakukan untuk memancing konseli memperoleh kesimpulan yang tuntas dan
memahami arti pengalaman yang dialami.
B. Karakter Jujur
1. Hakikat Karekter Jujur
Jujur jika diartikan secara baku adalah mengakui, berkata atau
memberikan suatu informasi yang sesuai dengan kenyataan dan kebenaran. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata jujur berarti tidak bohong, lurus hati,
dapat dipercaya kata-katanya, tidak khianat. Jika seseorang berkata tidak
sesuai dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui suatu hal sesuai
dengan apa adanya, maka orang tersebut dapat dinilai tidak jujur, menipu,
mungkir, berbohong, munafik dan sebagainya. Jujur adalah suatu karakter yang
berarti berani menyatakan keyakinan pribadi menunjukkan siapa dirinya.
Pengertian kejujuran menurut Zainuddin (2012:38), kejujuran merupakan
perilaku yang dilaksanakan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Berdasarkan pendapat
tersebut, menurut penelitian kejujuran adalah sikap yang ditunjukkan seseorang
dalam kehidupan sehari-hari agar dapat dipercaya orang lain.Dalam arti lain
kejujuran adalah mata uang yang berlaku di mana-mana yang antra lain, kejujuran
adalah nilai kebaikan sebagai sifat positif yang akan diterima semua orang di
manapun dan kapan pun berada. Jadi kejujuran adalah kebaikan yang bersifat
universal (Pusat Bahasa Depdiknas, 2001:479).
Sehingga karakter jujur dapat diartikan sebagai cirikhas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu yang
berkaitan dengan sikap benar dalam perkataan, perbuatan, dan respon yang
dinampakkannnya. Menurut Kertajaya (dalam Wiyani, 2013), karakter jujur
merupakan kepribadian yang dimiliki oleh individu yang ditinjau dari titik
tolak etis atau moral. Sehingga orang yang memiliki karakter jujur akan
terdorong untuk selalu bertindak, bersikap, berucap, dan merespons sesuatu
sesuai dengan nilai-nilai atau prinsip-prinsip kejujuran.
2. Faktor-faktor pemicu sikap tidak jujur pada anak
Menurut Zusnaini
(2013:129) faktor-faktor pemicu ketidak jujuran pada antara lain:
a. Kekuatan daya imajinasi
Anak memiliki daya
imajinasi yang kuat. Seringkali anak menghayalkan kejadian-kejadian yang tidak
nyata atau tidak beraturan. Misalkan anak menceritakan sebuah kejadian yang
sebenarnya tidak pernah terjadi, dan menjadi realitas yang sesungguhnya. Bagi
anak, mungkin cerita ini memberikan kepuasan tersendiri dan sebagai bentuk
hiburan bagi dirinya.
b. Rasa ingin memiliki
Anak seringkali tidak
jujur karena adanya rasa ingin memiliki. Misalnya anak ingin memiliki mainan
dan pakaian yang bagus sehingga anak mencuri.
c. Rasa ingin menampakkan dan menarik perhatian
Seringkali anak ingin
menjadi pusat perhatian sehingga menceritakan hal-hal yang belum pernah dia
lakukan atau melebih-lebihkan cerita tentang suatu hal yang pernah
dilakukannya.
d. Karena tradisi atau panutan
Orang tua seringkali
membohongi anak untuk suatu hal. Misalnya orang tua berkata akan mengajak anak
jalan-jalan untuk membeli mainan, namun ternyata anak diajak ke dokter gigi.
Sikap orang tua yang seperti ini yang akhirnya memunculkan sikap meniru ketidak
jujuran pada diri anak.
e. Menghindari hukuman
Anak seringkali
berpura-pura sakit bila dia mendapatkan nilai yang rendah atau sekolah
mengirimkan surat kepada orang tua agar dapat hadir ke sekolah karena
kenakalannya. Hal ini semata-mata dilakukan oleh anak untuk menghindari
hukuman.
f. Ingin balas dendam
Seorang anak terkadang
berbohong hanya karena ingin balas dendam kepada orang lain, misalnya seseorang
mencoba untuk melimpahkan berbagai tuduhan kepada orang lain dengan berbagai
macam alasan, sekalipun sebenrnya alasan tersebut tidak benar. Hal ini
dilakukan anak karena merasa tidak mendapatkan persamaan dalam berinteraksi
dengan beberapa temannya, hingga dia terdorong untuk balas dendam.
g. Egois
Keinginan anak untuk
dikabulkan seluruh keinginannya sehingga dia berkata bohong kepada orang tuanya
agar dibelikan hal-hal yang diinginkannya.
3. Cara- cara untuk membangun kejujuran:
Menurut Batubara
(2012) ada 5 cara yang dapat dilakukan untuk membangun
kejujuran:
a.
Pemahaman makna kejujuran
Proses pembelajaran yang dapat memberikan pemahaman makna kejujuran setidaknya mengandung 3 aspek, yaitu: a) penyampaian indikator kejujuran dengan jelas, b) mengajak peserta didik untuk menghayati makna kejujuran dan memikirkan mengapa ia harus berperilaku jujur, c) melakukan evaluasi dan refleksi kejujuran. Melalui pembelajaran semacam ini diharapkan peseta didik akan menjadi orang yang selalu berpikir setiap melakukan perbuatan apapun.
Proses pembelajaran yang dapat memberikan pemahaman makna kejujuran setidaknya mengandung 3 aspek, yaitu: a) penyampaian indikator kejujuran dengan jelas, b) mengajak peserta didik untuk menghayati makna kejujuran dan memikirkan mengapa ia harus berperilaku jujur, c) melakukan evaluasi dan refleksi kejujuran. Melalui pembelajaran semacam ini diharapkan peseta didik akan menjadi orang yang selalu berpikir setiap melakukan perbuatan apapun.
b.
Menciptakan iklim yang baik terhadap tumbuhnya
sikap jujur. Teknik untuk menciptakan iklim yang baik adalah dengan menyediakan
sarana pendukung tumbuhnya sikap jujur, seperti; kantin kejujuran, tempat penampung
barang temuan, dan memberikan penghargaan yang tinggi kepada setiap orang yang
telah beperilaku jujur dalam pengabdiannya.
c.
Keteladanan
Sebagian sifat jujur dan berbohong adalah hasil peniruan dari orang lain. Oleh karena itu, suatu komunitas pengelola pendidikan perlu memberikan pelayanan yang bebas dari benih-benih kebohongan dan menjunjung tinggi azas kejujuran.
Sebagian sifat jujur dan berbohong adalah hasil peniruan dari orang lain. Oleh karena itu, suatu komunitas pengelola pendidikan perlu memberikan pelayanan yang bebas dari benih-benih kebohongan dan menjunjung tinggi azas kejujuran.
d.
Membangun sikap terbuka
Suatu komunitas pendidikan semestinya membangun budaya keterbukaan di lembaga pendidikannya. Baik ia dalam hal laporan pertanggung jawaban anggaran kegiatan, teknik pelayanan sekolah, peraturan-peraturan sekolah, serta jalinan komunikasi antara pendidik, peserta didik, dan tenaga pendidik. Dengan membangun sikap keterbukaan ini diharapkan peserta didik merasa bahwa ia tidak dapat berbuat semaunya sendiri karena keberadaannya telah diikat oleh berbagai peraturan-peraturan tertentu.
Suatu komunitas pendidikan semestinya membangun budaya keterbukaan di lembaga pendidikannya. Baik ia dalam hal laporan pertanggung jawaban anggaran kegiatan, teknik pelayanan sekolah, peraturan-peraturan sekolah, serta jalinan komunikasi antara pendidik, peserta didik, dan tenaga pendidik. Dengan membangun sikap keterbukaan ini diharapkan peserta didik merasa bahwa ia tidak dapat berbuat semaunya sendiri karena keberadaannya telah diikat oleh berbagai peraturan-peraturan tertentu.
e. Tidak
beraksi berlebihan dalam memberikan sanksi
Sanksi/ hukuman pelanggaran kejujuran harus dicantumkan dengan jelas dan rinci di dalam sebuah peraturan sekolah. Setiap sanksi tersebut juga harus disesuaikan dengan moral yang dianut di masyarakat. Selain itu hukuman yang diberikan hasrus setimpal dengan pelanggaran yang ia lakukan.
Sanksi/ hukuman pelanggaran kejujuran harus dicantumkan dengan jelas dan rinci di dalam sebuah peraturan sekolah. Setiap sanksi tersebut juga harus disesuaikan dengan moral yang dianut di masyarakat. Selain itu hukuman yang diberikan hasrus setimpal dengan pelanggaran yang ia lakukan.
C. Siswa Sekolah Dasar
1. Hakikat Siswa Sekolah Dasar
Menurut Hurlock (2002) dalam psikologi perkembangan, usia peserta didik SD
berada dalam periode late childhood (akhir masa kanak-kanak). Mereka kira-kira berada dalam rentan usia
antara enam/ tujuh tahun sampai tiba saatnya anak menjadi matang secara biologisnya
pada sekitar usia tiga belas tahun. Periode ini ditandai dengan kondisi yang
sangat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak.
Sigmund
Freud (dalam Wiyani, 2013) memberi nama fase usia SD dengan nama fase latent.
Fase ini terjadi saat dorongan-dorongan seakan-akan mengendap (latent),
tidak menggelora seperti masa –masa sebelum dan sesudahnya. Periode SD dapat
dirinci menjadi dua fase: (a) periode kelas-kelas rendah SD, yaitu umur 6/7
tahun sampai 9 tahun; (b) periode kelas-kelas tinggi SD, yaitu umur 9/10 tahun
sampai 13 tahun.
2. Perkembangan anak usia SD
Menurut Yusuf
(2011:178) fase anak sekolah dasar ditandai denggan beberapa perkembangan baik
perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor. Perkembnagan-perkembangan
tersebut yaitu:
a. Perkembangan Intelektual
Pada usia sekolah dasar
(6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau
melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau
kemampuan kognitif seperti mambaca, menulis dan berhitung. Pada usia ini anak
berada dalam masa operasi kongkret yang ditandai dengan tiga kemampuan
kecakapan baru yaitu mengklasifikasikan (mengelompokkan), menyusun, dan
mengasosiasikan (menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau bilangan.
