STOP!! Paksa Anak

Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang terbaik. Untuk mencapai hal tersebut, banyak orang tua berlomba-lomba memberikan banyak asupan gizi semenjak anak masih kecil, bahkan semenjak anak masih di dalam kandungan.

Banyak hal yang menjadikan orang tua memiliki harapan yang begitu besar terhadap anaknya. Misalnya saja orang tua mengharapkan anaknya kelak mampu menjadi pemimpin di masyarakat, ataupun kelak anaknya akan bisa mengangkat derajad kedua orang tuanya. Namun yang justru menjadi masalah saat ini, orang tua mulai lupa dengan tujuan mulianya tersebut. Anak kini dijadikan sebagai obyek perlombaan dan persaingan antar orang tua, demi memenuhi gengsi-gengsinya semata.

Tak ayal tingkat stress yang dialami anak kian hari kian meningkat. Anak dipaksa les privat, seluruh waktu bermainnya dipangkas habis hanya untuk les ini dan les itu. Keadaan yang tidak sehat ini berlangsung secara terus-menerus hingga anak beranjak remaja.
Bermain memang bukan sekedar ajang bagi anak untuk melepaskan penatnya semata. Jika orang tua dapat mengeleola bermain anak dengan baik, justru itu akan membuat sebuah lejitan hebat bagi anak. Kreativitas terbesar anak akan ter-cover lewat permainan yang dilakukannya. Misalnya saja permainan peran. Seorang anak dapat berperan sebagai seorang dokter ataupun seorang guru sesuai dengan cita-citanya. Dari peran tersebut, orang tua dapat melihat sejauh mana potensi anak. Dukungan dan juga masukan dapat diberikan oleh orang tua saat permainan sedang berlangsung.
Sebagai contoh ketika anak telah memerankan profesi dokter. Disana anak membantu seorang pasien untuk dapat sembuh dari penyakitnya. Dari situlah orang tua dapat menggiring anak untuk dapat mencapai peran itu secara nyata. Orang tua dapat memberikan masukan bagaimana caranya agar anak benar-benar dapat menjadi seorang dokter, dengan belajar giat misalnya. Dari situ anak akan memiliki motivasi tersendiri dalam belajarnya, sehingga proses belajar yang dijalaninya akan terasa menyenangkan. Jika sudah seperti ini, maka prestasi yang gemilangpun akan benar-benar dicapai oleh anak.
Orang tua juga hendaknya dapat merubah penilaiannya terhadap anak. Anak dikatakan pintar jika nilai raport sekolahnya bagus, atau sebaliknya anak dikatakan bodoh jika nilai raportnya jelek. Hal ini merupakan pandangan yang sangat subyektif. Anak tidak dapat dikatakan pintar atau bodoh hanya dengan melihat nilai raport sekolahnya saja. Justru dari sinilah orang tua hendaknya mencari tahu, apa sebenarnya potensi yang dimiliki oleh anaknya.
Setiap anak memiliki potensi yang lebih di dalam dirinya. Mungkin nilai pelajarannya di raport sekolah memang buruk, namun bisa jadi nilai-nilai ekstrakulikulernya tinggi. Orang tua harus lebih jeli memandang hal tersebut. Penghargaan atas segala prestasi anakpun harus diberikan. Baik itu prestasi akademik maupun prestasi non akademiknya. Sebisa mungkin kata anak bodoh dapat dihilangkan dalam kehidupan sehari-hari anak. Karena sekali lagi, tidak ada istilah anak bodoh, setiap anak memiliki potensi yang mengejutkan di dalam dirinya. Tinggal bagaimana orang tua dapat memupuk potensi tersebut.
Sebagai contoh adalah tokoh ternama Albert Einstein, seseorang yang tidak dapat bicara sampai umur tiga tahun, dan termasuk siswa yang sulit menerima pelajaran karena penderita Dyslexia. Orang mungkin dengan cepat mengatakan bahwa Einstein adalah anak yang bodoh pada waktu itu, jika orang tersebut hanya memandang Einstein dari sudut prestasi sekolahnya saja. Namun apa yang terjadi, Einstein menjadi tokoh terkenal sepanjang masa karena penemuannya.
