Inspirasi - Sekolah Pemilu untuk Siswa
Pemilihan Umum (Pemilu) sebentar lagi akan digelar di berbagai
tempat. Sudah menjadi suatu kebiasaan bahwa disetiap pemilu akan banyak sekali
muncul janji-janji dari para Calon Pemimpin dari berbagai partai. Persaingan
yang sengit sudah nampak di mana-mana. Contoh
kecil bentuk persaingan itu adalah Baliho bergambar para calon dan juga visi
misi yang dibawanya. Indah dan sangat menggiurkan kalimat-kalimat janjinya itu.
Tradisi yang sangat menarik dan tak terlewatkan saat musim Pemilu
salah satunya adalah berkunjung ke daerah-daerah terpencil di tempat pemilihan
akan berlangsung. Berba-gai pagelaran dan ramah tamah menarikpun disuguhkan
untuk masyarakat kecil yang berbondong-bondong ingin menyaksikan calon
pemimpinnya. Rata-rata para calon pemimpin memang membidik daerah yang
terpencil, pegunungan, pedalaman, atau bahasa awamnya daerah ‘ndeso’.
Sudah dapat ditebak apa yang menjadi tujuan mereka membidik daerah pedesaan
tersebut. Mereka ingin membeli suara masyarakat yang banyak belum mengenyam
pendidikan.
Pendidikan memang sangatlah penting untuk berbagai aspek kehidupan.
Seseorang yang hanya mengenyam pendidikan yang rendah akan berfikir pintas
dalam berbagai hal, salah satunya dalam memilih para calon pemimpin yang baik
bagi daerahnya. Contohnya seperti ungkapan yang pernah saya dengar dari
masyarakat pedesaan, “Ayo dek milih pak A ae, penak lo engko oleh duit satus
ewu. Syarate lo mung poto kopi KTP, penak to? Tinimbang milih liyane gak oleh
opo-opo!” (Ayo dek pilih Pak A saja, enak loh ntar kalau milih Pak A dapat
uang seratus ribu. Syaratnya tinggal foto copy KTP saja, enak kan? Daripada
memilih yang lain tidak dapat apa-apa!), begitu kira-kira ucapan yang pernah
saya tangkap dari mereka, setelah mereka didatangi oleh tim sukses salah satu
calon pemimpin di desanya.
Pemimpin yang memulai kiprahnya dengan menyuap kelak juga akan menghabiskan kekayaan daerah yang dipimpinnya. Secara logis dapat digambarkan, seorang pemimpin yang telah menghabiskan banyak modal dalam rangka memperoleh kursi kepemimpinan, tentu tidak akan mau rugi begitu saja. Mana ada orang yang mau rela berkorban banyak uang hanya untuk melibatkan dirinya dalam suatu pengabdian yang kelak akan memberikan tanggung jawab besar baginya. Pasti ada udang dibalik batu. Setiap orang itu memiliki kecenderungan untuk mendekati sesuatu yang enak, nyaman dan menjauhi sesuatu yang tidak nyaman baginya. Jika menjadi pemimpin daerah itu suatu hal yang tidak nyaman, tentu tidak akan pernah terjadi perebutan kursi jabatan saat Pemilu berlangsung. Tapi nyatanya setiap kali ada pemilu, pasti ada persaingan sengit diantara banyak calon untuk memperebutkan jabatan sebagai kepala daerah tersebut.
Guru atau Pendidik memegang peranan penting dalam proses pendidikan formal. Sudah saatnya sekolah menjadi tempat membangun insan yang berkualitas disegala bidang kehidupan, bukan hanya siswa yang bisa menghasilakan nilai Ujian Nasional (UN) yang tinggi saja. Kualitas tersebut dapat dilihat dari cara mereka berfikir. Siswa yang dapat berfikir kritis dalam segala hal yang akan dilakukannya adalah siswa yang dimaksud. Bukan hanya mengkritisi kebijakan yang telah dibuat oleh pemimpin daerah mereka saja. Lebih dalam lagi, sekolah hendaknya mampu mencetak generasi yang dapat mengkritisi siapa calon pemimpin yang akan mereka pilih, dan akan membuat kebijakan untuk mereka. Sehingga kelak tidak akan ada lagi celah bagi para pemimpin yang akan berniat merusak atau mengkorupsi kekayaan daerah yang dipimpinnya.
Bimbingan dan Konseling di sekolah sudah selayaknya memprogramkan
layanan pemahaman tentang Pemilu tersebut bagi para siswanya. Konselor yang
mengampu layanan Bimbingan dan Konseling (BK) sudah seharusnya berfikir secara
luas dalam hal tersebut. Kepribadian siswa yang mulai luntur dari akar
budayanya harus segera dibenahi. Bukan berarti siswa langsung dituntun untuk
memilih satu pemimpin yang baik. Melainkan Konselor harus menyediakan layanan
dimana siswa dapat memahami suatu pilihan yang tepat untuk dirinya dan masyarakat
disekitarnya. Dengan begitu fungsi Bimbingan dan Konseling yang bertujuan
memandirikan peserta didik akan tercapai secara tepat.
Layanan yang telah diprogramkan tersebut hendaknya juga didukung
oleh kepala sekolah, guru dan staff yang ada di sekolah. Jika hal ini mampu
diterapkan dengan benar maka siswa tidak akan mudah mengambil jalan pintas
dengan memilih calon pemimpin yang mengiming-imingi beberapa lembar rupiah bagi
mereka, yang itu artinya siswa telah memiliki pemahaman diri yang benar. Jika
sekolah sudah mampu menciptakan suasana yang demikian, maka sekolah sudah dapat
dikatakan berhasil mencetak generasi yang cerdas disegala aspek kehidupan. Bukan
hanya cerdas dalam memperoleh nilai Ujian Nasional yang bagus saja, melainkan
cerdas memilih dan memiliki jati diri bangsa yang baik. (Iin)
Comments