Selain itu pada masa ini anak sudah memiliki kemampuan memecahkan masalah (problem
solving) yang sederhana, sehingga dapat menjadi dasar diberikannya berbagai
kecakapan yang dapat mengembangakan pola pikir atau daya nalarnya.
b. Perkembangan Bahasa
Usia sekolah dasar
merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan mengusai
perbendaharaan kata (vocabulary). Jumlah kata yang dikuasai anak SD
sekitar 2.500 kata sampai 50.000 kata.
c. Perkembangan Sosial
Pada usia sekolah dasar
anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris)
kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau
memperhatikan kepentingan orang lain). Anak dapat berminat dengan
kegiatan-kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuat keinginannya untuk
diterima menjadi anggota kelompok (gang), dia tidak senang apabila tidak
diterima dalam kelompoknya.
d. Perkembangan Emosi
Anak sekolah dasar
sudah mulai dapat mengatur emosinya karena mereka sudah mulai sadar bahwa
pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat.
e. Perkembangan Moral
Pada usia anak sekolah
dasar, anak sudah dapatmengikuti pertautan atau tuntutan dari orang tua atau
lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak sudah dapat memahami alasan
yang mendasari suatu peraturan. Di samping itu, anak sudah dapat
mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah atau baik
buruk. Misalnya, dia memandang atau menilai bahwa perbuatan nakal, berdusta dan
tidak hormat kepada orang tua adalah suatu yang salah dan buruk. Sedangkan
perbuatan jujur, adil dan sikap hormat kepada orang tua dan guru merupakan
suatu yang benar/ baik.
f. Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Periode usia sekolah
dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebagai kelanjutan periode
sebelumnya. Kualitas keagamaan anak akan sangat dipengaruhi oleh proses
pembentukan atau pendidikan yang diterimanya.
g. Perkembangan Motorik
Perkembnagn motorik
pada masa anak SD ini ditandai dengan
gerakan yang terkoordinasi dengan baik, gerakannya selaras dengan kebutuhan
atau minatnya, dan anak memiliki gerak yang lebih atau aktivitas motorik yang
lincah.
3. Ciri belajar anak usia SD
Menurut Wiyani (2013) anak usai SD memiliki tiga ciri belajar yang
didasarkan pada perkembangan berpikirnya yaitu:
a. Konkret
Kongkret mengandung
makna proses belajar anak beranjak dari hal-hal yang konkret yaitu dapat
dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak-atik. Proses belajar dilakukan
dengan titik-titik penekanan dan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar.
Pemanfaatan lingkungan akan menghasilakan proses dan hasil belajar yang lebih
bermakna dan bernilai. Sebab, siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan
yang sebenarnya, keadaan yang alami sehingga lebih nyata, faktual, bermakna,
dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
b. Integratif
Pada anak usia SD anak
memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan. Mereka belum mampu
memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu. Hal ini melukiskan cara
berpikir anak yang deduktif, dari hal yang umum ke bagian-bagian.
c. Hierarkis
Pada tahapan usia SD,
cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana
ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu
diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar-materi, dan cakupan
keluasan serta kedalaman materi.
4. Karakteristik
Siswa Kelas IV SD
Masa
anak-anak dapat dibagi menjadi dua, yaitu masa anak-anak awal dan masa
anak-anak akhir. Masa anak-anak awal terjadi pada rentang usia antara dua
sampai enam tahun, sedangkan masa anak-anak akhir terjadi pada rentang usia
antara enam tahun sampai saatnya anak matang secara seksual. Dari uraian ini
dapat disimpulkan bahwa anak kelas IV SD berada dalam kategori masa anak-anak
akhir.
Menurut
Piaget (dalam Slavin, 2008) siswa kelas IV SD adalah siswa dengan rentang usia
9-10 tahun berada dalam fase operasional konkret . Pada fase ini anak dapat
membentuk konsep, melihat hubungan, dan memecahkan masalah. Dengan demikian,
pada siswa kelas IV SD pengembangan karakter jujur dengan menggunakan bacaan
sudah sangat tepat.
Siswa
kelas IV juga dapat disebut sebagai siswa yang duduk di kelas IV SD dan sudah
menyelesaikan pendidikan di kelas I, II, dan III SD. Siswa kelas IV juga berada
dalam jenjang SD kelas tinggi. Pada setahun atau dua tahun terakhir masa
kanak-kanak (late childhood) ini, terjadi perubahan-perubahan pada pada
anak. Perubahan tersebut meliputi perubahan fisik yang menonjol, yang dapat
mengakibatkan perubahan sikap, nilai, dan perilaku. Hal ini terjadi karena
menjelang berakhirnya periode ini, anak mempersiapkan diri secara fisik dan
psikologis untuk memasuki masa remaja.
Siswa kelas IV SD
memiliki beberapa karakteristik yang menonjol baik dari segi fisik, pribadi-sosial
maupun emosi. Pada segi fisik anak kelas
IV SD berada dalam periode pertumbuhan yang lambat dan relatif seragam
sampai mulai terjadi perubahan-perubahan pubertas, kira-kira dua tahun sebelum
anak secara seksual menjadi matang.
Pada segi
pribadi-sosial anak memiliki beberapa kategori keterampilan, antara lain: (a)
Keterampilan menolong diri yaitu anak sudah dapat melakukan kegiatan-kegiatan
seperti mandi, berpakaian, makan, berdandan sendiri; (b) keterampilan menolong
orang lain yaitu anak sudah dapat membantu meringankan beban orang lain seperti
menyapu, mengosongkan tempat sampah, menghapus papan tulis; (c) keterampilan
sekolah yaitu anak sudah mampu menulis, membaca, menggambar, melukis, membuat
kerajinan tangan; (d) keterampilan bermain yaitu anak sudah dapat belajar
berbagai keterampilan seperti melempar dan menangkap bola, naik sepeda.
Pada segi emosi anak
sering mengalami emosi yang hebat. Meningginya emosi pada akhir masa anak-anak
dapat disebabkan keadaan fisik dan lingkungan. Kalau anak sakit atau lelah, ia
cenderung cepat marah, rewel, dan umumnya sulit dihadapi. Anak juga seringkali
meningkat emosinya saat dia menghadapi lingkungan yang baru.
5. Tugas Perkembangan Siswa Kelas IV SD
Pada masa kanak-kanak
akhir, tugas perkembangan bukan lagi menjadi tanggung jawab orang tua seperti
pada tahun-tahun prasekolah. Pada masa ini tugas perkembangan menjadi tanggung
jawab guru. Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 2002) Pada Masa Kanak-kanak
akhir, seorang anak memiliki beberapa tugas perkembangan, yaitu:
a. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang
sedang tumbuh
b. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya
c. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan
sehari-hari
d. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, tata dan tingkatan nilai
Dari beberapa tugas
perkembangan yang telah disebutkan, peneliti menganggap bahwa siswa kelas IV SD
membutuhkan sebuah intervensi yang tepat yang diberikan oleh guru ataupun
konselor untuk membantunya mengembangkan beberapa aspek penting seperti sikap
jujur.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan eksperimen semu (Quasi-Experimental
Research) tanpa kelas kontrol. Menurut Kardin; Alberto & Troutman;
Alberto & Troutman (dalam Harmiyanto:2012) penelitian seperti ini menggunakan
kasus tunggal (Single-Case Experimental Design) yang disingkat SCED.
Selain itu dalam penelitian ini digunakan metode one group pretest-post test design
terhadap perilaku jujur siswa Kelas IV SDN Percobaan 1 Malang. Rancangan ini bertujuan untuk melihat pengaruh variabel bebas yakni bibliokonseling terhadap
variabel terikat yakni karakter jujur dengan
membandingkan kecenderungan perubahan skor variabel terikat sebelum dan sesudah
pemberian treatment. Secara
umum eksperimen dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian
Keterangan
:
(S) =
Kelompok yang diberi perlakuan (treatment)
(Y 1) = Pre-test atau tes awal untuk mengetahui
tingkat kejujuran siswa sebelum treatment
(X) = Treatment
ekperimen yang diberikan (pemberian bibliokonseling)
(Y 2) =
Post-test atau
tes akhir untuk mengetahui tingkat kejujuran siswa
setelah treatment
O1 X O2
|
Gambar 3.2 Desain eksperimen (before-after). O1 nilai sebelum treatment
dan O2 nilai sesudah treatment.
Berdasarkan Gambar 3.2 tersebut dapat diberikan
penjelasan sebagai berikut. Eksperimen dilakukan dengan membandingkan hasil
observasi O1 dan O2. O1 adalah karakter jujur awal yang dimiliki oleh siswa
sebelum diberikan treatment berupa bibliokonseling, dan O2 adalah karakter jujur yang dimiliki oleh siswa setelah
diberikan treatment berupa bibliokonseling.
Dalam Single-Case Experimental Design (SCED)
mempersyaratkan assesment yang terus-menerus dan observasi terhadap
tingkah laku yang diulang dalam beberapa kali dalam satu minggu. SCED menguji
pengaruh treatment selama beberapa waktu (Alberto & Troutman;
Alberto & Troutman, dalam Harmiyanto:2012).
Alasan peneliti menggunakan metode Single-Case
Experimental Design (SCED) ini yaitu: (1) SCED dapat digunakan dalam
penelitian yang memiliki jumlah eksperimen kecil; (2) SCED dapat digunakan
untuk menguji ada tidaknya pengaruh treatment terhadap perubahan
perilaku (Gay, dalam Harmiyanto:2012); (3) SCED dapat digunakan untuk mengatasi
kelemahan desain eksperimen tradisional. Data yang biasanya diuji berupa data
kelompok, sedangkan dalam penelitian di bidang Bimbingan dan Konseling ditekankan
pada perubahan individu (Legowo, dalam Harmiyanto:2012); (4) Sesuai dengan
pekerjaan konselor yaitu menguji pengaruh pemberian layanan Bimbingan dan
Konseling terhadap individu (Goldman, dalam Harmiyanto:2012).
B.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV-A SDN
Percobaan 1 Malang yang memiliki skor karakter jujur yang kurang. Subjek
didapatkan dari hasil Pre-test, yakni lima orang siswa dengan skor
angket karakter jujur terendah. Kelima siswa tersebut kemudian diberikan treatment
dengan menggunakan bibliokonseling berupa buku cerita pendek.
C.
Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini ada dua variabel, yaitu satu
variabel bebas an satu variabel terikat. Karena penelitian ini termasuk
eksperimen, maka yang berperan sebagai variabel bebas adalah bibliokonseling,
sedangkan untuk variabel terikatnya adalah karakter jujur. Jadi bibliokonseling
dirancang dan dimanipulasi (kontrol secara sistematis) untuk meningkatkan
karakter jujur siswa kelas IV SD.
D.
Prosedur Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti menggunakan
prosedur penelitian yang terbagi dalam tiga tahap, yaitu:
1.
Tahap Persiapan
Tahap persiapan ini, peneliti melakukan kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
a.
Menentukan subjek
penelitian. Subjek dipilih berdasarkan
hasil konsultasi peneliti dengan konselor atau pihak sekolah lainnya, serta
sesuai dengan hasil pre-test. Atas dasar hasil konsultasi, peneliti
menggunakan kelompok siswa dalam kelas IV SD yang sudah ada (tanpa diacak)
sebagai subjek penelitian “Efektivitas Bibliokonseling untuk Mengembangkan
Karakter Jujur bagi Siswa Kelas IV SDN Percobaan 1 Malang”.
b.
Pembuatan pedoman
pelaksanaan treatment bibliokonseling. Setelah menetapkan subjek,
peneliti membuat pedoman pelaksanaan treatment sebagai acuan pelaksanaan
penelitian. Pedoman bibliokonseling yang dibuat juga bermanfaat sebagai pedoman
pelaksanaan bibliokonseling bagi konselor atau guru yang ingin melaksanakan treatment
yang serupa.
c.