Anak juga seringkali mengalami banyak masalah di kehidupannya. Mungkin masalah itu sepele bagi anda ketika anak sedang menceritakannya kepada anda. Tapi sekali-kali jangan pernah meremehkan masalah anak tersebut. Bukan berarti anda juga harus berlebihan menanggapinya. Anak membutuhkan seseorang untuk dapat mendengarkan dan memahami keluhannya. Orang tua hendaknya mulai belajar mendengarkan semua cerita anak. Anak akan merasa diperhatikan jika semua yang diungkapkannya dapat anda pahami. Anak juga seorang manusia yang memiliki kebutuhan untuk dihargai setiap pendapatnya. Dari situlah menjadi pendengar dan pembicara yang baik harus dipelajari orang tua sejak anak masih kecil. Untuk dapat memiliki anak yang terbaik, bukan hanya anak yang harus belajar giat, namun orang tua juga harus belajar giat.
Tidak ada sesuatu yang instan di dunia ini. Ungkapan “Anak yang Terbaik Memang Sudah Ada Sejak Lahir” harus segera dihilangkan. Ungkapan itu hanya untuk orang-orang yang malas berusaha dan menyerah begitu saja atas hal-hal yang terjadi dalam hidupnya. Begitupula bagi orang tua yang seringkali iri melihat anak tetangga lebih pintar dari anaknya. Buktinya setiap bayi yang terlahir itu lemah dan butuh bantuan. Bayi akan meninggal jika tidak dirawat dan dibiarkan begitu saja selama seminggu. Disisi lain bayi akan tumbuh dengan pesat, bahagia dan ceria jika ia dirawat dengan baik ditengah-tengah keluarga yang hangat kepadanya.
Sekolah Terbaik untuk Anak Terbaik
Tanggung jawab besar juga dipikul oleh sekolah untuk menciptakan generasi yang terbaik. Peran berbagai aspek yang ada disekolah harus segera dibenahi. Bayangkan saja jika orang tua sudah mengupayakan berbagai hal secara susah payah agar anaknya menjadi terbaik, justru sekolah merusak segala upaya tersebut. Pasti sungguh sangat menyakitkan bagi orang tua yang telah menitipkan anaknya di sekolah tersebut.
Pendidik harusnya mulai berbenah, memahami setiap karakter anak. Anak tidak mungkin dapat disama-ratakan, karena setiap anak memang berbeda. Namun juga sebagai pendidik kita tidak boleh membeda-bedakan perhatian kita terhadap peserta didik kita.
Sekolah tanpa tekanan memang semestinya tercipta mulai hari ini. Anak sudah selayaknya diajarkan pemahaman tentang dirinya sendiri. Contoh kecil, anak harus tahu tujuannya ketika berangkat ke sekolah. Jangan sampai pendidik membiarkan anak masuk keruang kelasnya tanpa tujuan yang jelas. Dengan tujuan yang jelas, pendidik akan lebih mudah membantu anak merumuskan cara-cara yang tepat agar anak dapat mencapai tujuan tersebut. Kemudian secara bersama-sama anak diajak untuk melaksanakan cara untuk mencapai tujuan yang telah direncanakannya.
Sekolah juga hendaknya mulai melirik berbagai potensi yang dimiliki oleh siswa-siswinya. Pemusatan perhatian pada hasil akademik yang tinggi tanpa adanya nilai-nilai sosial yang dimiliki anak tak akan ada gunanya. Keberhasilan anak dimasa yang akan datang tidak dapat dipatok hanya dengan nilai akademik anak yang tinggi.
Selain itu sekolah sebagai lembaga yang memiliki peran penting terhadap kesuksesan anak dimasa mendatang, harus mulai bisa mendengarkan keluhan anak. Konselor sebagai pengampu layanan Bimbingan dan Konseling juga memiliki tanggung jawab yang besar pula terhadap anak. Konselor harus mampu menjadi sahabat yang baik bagi anak. Peran Second parent  harus benar-benar dijalankan, sehingga anak dapat nyaman ketika berada disekolah. Hal yang menjadi tujuan pendidikan pun dapat dicapai. Selain itu tugas-tugas perkembangan anak juga akan dapat tercapai. Kalau sudah begitu, insan yang terbaik akan benar-benar tercipta. (Iin)





Comments

Popular Posts