Mengenali siswa kelas IV
SD pada umumnya, dan khususnya pada subjek penelitian. Peneliti datang ke SDN
Percobaan 1 lebih awal dari jadwal penelitian yang disepakati dengan pihak
sekolah. Penelitian dilaksanakan pada siang hari setelah istirahat. Peneliti
memanfaatkan waktu istirahat ini sebagai waktu observasi dan wawancara tidak
terstruktur dengan subjek. Peneliti juga mencoba mengamati sikap subjek saat
bersosialisasi dengan teman-temannya, terutama yang berkaitan dengan karakter
jujur.
2.
Tahap Pelaksanaan
Langkah-langkah konkrit dari prosedur pemberian treatment
adalah sebagai berikut:
a.
Menyiapkan ruangan dan
perlengkapan yang digunakan dalam pemberian treatment dengan
bibliokonseling untuk subjek penelitian.
b.
Peneliti menjelaskan
pengertian, maksud, dan tujuan dilaksanakannya bibliokonseling secara singkat
dan jelas agar dapat dimengerti oleh subjek.
c.
Peneliti mengajak subjek
berdiskusi mengenai pengalaman-pengalaman mereka berkaitan dengan karakter
jujur. Diskusi yang dilakukan lebih seperti sharing of experience, hal
ini dilakukan untuk mengetahui pengalaman dan pemahaman awal subjek mengenai
karakter jujur. Tema diskusi yang dilakukan juga disesuaikan dengan tema buku
cerita yang diberikan. Pada treatment pertama hal yang didiskusiakan
adalah berkaitan dengan tema tidak mencontek, sedangkan treatment kedua
berkaitan dengan tema tidak mencuri, dan treatment yang ketiga mengenai
tema tidak berbohong.
d.
Peneliti mengajak subjek
membaca buku cerita yang telah dibagikan. Teman buku cerita yang diberikan pada
setiap treatment berbeda-beda, hal ini disesuaikan dengan jadwal treatment
yang telah dibuat. Pada treatment pertama buku cerita yang diberikan
adalah berkaitan dengan tema tidak mencontek, sedangkan treatment kedua
berkaitan dengan tema tidak mencuri, dan treatment yang ketiga mengenai
tema tidak berbohong.
e.
Diskusi untuk yang kedua
kalinya. Berbeda dengan diskusi yang pertama yang ingin mengetahui pengetahuan
awal subjek tentang karakter jujur, diskusi yang kedua ini lebih ditekankan
pada pembahasan isi cerita, pesan-pesan dalam cerita yang dipahami oleh
masing-masing subjek setelah membaca cerita pendek yang ada di dalam buku.
f.
Subjek diminta untuk
memerankan tokoh-tokoh dan alur cerita sesuai dengan yang disajikan dalam buku
cerita jujur yang dibagikan. Hal ini bertujuan untuk memperdalam pemahan dan
sebagai model (contoh) perilaku bagi subjek mengenai karakter jujur.
g.
Subjek diminta untuk
mengisi angket refleksi setiap peneliti selesai memberikan treatment. Angket
refleksi tersebut berisi tentang pertanyaan-pertanyaan mengenai refleksi isi,
refleksi diri dan komitmen subjek setelah mendapatkan treatment
bibliokonseling untuk mengembangkan karakter jujur.
h.
Setelah tiga kali treatment
dilaksanakan, untuk selanjutnya peneliti membagikan angket post-test.
Angket post-test berisi pernyataan-pernyataan mengenai karakter jujur,
yang juga terdapat pada angket pre-test yang telah dibagikan sebelum
pemberian treatment. Angket post-test ini berfungsi sebagai alat
ukur karakter jujur yang dimiliki subjek setelah diberikan treatment. Hasil
akhir dari angket post-test ini berupa skor kejujuran yang dimiliki
subjek.
i.
Selama semua proses
pelaksanaan treatment ini berlangsung, peneliti melakukan observasi
proses yang pada akhirnya digunakan sebagai data pendukung berupa deskripsi
hasil penelitian.
3.
Tahap Analisis Data
Pada tahap analisa data, peneliti memasukkan data yang
diperoleh untuk selanjutnya diperoleh hasil penelitian mengenai efektivitas
bibliokonseling untuk mengembangkan karakter jujur bagi siswa kelas IV SDN
Percobaan 1 Malang. Indikator efektivitas bibliokonseling untuk mengembangkan
karakter jujur bagi siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang dengan membandingkan
skor pre-test dan post-test.
E.
Instrumen Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan
bibliokonseling dalam mengembangkan karakter jujur. Untuk mencapai tujuan
tersebut, diperlukan instrumen penelitian yang sesuai.
1.
Penyusunan Instrumen
Dalam penelitian ini,
instrumen yang digunakan adalah angket karakter jujur. Titik tolak penyusunan
instrumen adalah variabel yang ditetapkan untuk diteliti. Variabel yang akan
diteliti adalah karakter jujur. Dari variabel tersebut diberikan devinsi
operasionalnya, dan selanjutnya ditentukan indikator yang akan diukur. Dari
indikator, kemudian dijabarkan menjadi butir-butir pernyataan. Untuk lebih
jelasnya maka peneliti menyajikan kisi-kisi instrumen yang berisi variabel,
indikator dan deskriptor sebagai berikut:
Tabel 3.1 Kisi-kisi
jabaran variabel kejujuran siswa kelas IV SD
Variabel
|
Indikator
|
Deskriptor
|
Nomor Butir
|
|
Favo-rable
|
Unfavo-rable
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Karakter Jujur (Honesty Character)
|
1.Mengerjakan sendiri tugas-tugas akademik-nya tanpa
meminta bantuan ataupun dibantu
orang lain, terutama saat ujian. (Not Cheating)
|
a.
Mengerjakan soal ujian
secara mandiri
|
1, 33
|
28
|
b.
Mengumpulkan tugas yang
dibuatnya secara mandiri
|
-
|
25,
|
||
c.
Menghindari sikap meniru
sebagian atau seluruhnya
karya orang dengan sama persis dan mengakui sebagai
karyanya sendiri
|
7
|
16,30
|
||
d. Fokus saat
mengerjakan ujian dan tidak melirik jawaban teman
|
4,
|
10,13, 19
|
||
e. Tidak
menggunakan catatan yang tidak sah
saat ujian
|
-
|
22,32
|
||
2. Berkata apa
adanya tanpa menambah-nambahi atau
berkata sesuai kenyataan (Not Lying)
|
a.
Mengakui apa yang
sebenarnya sudah/ belum dilakukan tanpa adanya unsur
pembelaan diri (tidak melakukan penyangkalan)
|
|
9, 12, 18, 27
|
|
b. Membuat
pernyataan yang sesuai dengan
kenyataan tanpa melebih-lebihkan
atau mengurangi kenyataan
|
6, 21,24
|
15
|
||
c. Membicarakan
fakta sesuai dengan situasi dan keadaannya tanpa berniat mencari perhatian
(tidak mengarang cerita membuat tuduhan palsu)
|
|
3,
|
||
Lanjutan Tabel 3.1
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|
3. Mengambil barang orang lain dengan seizin pemiliknya serta membayar barang yang dibeli sesuai dengan barang yang diambil (Not Stealing)
|
a.
Meminta izin saat
ingin meminjam atau mengambil barang milik teman
|
5, 14
|
17, 29
|
b.
Makan bekal teman saat
sudah dipersilahkan oleh pemiliknya
|
2
|
23
|
||
c.
Mengambil barang secara
benar sesuai dengan uang yang diberikan saat membeli di kantin sekolah
|
8
|
26
|
||
d.
Menyerahkan barang yang
ditemukan di lorong sekolah kepada pusat penemuan barang
|
11
|
20
|
Instrumen karakter jujur
berisi 33 butir pernyataan. Acuan yang digunakan dalam menentukan panjang dan
pendeknya interval dalam alat ukur tersebut adalah dengan menggunakan Skala
Guttman, dimana peneliti meminta jawaban yang tegas dari subjek yaitu
“Ya-Tidak”.
2.
Ujicoba Instrumen
a.
Validitas Instrumen
Cara yang digunakan untuk mencari validitas instrumen
adalah dengan menggunakan teknik validitas konstruk. Instrumen yang berupa
angket karakter jujur yang telah disusun, dikonsultasikan baik dengan dosen
pembimbing I maupun dosen pembimbing II. Setelah memperoleh saran dan masukan
dari kedua dosen pembimbing, peneliti melakukan revisi sesuai masukan yang ada.
Selanjutnya peneliti mengkonsultasikan kembali kepada dosen pembimbing, untuk
mengetahui apakah revisi yang telah dilakukan sudah sesuai dengan yang dimaksud
oleh kedua dosen pembimbing.
Item awal berjumlah 50 butir, setelah dilaksanakan
analisis validasi konstruk, terdapat sebanyak 33 butir item yang dinyatakan
valid. Dengan adanya angket karakter jujur yang telah memenuhi validasi
konstruk ini, kegiatan eksperimen benar-benar dapat dilaksanakan sesuai dengan
yang diharapkan.
b.
Reliabilitas Instrumen
Data skor karakter jujur yang terkumpul menggunakan
teknik angket karakter jujur kemungkinan dapat terjadi kesalahan. Untuk
meyakinkan apakah data yang terkumpul itu benar reliabel, maka observasi
terhadap setiap subjek penelitian dilakukan secara individual.
F.
Validasi Media Bibliokonseling
Media bibliokonseling yang
digunakan dalam penelitian ini berupa buku cerita bergambar tentang karakter
jujur. Media ini dikembangkan oleh peneliti sendiri dalam bentuk 3 buku seri
jujur yang masing-masing berjudul: (1) Aku Anak Jujur, Aku Tidak Mencontek, (2) Aku
Anak Jujur, Aku Tidak Mencuri, (3) Aku Anak Jujur, Aku Tidak Berbohong.
Untuk mengetahui bahwa media yang
dikembangkan oleh peneliti ini memenuhi syarat-syarat ketepatan, kegunaan,
kelayakan dan kemenarikan maka validasi media bibliokonseling perlu
dilaksanakan. Validasi
produk ini dilakukan dengan uji coba produk yang dilaksanakan oleh ahli isi,
bahasa, dan media.
1. Validitas Teoritis
Pada validasi teorotis dibagi
menjadi dua tahap uji coba, yaitu uji coba tahap pertama (uji ahli) dan uji
coba tahap kedua (uji coba calon pengguna produk). Dalam uji coba tahap pertama
ini uji coba dilakukan untuk memperoleh penilaian, sasaran, tanggapan, kritik
atau masukan dari ahli yang dapat digunakan sebagai dasar perbaikan produk
sebelum dilaksanakan uji tahap kedua (uji calon pengguna produk).
2. Persyaratan Penguji Ahli
a.
Ahli Isi/Materi
Ahli isi atau materi disini adalah orang yang menguasai
isi atau materi, umumnya ahli materi ini berasal dari perguruan tinggi juga
bisa dari guru BK sendiri dan telah berpengalaman dan mengerti mengenai materi
konten yang akan disajikan, biasanya ahli materi telah memiliki pengalaman
mengenai BK minimal lima tahun dan minimal telah selesai menempuh pendidikan SI
BK. Ahli materi pada penelitian pengembangan ini adalah dari dosen BK Universitas
Negeri Malang. Tugas dari ahli materi adalah menilai isi materi yang terdapat
di dalam bibliokonseling berupa buku
cerita untuk mengembangkan karakter jujur bagi siswa kelas IV SDN Percobaan 1
Malang.
b.
Ahli Media
Ahli media disini adalah adalah orang
yang memiliki pengalaman dalam membuat media, biasanya telah memiliki pengalaman
selama lima tahun atau lebih di bidang media yang dapat digunakan untuk media
BK serta minimal telah selesai menempuh pendidikan SI
pada bidang pendidikan. Ahli media disini adalah dosen Bimbingan dan Konseling yang mengampu mata kuliah
media BK Universitas Negeri Malang.
c.
Ahli Bahasa
Ahli bahasa adalah orang yang menguasai pengetahuan mengenai tata bahasa baik
secara bentuk penelitian serta penggunaan kosa kata yang sesuai bagi subjek
penelitian yaitu siswa kelas IV SD. Ahli bahasa yang dimaksud adalah orang yang
telah memiliki pengalaman selama lima tahun atau lebih di bidang bahasa, minimal
telah selesai menempuh pendidikan SI pada bidang pendidikan. Ahli bahasa disini adalah dosen Bahasa
dan Sastra Indonesia dan mengampu mata
kuliah Sastra Indonesia di Universitas Negeri Malang.
3. Aspek Penilaian Uji Ahli
Bibliokonseling yang disusun
oleh peneliti memasukkan beberapa aspek, yaitu:
a.
Ketepatan
à Memenuhi syarat teoritis
b.
Kegunaan
à Dapat meningkatkan karakter
jujur siswa
c.
Kelayakan
Ã
Kemudahan dan kepraktisan (efisiensi waktu, dana, dan tenaga konselor)
d. Kemenarikan à Tampilan fisik
Dalam setiap pernyataan pada
skala penilaian tersebut mempunyai gradasi skala 1-4. Skala pengukuran yang
digunakan adalah Skala Likert berbentuk checklist. Dalam Setiap angka
memiliki makna sebagai berikut:
0 – 1 =
Tidak Tepat / Tidak Berguna/ Tidak Layak/ Tidak Menarik
1,1 – 2 = Kurang Tepat/ Kurang Berguna/ Kurang Layak/ Kurang Menarik
2,1 – 3 =
Tepat/ Berguna/ Layak/ Menarik
3,1 – 4 =
Sangat Tepat/ Sangat Berguna/ Sangat Layak/ Sangat Menarik
4. Teknik Analisis Data
Berdasarkan Beberapa Aspek Produk
Menjumlahkan
skor penilaian ketiga ahli (isi, bahasa, dan media) untuk pernyataan-pernyataan
pada aspek kegunaan, sehingga diperoleh total skor untuk aspek kegunaan. Skor
total kemudian dibagi 3 untuk mengetahui skor rata-rata dan hasilnya
diinterpretasikan sesuai kriteria penggolongan skor aspek kegunaan
bibliokonseling.
a. Aspek ketepatan
Pada
aspek ketepatan terdapat 6 butir pernyataan yang masing-masing memiliki gradasi
1-4. Untuk menentukan pembuatan kriteria tersebut dilakukan langkah-langkah
berikut:
§ Melihat skor makasimal
§ Melihat skor minimal
§ Menghitung beda skor maksimal
dan minimal
§ Menentukan interval untuk
mendapatkan 4 kriteria
Berdasarkan
skor tersebut maka skor minimal 6x1=6, dan maksimal 6x4=24, interval 24-6:4= 18:4=
4,5
Tabel 3.2 Kriteria
Penggolongan Skor Aspek Ketepatan Bibliokonseling
Penggolongan Skor
|
Kriteria
|
19,6 – 24
15,1 – 19,5
10,6 – 15
6 – 10,5
|
Sangat Tepat
Tepat
Kurang Tepat
Tidak Tepat
|
b. Aspek Kegunaan
Pada
aspek kegunaan terdapat 3 butir pernyataan yang masing-masing memiliki gradasi
1-4.
Berdasarkan
skor tersebut maka skor minimal adalah 3x1=3, skor maksimal 3x4=12, interval
12-3:4= 9:4= 2,25
Tabel 3.3 Kriteria
Penggolongan Skor Aspek Kegunaan Bibliokonseling
Penggolongan Skor
|
Kriteria
|
9,76 – 12
7,6 – 9,75
5,26 – 7,5
3 – 5,25
|
Sangat berguna
Berguna
Kurang Berguna
Tidak Berguna
|
c. Aspek Kelayakan
Pada
aspek kegunaan terdapat 3 butir pernyataan yang masing-masing memiliki gradasi
1-4. Berdasarkan skor tersebut maka skor minimal adalah 3x1=3, skor maksimal
3x4=12, interval 12-3:4= 9:4= 2,25
Tabel 3.4 Kriteria
Penggolongan Skor Aspek Kelayakan Bibliokonseling
Penggolongan Skor
|
Kriteria
|
9,76 – 12
7,6 – 9,75
5,26 – 7,5
3 – 5,25
|
Sangat Layak
Layak
Kurang Layak
Tidak Layak
|
d. Aspek kemenarikan
Pada
aspek kemenarikan terdapat 3 butir pernyataan yang masing-masing memiliki
gradasi 1-4. Berdasarkan skor tersebut maka skor minimal 3x1=3, dan maksimal
3x4=12, interval 12-3:4= 9:4= 2,25
Tabel 3.5 Kriteria
Penggolongan Skor Aspek Kemenarikan Bibliokonseling
Penggolongan Skor
|
Kriteria
|
9,76 – 12
7,6 – 9,75
5,26 – 7,5
3 – 5,25
|
Sangat Menarik
Menarik
Kurang Menarik
Tidak Menarik
|
G.
Pengumpulan Data
1.
Langkah-langkah
Pengumpulan data
Pengumpulan data dilaksanakan melalui tiga tahapan, a)
Tahap persiapan, b) Tahap menyeleksi subjek, c) Tahap pelaksanaan eksperimen.
Tahap-tahap tersebut diuraikan secara rinci sebagai berikut:
a.
Tahap persiapan
Tahap persiapan dilakukan dengan
cara menyiapkan instrumen penelitian dan menyusun RPLBK.
b.
Tahap
pemilihan subjek
Subjek
dipilih berdasarkan hasil konsultasi peneliti dengan konselor atau pihak
sekolah lainnya, serta sesuai dengan hasil pre-test. Atas dasar hasil
konsultasi, peneliti menggunakan kelompok siswa dalam kelas IV SD yang sudah
ada (tanpa diacak) sebagai subjek penelitian “Efektivitas Bibliokonseling untuk
Mengembangkan Karakter Jujur bagi Siswa Kelas IV SDN Percobaan 1 Malang”.
c.
Tahap pelaksanaan eksperimen
Eksperimen diawali dengan
penyerahan surat ijin penelitian pada tanggal 01 November 2013 di TU SDN
Percobaan 1 Malang. Setelah itu peneliti di terima oleh pihak sekolah dan
melakukan observasi sekaligus wawancara dengan calon subjek yakni kelas IV-A
yang telah ditunjuk oleh pihak guru dan kepala sekolah pada tanggal 04 November
2013.
Pada tanggal 08 November 2013,
peneliti melakukan penyebaran angket pre-test kepada seluruh siswa kelas
IV-A SDN Percobaan 1 Malang, sesuai dengan petunjuk guru kelas untuk subjek
penelitian. Selanjutnya peneliti menganalisis hasil pre-test tersebut
dan mengambil lima orang siswa dengan nilai pre-test kejujuran terendah.
Kelima orang siswa tersebut kemudian diberikan treatment berupa buku
cerita pendek (bibliokonseling) guna meningkatkan karakter kejujurannya.
Buku cerita yang diberikan
antara lain berjudul Farid
Kalah Lomba, Menemukan Dompet di Jalan, dan Buah Kebohongan Edo. Pemberian treatment tersebut
berlangsung selama tiga hari yaitu mulai tanggal 12 November 2013 sampai
tanggal 14 November 2013. Setiap selesai melakukan treatment peneliti
juga memberikan format refleksi isi cerita dan refleksi diri yang harus diisi
oleh subjek. Selain itu juga dilaksanakan diskusi dan juga memainkan peran
dalam cerita oleh subjek sendiri. Akhirnya Akhirnya untuk mengukur terjadi
perubahan atau tidaknya karakter jujur pada kelima siswa tersebut, peneliti
memberikan angket post-test.
2.
Jadwal Pengumpulan Data
Dalam
pelaksanaannya, penelitian ini juga memerlukan penyusunan jadwal penelitian
yang disesuaikan dengan jadwal kegiatan belajar dan mengajar di sekolah siswa
yang dijadikan subjek penelitian. Adapun jadwal penelitian yang telah disusun
sebagai berikut:
Tabel 3.6 Jadwal kegiatan
penelitian
No
|
Uraian kegiatan
|
Waktu Pelaksanaan
|
1.
|
Menyerahkan surat ijin
penelitian dari Fakultas Ilmu Pendidikan kepada Kepala Sekolah serta
menyesuaikan jadwal penelitian dengan jadwal kelas yang bersangkutan
|
01 November 2013
|
2.
|
Masuk kelas yang akan
diteli dan mengajukan beberapa wawancara singkat dengan calon responden
|
04 November 2013
|
3.
|
Pre-test
|
08 November 2013
|
4.
|
Pertemuan 1
|
12 November 2013
|
5.
|
Pertemuan 2
|
13 November 2013
|
6.
|
Pertemuan 3
|
14 November 2013
|
7.
|
Post-test
|
15 November 2013
|
H.
Analisis
Data
Analisis data merupakan suatu proses pengolahan
data yang telah terkumpul dari seluruh subjek maupun
sumber data lain. Tujuannnya adalah untuk memperoleh hasil
penelitian. Berhubung penelitian ini
menggunakan Single-Case Experimental Design (SCED), maka analisis data
dilakukan secara individual. Data dari masing-masing subjek penelitian direkam
secara terpisah.
Adapun teknik analisis
data yang digunakan untuk menguji efektivitas bibliokonseling untuk
meningkatkan karakter jujur kepada lima siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang
yang terpilih berdasarkan fase sebelum treatment dan setelah treatment
adalah teknik statistik dengan formula sebagaimana yang dikemukakan oleh
Goodwin & Coastes (dalam Harmiyanto, 2012) sebagai berikut:
Baserate
Gambar 3.3 Formula Statistik untuk menghitung
efektivitas bibliokonseling untuk meningkatkan karakter jujur
Interpretasi hasil penelitian digunakan kriteria
bahwa pengubahan karakter dinyatakan berhasil jika perilaku jujur siswa naik
tidak kurang dari 50% (Goodwin & Coasters, dalam Harmiyanto:2012).
Dalam setiap intepretasi hasil penelitian,
peneliti juga menggunakan skala pengukuran Skala Likert. Jumlah skor
yang dikumpulkan subjek setelah mengisi angket karakter jujur dikelompokkan
dalam 3 kategori, seperti yang tersaji pada tabel berikut ini:Terdapat 33 butir pernyataan
yang masing-masing memiliki gradasi 1-3. Berdasarkan skor tersebut maka skor
minimal adalah 33x1=33, skor maksimal 33x3=99, interval 99-33:3=22
Tabel 3.7 Kriteria
Penggolongan Skor Karakter Jujur
Penggolongan Skor
|
Kriteria
|
78 – 99
56 – 77
33 – 55
|
|
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A.
Sajian Data
Tahap lanjutan setelah penetapan metode penelitian adalah
pelaksanaan penelitian. Sebelum penjelasan mengenai pelaksanaan penelitian
tersebut, peneliti terlebih dahulu menyajikan data hasil uji ahli produk yang dieksperimenkan.
Hal tersebut dilakukan karena produk yang dieksperimenkan merupakan hasil karya
peneliti sendiri dan harus diketahui ketepatan, kegunaan, kelayakan,
kemenarikannya.
1.
Data Hasil Uji Produk
Data
hasil uji produk ini dilakukan oleh tiga orang ahli. Masing-masing adalah
penguji produk bibliokonseling bidang bahasa yakni oleh Karkono, S.S., M.A. Penguji produk
bibliokonseling bidang isi yakni oleh Dr. Blasius Boli Lasan, M.Pd. Penguji
produk bibliokonseling bidang media yakni oleh Dra. Ella Faridati Zen, M.Pd.
Data hasil uji produk bibliokonseling, diuraikan sebagai berikut:
Tabel
4.1 Penilaian Uji Ahli Aspek Ketepatan Bibliokonseling
No
|
Pernyataan-pernyataan
|
Skor Rata-Rata
|
Kriteria
|
1.
|
Ketepatan serial
Bibliokonseling pada siswa kelas IV SD
|
3,3
|
Tepat
|
2.
|
Ketepatan tujuan
Bibliokonseling untuk meningkatkan pemahaman tentang karakter jujur pada
siswa kelas IV SD
|
3
|
Tepat
|
3.
|
Ketepatan uraian
konsep yang disajikan di dalam kumpulan cerita bibliokonseling untuk
meningkatkan pemahaman tentang karakter jujur siswa kelas IV SD
|
4
|
Sangat Tepat
|
4.
|
Ketepatan gambar
untuk masing-masing seri cerita bibliokonseling untuk meningkatkan pemahaman
tentang karakter jujur siswa kelas IV SD
|
3
|
Tepat
|
5.
|
Kebakuan bahasa yang
digunakan dalam seri cerita bibliokonseling
|
2,67
|
Kurang Tepat
|
6.
|
Ketepatan bahasa
dalam seri cerita bibliokonseling untuk meningkatkan pemahaman tentang
karakter jujur dengan tingkat perkembangan siswa kelas IV SD
|
3
|
Tepat
|
Jumlah Skor Rata-Rata
|
18,97
|
Tepat
|
Tabel
4.2 Penilaian Uji Ahli Aspek Kegunaan Bibliokonseling
No
|
Pernyataan-pernyataan
|
Skor Rata-Rata
|
Kriteria
|
1.
|
Manfaat serial
bibliokonseling untuk memenuhi kebutuhan siswa kelas IV SD tentang pemahaman
karakter jujur
|
4
|
Sangat Bermanfaat
|
2.
|
Manfaat serial
bibliokonseling untuk menambah wawasan siswa kelas IV SD tentang karakter
jujur
|
4
|
Sangat Bermanfaat
|
3.
|
Manfaat serial
bibliokonseling untuk membantu tugas konselor/ guru dalam peningkatan
karakter jujur siswa kelas IV SD
|
3.67
|
Bermanfaat
|
Jumlah Skor Rata-Rata
|
11,67
|
Sangat Bermanfaat
|
Tabel
4.3 Penilaian Uji Ahli Aspek Kelayakan Bibliokonseling
No
|
Pernyataan-pernyataan
|
Skor Rata-Rata
|
Kriteria
|
1.
|
Kemudahan
memahami serial bibliokonseling
|
3,3
|
Layak
|
2.
|
Efisiensi
dana yang diperlukan dalam penggunaan media bibliokonseling
|
3
|
Layak
|
3.
|
Efisiensi
penggunaan tenaga dalam penggunaan media bibliokonseling
|
3.3
|
Layak
|
Jumlah Skor Rata-Rata
|
9,6
|
Layak
|
Tabel
4.4 Penilaian Uji Ahli Aspek Kemenarikan Bibliokonseling
No
|
Pernyataan-pernyataan
|
Skor Rata-Rata
|
Kriteria
|
1.
|
Kemenarikan desain
buku cerita dalam serial bibliokonseling
|
3,67
|
Menarik
|
2.
|
Kemenarikan tampilan
gambar dan warna dalam serial bibliokonseling
|
3,3
|
Menarik
|
3.
|
Kemenarikan alur
cerita yang disajikan
|
4
|
Sangat Menarik
|
Jumlah Skor Rata-Rata
|
10,97
|
Sangat Menarik
|
Dari sajian data tersebut diatas dapat dinyatakan bahwa Media
Bibliokonseling yang telah dikembangkan oleh peneliti sebagai media yang
dieksperimenkan telah memenuhi aspek-aspek ketepatan, kegunaan, kelayakan dan
kemenarikan.
2.
Hasil Pelaksanaan Penelitian
Setelah melihat hasil uji produk, selanjutnya adalah penyajian data
hasil pelaksanaan penelitian. Dalam penelitian ini dapat diperoleh data-data
yang diharapkan ataupun yang berhubungan dengan penelitian. Data yang
dihasilkan tersebut selanjutnya dapat diolah dan dianalisis sesuai kebutuhan.
Berikut diuraikan mengenai penyajian analisis data hasil penelitian.
Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan melalui metode dan instrumen
pengumpul data seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Pengumpulan
data dilakukan dengan instrumen angket yang terlebih dahulu telah dilakukan
pengujian validitas dan reliabilitasnya, yakni angket karakter jujur siswa
kelas IV-A SDN Percobaan 1 Malang.
Angket karakter jujur bagi siswa ini diberikan kepada subjek 1
(satu) kelas IV-A SDN Percobaan 1 Malang, Tahun Ajaran 2013-2014. Pemberian
angket ini dilakukan dalam dua periode, yakni periode pra treatment (pre-test)
yang diberikan kepada siswa seluruh kelas, dan periode paska treatment (post-test)
yang diberikan kepada 5 orang siswa yang terpilih sebagai subjek penelitian.
Pengumpulan data pre-test dilakukan pada tanggal 08 November
2013, pada 39 siswa kelas IV-A di SDN
Percobaan 1 Malang. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh data mengenai
skor tingkat kejujuran siswa, sehingga selanjutnya dapat diidentifikasi 5 siswa
yang memiliki tingkat kejujuran dengan skor terendah. Hasil pengumpulan data pre-test
dapat dilihat pada lampiran.
Hasil pre-test menunjukkan fakta bahwa hampir sebagian besar
siswa kelas ini memiliki tingkat kejujuran sangat tinggi. Hanya 5 orang siswa
yang memiliki skor kejujuran rendah dan 2 siswa lainnya memiliki skor kejujuran
tinggi. Hal ini menjadi dilema untuk siswa kelas IV-A tersebut. Jika seluruh
kelas bisa mengoptimalkan skor kejujurannya tentu akan lebih baik lagi.
Tabel 4.5 Data siswa dengan skor kejujuran terendah
No
|
Nama
Inisial
|
Skor
|
Kategori
|
1.
|
ADS
|
47
|
Rendah
|
2.
|
MWAA
|
47
|
Rendah
|
3.
|
AZS
|
45
|
Rendah
|
4.
|
IZ
|
45
|
Rendah
|
5.
|
MMZ
|
43
|
Rendah
|
Data tersebut pada tahap selanjutnya dijadikan dasar dalam
pengambilan subjek penelitian, yaitu sebanyak 5 (lima) siswa yang memiliki
tingkat kejujuran sangat terendah. Kelima siswa tersebut adalah subjek yang
diberikan treatment bibliokonseling untuk meningkatkan karakter jujur.
Setelah pemberian treatment bibliokonseling untuk meningkatkan
karakter jujur, berikutnya dilakukan pengumpulan data kembali periode kedua (post-test).
Data post-test ini diperlukan untuk mengetahui kisaran meningkatnya skor
tingkat kejujuran siswa, terutama pada lima siswa yang menjadi subjek.
Pengumpulan data post-test yang dilaksanakan pada tanggal 15
November 2013 dilakukan kepada lima orang siswa subjek menghasilkan data skor
tingkat kejujuran siswa sebagai berikut:
Tabel 4.6 Data hasil
post-test siswa
No.
|
Nama Inisial
|
Skor
|
Kategori
|
1.
|
ADS
|
95
|
Sangat Tinggi
|
2.
|
MWAA
|
95
|
Sangat Tinggi
|
3.
|
AZS
|
95
|
Sangat Tinggi
|
4.
|
IZ
|
91
|
Sangat Tinggi
|
5.
|
MMZ
|
89
|
Sangat Tinggi
|
Data mengenai hasil pre-test
dan post-test diatas berguna untuk mengamati perbedaan skor antara
sebelum dengan sesudah pemberian treatment
bibliokonseling. Dengan mengamati perbedaan skor tersebut, dapat diketahui
perbandingan skor dan perkembangan keberhasilan untuk meningkatkan karakter
jujur siswa kelas IV SDN Percobaan Malang.
Tabel
4.7 Perbandingan skor pre-test dan post-test
No.
|
Nama Inisial
|
Pre-test
|
Post-test
|
||
Skor
|
Kategori
|
Skor
|
Kategori
|
||
1.
|
ADS
|
47
|
Rendah
|
95
|
Sangat Tinggi
|
2.
|
MWAA
|
47
|
Rendah
|
95
|
Sangat Tinggi
|
3.
|
AZS
|
45
|
Rendah
|
95
|
Sangat Tinggi
|
4.
|
IZ
|
45
|
Rendah
|
91
|
Sangat Tinggi
|
5.
|
MMZ
|
43
|
Rendah
|
89
|
Sangat Tinggi
|
B. Analisis
Hasil Penelitian
Data-data yang telah disajikan dalam bahasan sebelumnya merupakan
hasil pelaksanaan kegiatan pengumpulan data yang telah dilakukan. Data tersebut
selanjutnya dianalisis untuk mengetahui hasil-hasil yang ditemukan dalam
penelitian. Hal ini dilakukan karena apabila tejadi kealpaan dalam pengumpulan
data akan dapat mengakibatkan kesalahan pula dalam penarikan kesimpulan
penelitian (hipotesis).
Pengujian terhadap kebenaran hipotesis yang telah ditentukan,
seperti telah dikatakan pada bab terdahulu menggunakan teknik analisis Single-Case
Experimental Design yang disingkat SCED. Melalui
penggunaan tes tanda ini, maka akan dilakukan analisis diantara dua kondisi
yang berlainan, yaitu kondisi sebelum pemberian treatment (pre-test) dan kondisi sesudah pemberian treatment (post-test). Berikut
uraian analisis tersebut:
- Analisis hasil pre-test dan post-test
Seperti telah dikatakan dalam bahasan terdahulu bahwa kegiatan
pengumpulan data dilakukan dalam dua kali waktu, yaitu pra pemberian treatment konseling (pre-test)
dan pasca pemberian treatment
konseling kelompok (post-test). Melalui dua waktu pengumpulan data
tersebut diperoleh pula dua hasil data yang berbeda.
Pengumpulan data pre-test yang dilaksanakan pada tanggal 08 November
2013 pada 39 siswa yang menghasilkan fakta bahwa hampir sebagian besar subjek
tersebut memiliki tingkat kejujuran yang tinggi. Hal ini didasarkan pada jumlah
siswa yang memiliki tingkat kejujuran yang kurang sebanyak 5 siswa serta yang memiliki
tingkat kejujuran yang sedang sebanyak 2 siswa. Dari sini peneliti mengambil 5 siswa
dengan skor terendah.
Data yang didapatkan dalam pre-test juga mengindikasikan
sejumlah siswa sebagai subjek penelitian. Sejumlah lima orang siswa terindikasi
memiliki tingkat kejujuran rendah. Fakta ini didasarkan pada hasil skor angket
mereka yang berkategori rendah. Siswa yang diinisialkan tersebut adalah ADS, MWAA, AZS, IZ, MMZ.
Pengumpulan data yang kedua dilakukan sesudah pemberian treatment (post-test) dan
dilaksanakan pada tanggal 15 November 2013. Berbeda dengan pengumpulan data pre-test,
pengumpulan data post-test ini hanya dilakukan kepada lima orang siswa
diatas saja sebagai subjek penelitiannya. Hal ini untuk mengetahui perbedaan
skor mereka dalam dua kondisi tersebut. (Lihat tabel 4.7)
Didasarkan pada data yang dhasilkan pada pengumpulan data pre-test
dan pengumpulan data post-test, maka selanjutnya dapat dilakukan
analisis data . Adapun teknik analisis data yang digunakan untuk menguji
efektivitas bibliokonseling untuk meningkatkan karakter jujur kepada lima siswa
kelas IV SDN Percobaan 1 Malang yang terpilih berdasarkan fase sebelum treatment
dan setelah treatment adalah teknik statistik dengan formula
sebagaimana yang dikemukakan oleh Goodwin & Coastes (dalam Harmiyanto,
2012) sebagai berikut:
Besarate
– Postrate x 100%
= Persentase Change
Baserate
Gambar
3.3 Formula Statistik untuk menghitung efektivitas bibliokonseling untuk
meningkatkan karakter jujur
Sesuai dengan formula yang
disajikan di atas dapat ditampilkan perbandingan hasil analisis data pre-test
dan data post test sekaligus sebagai interpretasi hasil penelitian.
Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, interpretasi menggunakan kriteria
pengubahan karakter dinyatakan berhasil jika perilaku jujur siswa naik tidak
kurang dari 50% (Goodwin & Coasters, dalam Harmiyanto:2012). Interpretasi
hasil penelitian dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 4.8
Interpretasi Hasil Penelitian Pengembangan Karakter Jujur dengan menggunakan
media bibliokonseling
No.
|
Nama Inisial
|
Skor Pre-test
|
Skor Post-test
|
Persentase
Perubahan
|
Interpretasi
|
1.
|
ADS
|
47
|
95
|
50,5 %
|
Efektif
|
2.
|
MWAA
|
47
|
95
|
50,5 %
|
Efektif
|
3.
|
AZS
|
45
|
95
|
52,6 %
|
Efektif
|
4.
|
IZ
|
45
|
91
|
50,5 %
|
Efektif
|
5.
|
MMZ
|
43
|
89
|
51,6 %
|
Efektif
|
Tabel 4.8 diatas menunjukkan bahwa bibliokonseling dapat memberikan
perubahan skor karakter jujur. Perubahan skor yang semula masuk dalam kategori
rendah menjadi kategori sangat tinggi dengan persentase perubahan rata-rata lebih
dari 50%. Interpretasi tersebut sekaligus membuktikan bahwa bibliokonseling
efektif digunakan untuk mengembangkan karakter jujur siswa kelas IV di SDN
Percobaan 1 Malang.
C. Pengujian Hipotesis
Mengacu pada kriteria yang dikemukakan oleh (Goodwin &
Coasters, dalam Harmiyanto:2012) bahwa bibliokonseling dikatakan berhasil atau
efektif jika skor karakter jujur meningkat tidak kurang dari 50%. Berdasarkan
perhitungan persentase perubahan skor karakter jujur dari masing-masing subjek
penelitian ternyata semuanya meningkat lebih dari 50%. Secara rinci dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1.
Subjek
ADS
Pada saat pre-test
jumlah skor ADS adalah 47, sedangkan
pada post-test meningkat menjadi 95, atau terjadi peningkatan sebanyak
48. Karena peningkatan skor pre-test
ke post-test sebesar 50,5% atau lebih besar dari 50%, maka perlakuan
dinyatakan efektif. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa
bibliokonseling dengan menggunakan cerita pendek efektif untuk mengembangkan
karakter jujur siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang diterima.
2.
Subjek
MWAA
Pada saat pre-test
jumlah skor MWAA adalah 47, sedangkan
pada post-test meningkat menjadi 95, atau terjadi peningkatan sebanyak
48. Karena peningkatan skor pre-test
ke post-test sebesar 50,5% atau lebih besar dari 50%, maka perlakuan
dinyatakan efektif. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa
bibliokonseling dengan menggunakan cerita pendek efektif untuk mengembangkan
karakter jujur siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang diterima.
3.
Subjek
AZS
Pada saat pre-test
jumlah skor AZS adalah 45, sedangkan
pada post-test meningkat menjadi 95, atau terjadi peningkatan sebanyak
55. Karena peningkatan skor pre-test
ke post-test sebesar 52,6% atau lebih besar dari 50%, maka perlakuan
dinyatakan efektif. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa bibliokonseling
dengan menggunakan cerita pendek efektif untuk mengembangkan karakter jujur
siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang diterima.
4.
Subjek
IZ
Pada saat pre-test
jumlah skor IZ adalah 45, sedangkan pada
post-test meningkat menjadi 91, atau terjadi peningkatan sebanyak 46. Karena peningkatan skor pre-test
ke post-test sebesar 50,5% atau lebih besar dari 50%, maka perlakuan
dinyatakan efektif. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa
bibliokonseling dengan menggunakan cerita pendek efektif untuk mengembangkan
karakter jujur siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang diterima.
5.
Subjek
MMZ
Pada saat pre-test
jumlah skor MMZ adalah 43, sedangkan
pada post-test meningkat menjadi 89, atau terjadi peningkatan sebanyak
46. Karena peningkatan skor pre-test
ke post-test sebesar 51,6% atau lebih besar dari 50%, maka perlakuan
dinyatakan efektif. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa
bibliokonseling dengan menggunakan cerita pendek efektif untuk mengembangkan
karakter jujur siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang diterima.
BAB V
PEMBAHASAN
A. Hasil analisis secara individual
Penelitian ini juga tidak dapat mengesampingkan peran serta dari
kelima individu siswa yang dijadikan subjek penelitian. Oleh karenanya, perlu
juga adanya analisis secara individual terhadap mereka. Berikut disajikan
uraian mengenai hasil analisis secara individual tersebut selama pemberian treatment bibliokonseling untuk
mengembangkan karakter jujur pada siswa kelas IV di SDN Percobaan 1 Malang:
1.
Subjek berinisial ADS
a. Cerita Farid Kalah Lomba
§ Saat membaca cerita Farid Kalah Lomba, ADS tampak tenang dan serius.
Dia juga nampak meresapi isi cerita sampai akhirnya dia selesai membaca paling
terakhir.
§ Saat refleksi berlangsung ADS menjawab beberapa pertanyaan namun
tidak seaktif teman-temannya. Dia nampaknya adalah anak pendiam dibanding semua
teman-temannya, namun ketika dimintai pendapat ADS menjawabnya dengan bagus.
§ Saat mengisi angket refleksi isi cerita dan refleksi diri ADS
mengisinya dengan mandiri. ADS berkomitmen mengerjakan tugas-tugasnya sendiri
dan ketika dia mengetahui teman yang mencontek dia tidak akan menjauhi teman
itu.
b.
Cerita Menemukan Dompet di Jalan
§ Di hari kedua ini ADS nampak
lebih rileks dari hari sebelumnya. ADS membaca cerita Menemukan Dompet di Jalan
dengan serius dan antusias. Seperti hari sebelumnya ADS selalu menyelesaikan
membaca cerita paling akhir. Dia terlihat begitu menikmati isi ceritanya,
beberapa kali matanya mengerjab-ngerjab.
§ Saat diskusi mengenai isi buku,
ADS nampak lebih aktif dari hari sebelumnya. ADS menjawab lebih banyak
pertanyaan dari sebelumnya dengan tersenyum riang bersama teman-temannya.
§ Selanjutnya saat mengisi Angket
refleksi ADS mengerjakan semuanya sendiri dan berkomitmen ingin mencontoh
perilaku jujur Dito dan dia akan melaporkan temannya yang ketahuan mengambil
barang orang lain tanpa ijin kepada guru. ADS juga ikut serta memerankan tokoh
istri pak burhan saat permainan peran sebagai model isi cerita oleh siswa yang
diteliti.
c.
Cerita Buah Kebohongan Edo.
§ Di hari terakhir penelitian ADS
nampak semakin lebih baik dan rileks. ADS membaca dengan riang dan memberikan
pendapat-pendapat serta menjawab dengan tepat.
§ ADS juga mengisi bukunya secara
Refleksi dirinya secara mandiri dan berkomitmen untuk tidak berbohong lagi. ADS
juga menjelaskan bahwa dia tidak suka dengan anak yang suka berbohong.
2.
Subjek berinisial MWAA
a.
Cerita Farid Kalah Lomba
§ MWAA termasuk anak yang aktif.
Saat membaca cerita Farid Kalah Lomba. Dia beberapa kali membolak balik cerita
dan gambar pada buku. MWAA memilih membaca dengan santai dan kadang-kadang
tersenyum ketika membaca potongan kalimat cerita.
§ Saat diskusi mengenai isi
cerita, MWAA beberapa kali ditertawakan teman-temannya karena salah pengucapan
nama tokoh. Namun secara keseluruhan MWAA aktif dalam diskusi dan memberikan
pendapatnya.
§ Saat mengisi angket refleksi
isi cerita dan refleksi diri, MWAA mengerjakan secara mandiri dan bertanya
kepada peneliti jika dia tidak memahami maksud kalimat. Di refleksi ini MWAA
berkomitmen akan mengerjakan tugasnya sendiri namun boleh dibantu orang tua
kalau tidak bisa. Dia juga menceritakan pengalamannya saat kelas 3 ketika dia
malas belajar dan akhirnya mendapatkan nilai jelek.
b.
Cerita Menemukan Dompet di Jalan
§ Di hari kedua MWAA nampak lebih
bersemangat dan rileks. Dia sempat melihat cover buku cerita Menemukan Dompet
di Jalan dan suka dengan salah satu gambar ekspresi tokoh Ayah saat sedang
kaget. Dengan segera MWAA membaca buku tersebut dan menyelesaikan membacanya
pada urutan ke empat.
§ Saat diskusi mengenai isi buku
dengan lantang MWAA menjawab berebut dengan teman-temannya yang lain yang juga
antusias. MWAA memiliki jawaban yang berbeda dari teman-teman yang lainnya
namun dia mengungkapkannya dengan agak ragu-ragu. Jawaban-jawaban MWAA sangat
logis sesuai dengan kondisi dirinya sendiri.
§ Saat mengisi angket refleksi
MWAA mengerjakannya secara mandiri. MWAA berkomitmen untuk berbuat jujur
seperti tokoh Dito.
§ MWAA juga sangat meresapi
perannya sebagai tokoh Ayah saat kelompok melakukan praktek cerita.
c.
Cerita Buah Kebohongan Edo.
§ Di hari terakhir penelitian MWAA
nampak semakin lebih baik dan rileks. MWAA membaca dengan riang dan memberikan
pendapat-pendapat serta menjawab dengan tepat.
§ MWAA juga mengisi bukunya
secara Refleksi dirinya secara mandiri dan berkomitmen untuk tidak akan
berbohong. MWAA memilih untuk membiarkan teman-temannya berbohong namun MWAA
sendiri berkomitmen untuk tidak berbohong.
3.
Subjek berinisial AZS
a. Cerita Farid Kalah Lomba
§ AZS membaca cerita dengan judul Farid Kalah Lomba dengan tekun.
Kadang-kadang dia tersenyum dan memanggil temannya untuk melihat gambar-gambar
yang menurutnya menarik.
§ Saat diskusi mengenai cerita, AZS nampak aktif dengan menjawab
beberapa pertanyaan dan juga bertanya
§ Selanjutnya saat AZS mengisi angket refleksi bacaan dan refleksi
diri setelah membaca cerita, dia nampak mengerjakan sendiri pekerjaannya tanpa
bertanya kepada teman-temannya. Dari angket refleksi ceita Farid Kalah Lomba
ini nampak AZS berkomitmen tidak akan mencontek. Dia juga tidak akan menjauhi
temannya yang suka mencontek dan akan membantunya dengan belajar bersama (bukan
dalam memberikan contekan saat UTS).
b. Cerita Menemukan Dompet di Jalan
§ AZS nampak lebih antusias di hari kedua ini. AZS dengan tersenyum
membaca cerita Menemukan Dompet di Jalan. Seperti hari sebelumnya AZS selalu
selesai pertama kali saat membaca cerita.
§ Disaat berdiskusi mengenai isi buku AZS dengan antusias menjawab
pertanyaan yang disajikan dan menyumbangkan pendapat-pendapatnya ketika diminta
memberikan pendapat.
§ Saat mengisi angket refleksi AZS mengerjakannya dengan santai. AZS
juga nampak beberapa kali bergurau dengan teman-temannya. AZS berkomitmen bahwa
dia akan menjadi anak jujur seperti tokoh Dito. AZS juga berkomitmen tidak akan
menjauhi temannya yang suka mengambil barang milik orang lain yang bukan haknya
atau tanpa seizin pemiliknya dan menegur temannya jika dia mengetahuinya.
§ Disaat AZS diminta memerankan tokoh ibu sebagai pemodelan cerita dia
nampak melakukannya dengan baik sesuai dengan isi cerita.
c. Cerita Buah Kebohongan Edo.
§ Di hari terakhir penelitian AZS
nampak semakin lebih baik dan rileks. AZS membaca dengan riang dan memberikan
pendapat-pendapat serta menjawab dengan tepat.
§ AZS juga mengisi bukunya secara
Refleksi dirinya secara mandiri dan berkomitmen untuk tidak akan membohongi
temannya. Ketika menemui teman yang suka berbohong, AZS memilih untuk
melaporkannya ke guru dan tidak menjauhi temannya tersebut.
4.
Subjek berinisial IZ
a.
Cerita Farid Kalah Lomba
§ IZ membaca buku cerita dengan
wajah datar. Dia tidak tersenyum juga tidak terlihat cemberut atau bosan. Namun
matanya tidak lepas dari buku cerita Farid Kalah Lomba. Dia membacanya secara
tekun sampai akhir cerita buku.
§ Saat diskusi mengenai isi
cerita, IZ menjawab dengan suara pelann dan ragu-ragu. Namun secara keseluruhan
IZ selalu menjawab dan memberikan pendapatnya ketika diminta.
§ Saat mengisi angket refleksi,
IZ memilih tempat menyendiri dan mengisinya dengan jawaban-jawaban yang sesuai
dengan pendapatnya. Di angket refleksi ini IZ menceritakan pengalamannya dulu
ketika masih sekolah di Bali, bahwa dia pernah mencontek dan ketahuan gurunya.
IZ Berkomitmen mengerjakan semua tugas-tugasnya sendiri.
b.
Cerita Menemukan Dompet di Jalan
§ Di hari kedua IZ nampak lebih
rileks dan aktif. IZ membaca cerita Menemukan Dompet di Jalan dengan
bersemangat. Beeberapa kali dia tertawa melihat gambar yang tersaji dalam buku
cerita.
§ Saat diskusi IZ lebih aktif
dari hari sebelumnya. IZ memberikan banyak pendapat dan jawaban.
§ Saat mengisi angket refleksi
seperti hari sebelumnya IZ memilih tempat menyendiri. Dia mengerjakan angket
tersebut secara mandiri. Terlihat saat dia berfikir matanya melirik ke arah
kiri dan bibirnya sedikit menggumam seperti mengingat-ingat sesuatu. Di refleksi
ini IZ menuliskan pengalamannya menemukan kartu di Game Zone saat sedang
di Nusa Dua Bali. IZ juga berkomitmen akan mengembalikan barang yang
ditemukannya.
4.3
Cerita Buah Kebohongan Edo.
§ Di hari terakhir penelitian IZ
nampak semakin lebih baik dan rileks. IZ membaca dengan riang dan memberikan
pendapat-pendapat serta menjawab dengan tepat.
§ IZ juga mengisi bukunya secara
Refleksi dirinya secara mandiri dan berkomitmen untuk tidak berbohong lagi.
Namun IZ memilih menjauhi teman yang suka berbohong karena dulunya IZ pernah
memiliki pengalaman dibohongi oleh teman-temannya.
5.
Subjek berinisial MMZ
a.
Cerita Farid Kalah Lomba
§ MMZ membuka buku cerita dengan
agak malas. Namun ketika MMZ mulai membaca halaman pertama dan melihat
gambar-gambarnya dia tampak antusias dengan cerita Farid Kalah Lomba.
§ Saat sesi diskusi MMZ sangat
aktif berpendapat. MMZ juga menjawab semua pertanyaan.
§ Ketika mengisi Refleksi isi dan
refleksi diri setelah membaca cerita, MMZ memilih mengerjakannya bersama dengan
teman-teman yang lainnya. Cukup lama jawabannya kosong. Beberapa kali juga dia
melirik jawaban temannya, namun setelah peneliti periksa jawabannya sangat
berbeda dengan milik temannya. MMZ berkomitmen akan mengerjakan tugas-tugasnya
secara mandiri dan tidak akan menjauhi teman-temannya yang ketahuan mencontek,
karena menurut MMZ temannya tersebut pasti akan bisa berubah belajar giat. MMZ
juga menceritakan pengalamannya yang pernah mencontek saat ulangan.
b.
Cerita Menemukan Dompet di Jalan
§ Di hari kedua MMZ semakin aktif
dari hari sebelumnya. MMZ sangat suka dengan gambar ekspresi tokoh ayah pada
cover buku cerita Menemukan Dompet di Jalan. Dengan semangat MMZ buru-buru
membaca cerita-ceritanya.
§ Saat diskusi seperti hari
sebelumnya MMZ selalu aktif menjawab dan berpendapat. Dia juga menceritakan
kemungkinan-kemungkinan akibat mengambil barang milik orang lain tanpa ijin
sesuai versinya (tidak ada di buku cerita).
§ Saat mengisi angket refleksi,
seperti biasa MMZ mengerjakannya bersama teman-temannya. MMZ menyelesaikan
angket refleksinya paling terakhir. Dalam angket refleksi tersebut MMZ
berkomitmen akan mengembalikan barang yang bukan miliknya.
c.
Cerita Buah Kebohongan Edo.
§ Di hari terakhir penelitian MMZ
nampak semakin lebih baik dan rileks. MMZ membaca dengan riang dan memberikan
pendapat-pendapat serta menjawab dengan tepat.
§ MMZ juga mengisi bukunya secara
Refleksi dirinya secara mandiri dan berkomitmen untuk tidak berbohong akan
berbohong lagi kepada teman-temannya. Dia merasa benci kepada teman yang suka
berbohong sehingga MMZ memilih untuk tidak berbohong.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Pada bahasan terdahulu telah banyak disinggung mengenai tujuan dari
penelitian ini yakni menguji keefektifan bibliokonseling untuk mengembangkan
karakter jujur siswa kelas IV SDN Percobaan 1 Malang. Oleh karenanya,
penelitian telah memfokuskan diri pada usaha pencarian jawaban terhadap hasil
pengujian-pengujian tersebut.
Hasil-hasil
analisis yang terdapat pada penelitian ini dipandang cukup membantu dalam
menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai keefektifan bibliokonseling untuk
mengembangkan karakter jujur siswa kelas IV-A SDN Percobaan 1 Malang. Analisis
penelitian mencoba membandingkan hasil yang diperoleh pada pengumpulan data
sebelum (pre-test) dan hasil yang diperoleh pada pengumpulan data
sesudah pemberian treatment konseling kelompok kognitif-perilaku tersebut (post-test).
Analisis
penelitian menunjukkan data bahwa kondisi awal tingkat kejujuran pada kelompok
eskperimen adalah rata-rata rendah. Setelah kelompok eksperimen diberi
treatment berupa cerita pendek, terjadi perubahan tingkat kejujurannya. Skor
angket karakter jujur siswa kelas IV-A SDN Percobaan 1 Malang, sesudah
pemberian treatment lebih tinggi daripada
skor angket sebelum pemberian treatment.
Data yang berarti terdapat perbedaan skor angket karakter jujur siswa kelas IV
SDN Percobaan 1 Malang pada masa pre-test dengan masa post-test
ini menunjukkan pula mengenai adanya dampak yang diperoleh subjek pasca pemberian treatment menggunakan
bibliokonseling.
Bibliokonseling
dapat diartikan sebagai suatu kegiatan mengintervensi pemikiran individu dengan
menggunakan suatu bacaan, sehingga setelah membaca bacaan tersebut, individu
dapat mendapatkan informasi baru dan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Menurut Sharck and Engels (dalam Lasan:1997) bibliokonseling
adalah bimbingan belajar yang membantu individu secara mandiri untuk memahami
diri dan lingkungan, belajar dari lingkungan, dan menemukan solusi dari
permasalahan.
Melalui
bibliokonseling, disajikan informasi yang dibutuhkan atau sesuai dengan
permasalahan, yaitu yang berkaitan dengan kesadaran akan kejujuran. Dengan
mengetahui informasi yang ada dalam bacaan, individu dapat membentuk tingkah
lakunya secara umum, dan secara khusus membentuk sikap dan kesadarannya.
Bahan bacaan
yang diberikan berfungsi mengalihkan orientasi dan memberikan
pandangan-pandangan positif sehingga menggugah kesadaran. Dalam penelitian ini,
kelompok eksperimen diberikan cerita pendek yang bertema kejujuran, cerita
tersebut memberikan poandangan-pandangan dan situasi baru yang dapat membuat
pembaca berfikir kritis.
Lewat membaca,
individu bisa mengenali dirinya. Informasi dan pengetahuan yang diperoleh dari
kegiatan membaca menjadi masukan untuk masalahnya. Saat membaca pembaca
menginterpretasikan jalan pikiran penulis, menerjemahkan symbol dan huruf ke
dalam kata dan kalimat yang memiliki makna tertentu. Kelompok eksperimen
membaca dan mengkritisi situasi yang terjadi dalam cerita, kemudian
merefleksikan situasi tersebut dan mencocokkan dengan kehidupan sehari-hari.
Penggunaan
bibliokonseling dianggap efektif dalam pengembangan kesadaran akan kejujuran
menutrut Brammer dan Shortrom (1982). Intervensi bibliokonseling dapat
dikelompokkan dalam empat tingkatan, yaitu intelektual, sosial, perilaku, dan
emosional.
Pertama pada
tingkat intelektual, individu memperoleh pengetahuan tentang perilaku yang
dapat memecahkan masalah. Dengan bacaan, individu memperoleh wawasan tentang
keanekaragaman manusia dengan berbagai nilai-nilai kehidupan. Melalui bahan
bacaan siswa mengidentifikasikan diri dengan karakter yang ada dalam cerita
yang dibaca. Siswa dapat menganalisis nilai-nilai moral, mengkritisi kejadian
tersebut sehingga muncul pemikiran yang kritis dalam menanggapi situasi yang
ada dalam cerita, sehingga terjadi proses pembentukan kesadaran diri,
meningkatkan konsep diri dan memperbaiki penilaian pribadi sosial. Hasilnya
adalah perbaikan perilaku, kemampuan untuk menangani dan memahami masalah
kehidupan yang penting meningkatkan kesdaran kejujuran. Semua dapat dilakukan
melalui identifikasi bahan bacaan yang sesuai dengan tema.
Kedua, di
tingkat sosial, individu dapat mengasah kepekaan sosialnya. Individu dapat
melampaui bingkai referensinya melalui imajinasi orang lain. Teknik ini dapat
menguatkan pola-pola sosial, budaya, menyerap nilai kemanusiaan dan saling
memiliki. Pada tahap ini siswa dapat merasakan kejadian yang terjadi dalam
situasi tertentu, misalnya akibat berbohong, mereka yang ketahuan berbohong
mendapatkan hukuman, akan merasa tidak tenang, merasa dikucilkan. Sehingga hal
tersebut mendorong keyakinan moral siswa yang berpusat pada kemauan untuk
melakukan kejujuran.
Ketiga, tingkat
perilaku individu akan mendapatkan kepercayaan diri untuk membicarakan
masalah-masalah yang sulit didiskusikan akibat perasaan takut, malu dan
bersalah. Lewat membaca, individu di dorong untuk membaca tanpa perasaan malu
akibat rahasia telah terbongkar. Pada
tahap ini siswa diajak untuk merefleksikan isi bacaan, baik refleksi
diri maupun refleksi diri. Refleksi meliputi pemahaman tentang tokoh, baik
tokoh yang berkarakter positif maupun yang negatif, nilai-nilai normal yang
dapat dipelajari. Sehingga dengan membaca, dapat meningkatkan kesadaran untuk
bersikap jujur.
Keempat, pada
tingkatan emosional, individu dapat terbawa perasaannya dan mengembangkan
kesadaraan menyangkut wawasan emosional. Melalui tahap ini, siswa menjadi
terlibat secara emosional dalam cerita pendek yang dibaca. Pada proses ini,
siswa dapat mengeluarkan emosi-emosi yang selama ini dipendam dan dapat
meringankan beban pikiran.
Kesimpulan
bibliokonseling efektif untuk mengembangkan karakter jujur dapat juga dilihat
dalam proses yang dilakukan. Pertama, menyiapkan bacaan yang bertema kejujuran.
Persiapan bacaan sangat penting dalam menentukan keberhasilan bibliokonseling.
Dalam penelitian ini, proses pemilihan bacaan dilakukan dengan cara
mengobservasi dan mempelajari buku pelajaran kelas IV dan mencoba memahami
bahasa dan minat siswa kelas IV SD. Bacaan disesuaikan dengan siswa yang diberi
treatment. Ada tiga cerita yang digunakan dalam bibliokonseling ini,
yaitu: Farid Kalah Lomba, Menemukan
Dompet di Jalan, dan Buah Kebohongan Edo.
Bacaan-bacaan
tersebut termasuk bacaan imajinatif. Bahan bacaan imajinatif atau kreatif
merujuk pada presentasi perilaku manusia dengan cara dramatis. Kategori ini
meliputi novel, puisi, cerita pendek, dan sandiwara. Penghayatan atas
pengalaman orang lain. Dalam proses penghayatan pembaca secara simultan
sekaligus terpisah.
Dalam tiga
cerita yang diberikan semua memiliki inti yang sama, yaitu mengembangkan
karakter jujur. Dalam setiap cerita, terdapat situasi-situasi atau pembahasan
yang berkaitan dengan kejujuran. Sehingga siswa dapat berfikir bagaimana
menghadapi situasi tersebut. Siswa mendapatkan pengalaman untuk berfikir secara
kritis melalui bacaan yang dibaca. Dalam setiap cerita yang diberikan, terdapat
alur dan permasalahan yang berbeda pula. Sehingga penyelesaian dan pemikiran
kritis para siswa dapat menanggapi juga akan berbeda antara cerita yang satu
dengan cerita lainnya.
Begitu pula
dalam mendiskusikan cerita, tanggapan dari kelompk eksperimen antara satu
dengan yang lainnya berbeda-beda. Dalam diskusi mereka memberikan pandangan-pandangan
atau tanggapan yang berkaitan dengan isi cerita, selain itu mereka juga
memberikan pandangan jika berada dalam situasi tersebut. Dalam diskusi ini
kelompok eksperimen saling memberikan pendapat. Peneliti membantu melalui
pernyataan reflesksi yang bisa menggali kesadaran akan kejujuran para siswa.
Melalui bantuan pertanyaan, diskusi yang dilakukan semakin menghasilkan
pandangan-pandangan yang kreatif. Dengan demikian, banyak informasi yang
didapat dan dapat menjadi pengalaman baru bagi kelompok eksperimen. Kelompok
eksperimen memiliki pengetahuan baru mengenai karakter jujur dalam keseharian.
Mereka juga berkomitmen untuk berperilaku jujur.
Dalam pelaksanaan treatment bibliokonseling, subjek secara
keseluruhan terlihat menikmati buku bacaan yang disajikan serta rangkaian
kegiatan yang disajikan oleh peneliti. Mereka juga terbuka mengenai
pengalaman-pengalamannya berkaitan dengan kejujuran. Inti dari pelaksanaan treatment
ini anak bisa memperoleh pengetahuan baru yang dapat merubah sikapnya
dengan menggunakan buku bacaan.
C. Kelemahan Penelitian
Dalam penelitian yang dilakukan terdapat beberapa kelemahan yaitu:
1.
Tidak
ada kelompok kontrol
Peneliti melakukan pengawasan dan pengontrolan pada saat pemberian
treatment. Tetapi tidak menutup kemungkinan di luar pemberian treatment
kelompok eksperimen mendapat pengaruh dari variabel lain yang tidak terkontrol dan
diluar pengawasan peneliti, karena pemberian treatment dilakukan secara
berjangka dalam kurun waktu dua minggu dan peneliti juga tidak mungkin
melakukan pengawasan secara terus menerus.
Jadi, dapat
disimpulkan peningkatan kesadaran akan kejujuran kemungkinan tidak hanya
terjadi karena adanya pemberian treatment, yaitu berupa teknik
bibliokonseling dengan menggunakan cerita pendek, tetapi juga bisa terjadi
karena adanya faktor lain diluar pengawasan pengontrolan peneliti.
2.
Tidak
ada alat/ Skala untuk mengukur kejujuran di setiap pertemuan
Dalam
penelitian ini peneliti tidak menggunakan alat ukur untuk melihat adanya
peningkatan pada setiap pertemuan. Sehingga peneliti tidak mengetahui adanya
perubahan peningkatan perilaku jujur. Pengukuran hanya dilakukan pada awal
penelitian dan akhir penelitian, yaitu pretest dan post test.
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan dari penelitian di SDN Percobaan 1 Malang, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Karakter jujur subjek sebelum
diberikan treatment menggunakan bibliokonseling dengan cerita pendek masuk
dalam kategori rendah. Hal ini terbukti dari hasil skor angket yang telah diisi
oleh subjek, yang rata-rata jumlah skornya 45.
2. Karakter jujur subjek sesudah
diberi treatment menggunakan bibliokonseling dengan cerita pendek meningkat.
Jumlah hasil skor angket yang telah diisi oleh subjek, yang rata-rata yang
semula jumlah skornya 45 menjadi rata-rata 93. Jumlah 93 masuk dalam kategori
sangat tinggi.
3. Teknik bibliokonseling efektif
untuk mengembangkan karakter jujur. Hal tersebut dapat dilihat pada pensekoran yang
naik rata-rata lebih dari 50%. Sesuai dengan rumus yang telah dijabarkan dalam
bab 3, maka interpretasi hasil penelitian dinyatakan berhasil jika perilaku
jujur siswa naik lebih dari 50% (Goodwin & Coasters, dalam Harmiyanto:2012).
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dipaparkan di atas, ada beberapa hal yang sebaiknya ditindak lanjuti:
1.
Dalam mengaplikasikan
teknik ini, peneliti harus mempersiapkan bacaan yang sesuai dengan
karakteristik siswa kelas IV SD, cerita harus menarik, serta waktu pelaksanaan
kegiatan bibliokonseling harus kontinyu.
2.
Diharapkan menggunakan
analisis data time series agar pengontrolan kenaikan kesadaran akan
kejujuran untuk setiap treatment lebih mudah dilihat.
3. Diharapkan terdapat pemodelan (ilustrasi) cerita yang
dilakukan oleh subjek sendiri sehingga treatment yang diberikan melalui
bacaan lebih bisa melekat pada subjek..
4. Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya, peneliti
menggunakan kelompok kontrol dan menyiapkan pertanyaan refleksi yang lebih
mendalam dan kritis sebagai stimulus untuk siswa.
Comments